Friday, May 25, 2007

Jika Bintang itu Seorang Akhwat?


Oleh : Cahya Herwening

"Orang besar tidak hanya menatap dan mengagumi bintang di langit, tetapi juga berusaha meraih dan berhasil mengambilnya."
Untaian kata yang membentuk kalimat indah di atas pernah saya dapatkan dari seseorang. Memang, kalam hikmah itu terasa dapat menyemangati dalam meraih impian, yang biasanya impian dan cita-cita itu tinggi, setinggi bintang di langit. Maka begitu pulalah yang saya rasakan ketika mencoba menyelami kandungan makna kalimat itu. Siapa sih yang nggak ingin jadi orang besar? Masak jadi orang kerdil terus sih??
Tapi ... tapi nih..., ketika merenungkannya, saya jadi ragu apakah benar kalimat tersebut dapat diimplementasikan secara umum pada semua hal? Memang cukup tepat sih, apabila "bintang" pada kalimat tersebut dimaksudkan sebagai cita-cita yang tinggi dan harapan mulia kita, atas pencapaian diri dalam kehidupan. Tapi apakah berlaku juga untuk 'bintang' yang lain? Bintang yang bagaimana coba? Tau nggak apa?? He...he...he...^^
Ehm... ehm.... seperti biasa, otak iseng saya segera bekerja ketika ada sesuatu hal yang cukup menggelitik. Terbersit pertanyaan iseng dalam pikiran seperti ini: "Apa jadinya jika 'bintang' itu adalah seorang akhwat?" !^^ v
Sepertinya hanya pertanyaan biasa kan? Di mana sih letak keisengannya? Pada nggak tahu kan? Nah, mau tahu??
Begini. Bagi seseorang yang berpartisipasi dalam suatu jamaah dakwah, mestinya ada semacam prosedur atau peraturan dalam kehidupan berjamaahnya. Katakanlah semacam adab-adab berinteraksi dengan jama'ah, bagaimana sih memposisikan diri dalam jama'ah agar apa yang kita lakukan tetap berada pada koridornya. Termasuk adab ketika ingin melengkapi setengah diennya (baca: menikah).
Seorang anggota jamaah yang mengikuti adab-adab itu, dalam pernikahannya tidak bisa semaunya. Tidak bisa, misalnya, dengan terlebih dulu mengincar (kayak sniper aja...^^) siapa yang ingin dinikahinya, hanya dengan mengandalkan asumsi maupun penglihatan lahir yang dimilikinya. Ini ditujukan agar nilai pernikahan sebagai ibadah dan juga orientasinya sebagai bagian dakwah tetap murni dan terjaga keberkahannya. Penjagaan kemurnian ini salah satunya dengan menjaga agar sebelum dan dalam proses pernikahan, mencegah (paling tidak meminimalkan) adanya faktor-faktor yang dapat membuat proses tidak sehat. Juga dengan usaha agar terjamin adanya kesetaraan kualitas masing-masing calon, khususnya kesetaraan kualitas.
Sehingga di sini dibutuhkan semacam 'lembaga khusus' yang menangani masalah nikah-menikah ini. Yang lembaga tersebut dapat memiliki akses mengenai data valid kedua calon, dan dapat mencarikan mana pasangan calon yang cocok, tidak hanya mengandalkan asumsi dan mata lahir, namun juga data, fakta dan bashiroh. Meski proses semacam itu tidak mutlak, namun rasanya menjadi salah satu bentuk ikhtiar yang direkomendasikan, untuk merealisasikan sebuah term : "Di Jalan Dakwah Aku Menikah" (seperti judul salah satu bukunya Ust. Cahyadi Takariawan^^).
Maka ketika ada pernyataan seperti awal tulisan ini, bahwa "orang besar tidak hanya menatap dan mengagumi bintang di langit, tetapi juga berusaha meraih dan berhasil mengambilnya", pertanyaannya adalah, untuk menjadi orang besar, apakah semua macam bintang itu harus diraih? Apakah berlaku juga ketika yang menjadi 'bintang' itu adalah seorang akhwat? Masihkah sesuai dengan koridor adab berjama'ah jika kita berusaha meraih dan mengambil 'bintang' (baca: akhwat) yang kita kagumi? Terus, apa sebaiknya memilih tidak perlu menjadi 'orang besar' saja^^?
Nah, pertanyaan-pertanyaan itu butuh jawaban dan tanggapan, meski saya punya kesimpulan sementara, yakni bahwa untuk menjadi orang besar tidak harus meraih semua “bintang”. Maka dimohon dengan sangat kepada anda yang telah membaca tulisan ini untuk memberikan komentar, menjawab maupun menanggapinya. Sebelumnya, saya mengucapkan terima kasih. ^^ Monggo, silahkan ditanggapi.....

27 comments:

  1. untuk menjadi orang besar kita harus fokus kepada apa yang akan kita tuju, kalau sudah seperti itu otomatis kita harus mempersiapkan perangkat-perangkat yang diperlukan sebagai penunjang atau penyemangat...

    ReplyDelete
  2. pertanyaannya berat2 :)

    kalo dalam berusaha meraih dan akhirnya memiliki 'bintang' tersebut prosesnya baik dan sehat... menurut saya ok2 saja... :)

    orang besar ad yg juga bisa memberikan manfaat buat orang lain, temen, tetangga, khalayak....

    ReplyDelete
  3. hemmm...
    kalo bintang tinggi banget ya..dilangit yang biru...^_^

    sebab adanya hadits arba'in no.1 tentang niat (bener gak) mungkin bisa menjawab

    ReplyDelete
  4. Ehm... kalau reply yang lain saya paham, tapi kalau yang dikirim Mona ini, saya masih kurang mudheng (mengerti). Maksudnya apa ya Mon? ^ ^

    ReplyDelete
  5. yahhh...gak mudeng...emang susah dipahami yaaaa...
    baca aja sebab adanya hadits tentang niat...itu hadit arba'in no.1 kan, innamal a'malu binniyat...

    ReplyDelete
  6. Ya. Hadits tersebut dilatarbelakangi oleh adanya seorang shahabat yang ikut hijrah ke Madinah tapi punya orientasi lain, yakni menikahi seorang shahabiyah (Ummu Qais). Dia ikut hijrah karena wanita tersebut juga ikut hijrah. Di sini dia hijrah bukan karena Allah dan Rasul-nya, tapi karena wanita yang ingin dinikahinya (dan karena sebab ini dia disebut sebagai Muhajjir Ummu Qais).

    Tapi ... hubungannya dengan artikel di atas apa ya??^^ I still don't get it...

    ReplyDelete
  7. ehmmm,, entah knp jd teringat kk tmn sy yg mau ngelamar akhwat tp akhwat tsb udah telanjur dilamar org laen (n diterima tentunya),,,

    ReplyDelete
  8. pertanyaannya bukanlah bagaimana mendapatkannya...
    tapi bagaimana mempersiapkan pernikahan dengan sukses aga r mendapat yang lebih baik dari dia...
    betul ?
    salam kenal^_^

    ReplyDelete
  9. emang ga ada bintang ikhwan po? kalo mo jadi ikhwan sejati, bukannya kita menstandarkan pada ikhwan yang sejati pula? begitu juga sebaliknya. Salah besar kalo kita mendasarkan parameter kesuksesan pribadi-onal (syakhsiah islamiyah) kita hanya pada lawan jenis yang menurut kita sungguh LUAR BIASA hebat-nya dalam aktifitas dakhwa-nya...

    ReplyDelete
  10. Bintang yang ikhwan ... tentu saja ada. Tapi dalam konteks tulisan di atas, jika saja (sebagai ikhwan) punya banyak 'bintang' (cita-cita) yang tentunya perlu diraih, namun salah satu di antara bintang itu adalah akhwat yang dikagumi^^. Nah, apa klo juga dengan sengaja meraih 'bintang' yang satu itu, apa sesuai dengan atsar jama'ah??

    Trus klo memang ingin dapet akhwat yang keren, kan emang harus jadi ikhwan yang keren dulu...^^

    ReplyDelete
  11. menurut saya,tidak hanya orang besar yang mampu meraih bintang.Orang kecilpun bisa meraihnya asal ada niat dan tekad yang tentunya tidak bertentangan dengan agama.Kita hanya boleh menjadikan niat dan tekad itu untuk meraih keridhoan ALLAH SWT.Bukankah kita hidup hanya untuk membuat ALLAH bisa Ridho kepada kita?( ini pendapat saya loh,segala kesempurnaan hanya milik ALLAH semata )

    ReplyDelete
  12. mang... usaha untuk meraih bintang itu pasti menyalahi atsar jamaah ya...*???* boleh donk.. berusaha meraih bintang... asal sesuai sama adab-adabnya (ga' lupa banyak2 isthigfar biar ga' diganggu syaitan)... kesampaian or ga'nya.. itu takdir dari 4JJI

    ReplyDelete
  13. Hmm... mungkin boleh sih. Jelas boleh kalau dilihat dari aspek syari'atnya. Tapi yang perlu diwaspadai adalah efek yang mungkin terjadi, misalnya "ngincer" dia karena latar belakang (pertimbangan) orangnya, bukang berdasarkan pertimbangan2 yang seharusnya.
    Kuncinya ya niat itu. Tapi.... betapa sulitnya menjaga niat agar tetap lurus...
    Dengan istighfar... ya itu salah satu bagian dari upaya penjagaan niat...

    ReplyDelete
  14. Kok cuma bilang "hehehehe"...? Gak jelas maksudnya apa je Mik... :)

    ReplyDelete
  15. karena "bintang" tak perlu selalu bersanding dengan "bintang"
    ia dapat bersanding dengan benda angkasa lainnya..tapi sejatinya bintang yang satu selalu berdekatan dengan bintang,jadi ya gak apa2 kalo mau meraih bintang..asal niatnya lurus dan dengan adab2 yang diajarkan oleh Rasul dan orang2 salih..Btw,kok di deket judulnya ada gambar akhwat ya ? Gak enak aja ngeliatnya

    ReplyDelete
  16. Hmm... begitu ya. OK deh...
    Tentang gambar akhwat... nggak ada wajahnya kan? Terus gimana... apa sebaiknya saya hapus or saya ganti aja?

    ReplyDelete
  17. Iya deh.., betul...betul...
    Salam kenal juga ^_^

    ReplyDelete
  18. wah..bintang! dari judulnya ane langsung tertarik..soalnya ane salah satu pengagum benda yang berkerlap-kerlip di malam hari itu. indah!
    tapi ane sadar, ane gak akan pernah menjadi bintang, karena dia begitu indah dan jauh nun di atas sana...sedangkan ana? ana hanya setitik debu di antara lautan bintangNya yang megah

    fyuuh...

    ReplyDelete
  19. Manusia memang bukan bintang. Namun manusia, kita semua, bisa menjadi 'bintang'. Salah satu yang telah menjadi 'bintang' adalah ibu kita. Ingat kan lagu ini :

    "Kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa.
    Hanya memberi, tak harap kembali.
    Bagai sang surya menyinari dunia.."

    Surya, atau matahari, adalah salah satu bintang. Ibu itu bagai sang surya, berarti juga bagai bintang. Anti adalah calon ibu, berarti kalau belum sekarang, nantinya akan jadi bintang juga....

    ReplyDelete
  20. Iya... itu secara syar'i.. tapi kalau secara jama'i, belum tentu OK... :)

    ReplyDelete
  21. Waa, kalau yang ini mah emang harus gitu Mbak ^_^

    ReplyDelete
  22. Ya... harus cari yg lain dong. Masih banyak kok akhwat yang kereeen.... :D

    ReplyDelete
  23. Bintang yg ikhwan... ada juga mestinya. Hmm.. utk pendapatnya... setuju2 aja.. :)

    ReplyDelete
  24. Jadilah bintang ... , dan saya ingin jadi orang besar... ^_^

    ReplyDelete