Wednesday, October 24, 2007

Lagi-lagi... Gak Kompak!!



Oleh : Cahya Herwening


Indonesia memang negara teraneh di dunia. Dari negara-negara (yang ada warga negara/penduduk muslimnya), hanya Indonesialah satu-satunya yang hampir di setiap Idul Fitri-nya ada perbedaan versi, ada perbedaan tanggal/hari. Termasuk Idul Fitri kali ini, ada dua pendapat pada penentuan 1 Syawal, yakni antara tanggal 12 (Jumat) dan 13 (Sabtu) Oktober. Pemerintah menetapkan 13 Oktober sebagai 1 Syawal 1428 H, dan disepakati oleh seluruh ormas, kecuali Muhammadiyah yang tetap bersikukuh pada pendapatnya, bahwa 1 Syawal adalah tanggal 12 Oktober. Uggh... kenapa masih begini ya?

Dari hukum asal... perbedaan dalam masalah ijtihadiyah, perbedaan dalam masalah fiqhiyah diperbolehkan dalam Islam. Tapi ada kaidah yang mengatakan, bahwa keputusan ulil amri menghilangkan segala perbedaan. Jadi ulil amri (pemimpin, dalm hal ini pemerintah) memiliki kewenangan secara hukum untuk menentukan kebijakan, dan rakyat hendaknya taat pada keputusan pemerintah (dengan catatan bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah). Ormas dalam hal ini memiliki hak untuk memberika usul dan pendapat, tapi mestinya tetap taat pada keputusan pemerintah. Namun hal seperti ini belum bisa terlaksana di Indonesia.

Contoh gampangnya ya saat Idul Fitri, maupun penentuan awal bulan Ramadhan itu. Perbedaan pendapat yang didasari perbedaan metode penentuan tanggal, antara rukyatul hilal dengan hisab. Meski hisab zaman sekarang bisa jadi sangat akurat, terbukti dengan kapan, jam berapa, menit ke berapa terjadinya gerhana dan hasilnya akurat seperti perhitungan, namun yang paling sesuai dengan hadits Nabi saw. adalah dengan rukyatul hilal. Namun, di luar itu semua tetap saja sebaiknya mengikuti keputusan pemerintah di sini. Dengan begitu ukhuwah dan kesatuan umat dapat lebih terjaga.

Mungkin suatu saat, kebijakan pemerintah perlu diubah. Pemerintah yang sekarang terlalu memberikan toleransi perbedaan, tidak dipilah-pilah mana yang boleh berbeda dan mana yang sebaiknya sama/seragam. Mungkin akan jauh lebih baik seperti saat pemerintahan Orde Baru, dalam hal penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal, yang tegas dan tidak mentolerir perbedaan. Sehingga umat Islam di Indonesia dapat melaksanakan Ramadhan dan mengakhirinya secara bersama-sama. Inilah salah satu upaya menjaga ukhuwah dan kesatuan umat yang perlu diteladani dari Orde Baru. :).
Wallaahu a'lam bis-shawab. []

Keterangan gambar: Foto hilal tanggal 1

4 comments:

  1. gak sesederhana itu... nanti akan ada pertanyaan : memangnya pemerintah kita ini dikategorikan ulil amri? apakah pemerintah kita ini sudah Islami, apalagi mengingat data2 menunjukkan bahwa Depag justru paling banyak korupsinya?

    kemudian ada dua hal yg menjadi agenda kita :
    (1) membiasakan umat dgn perbedaan pendapat dalam fiqih
    (2) menyamakan persepsi soal penetapan Hari Raya Idul Fitri

    memang kita ingin agar poin kedua ini terlaksana, tapi membesar-besarkan masalah perbedaan pendapat soal penetapan Hari Raya dan menyebutnya sebagai "sumber perpecahan umat" juga rasanya terlalu berlebihan... justru sekarang ini saya curiga bahwa ada pihak2 tertentu yg sengaja mengajak orang2 utk menanggapi masalah ini secara ekstrem agar umat benar-benar berpecah belah (berpecah-belah beda dgn berbeda pendapat kan)...

    di kumpulan hadits shahih Bukhari ada kisah tentang para sahabat yg sedang dalam perjalanan (safar)... kalau sedang safar itu, menurut fiqih, boleh tidak shaum... alhasil ada yg tetap shaum, ada pula yg berbuka... adakah yg saling mencela, atau berpecah-belah? ternyata tidak... jadi bagi mereka yg 'melek fiqih', perbedaan semacam ini biasa-biasa saja... justru mrk yg masih awam di bidang fiqihlah yg kurang mampu menyikapi ikhtilaf dengan cantik...

    ReplyDelete
  2. Wah... ini pertama kali Pak Akmal ikut mereply!! Sip.. syukron Pak :).
    Emang sih... masih dipertanyakan apakah pemerintah kita ini bisa dikategorikan ulil amri atau bukan. Tapi secara umum, bisa disebut ulil amri lah. Asal masih sholat, tidak ada alasan buat memberontak/mengangkat senjata pada pemerintah, dalam artian sebaiknya taat pada beberapa hal yang sesuai.

    Saya sepakat akan perlunya masyarakat untuk dididik masalah ikhtilaf dalam masalah fikih. Jangan sampai mereka taklid pada salah satu mazhab saja dan memegangnya secara ekstrim, tanpa juga mengetahui alasan tiap imam mazhab itu dalam mengambil keputusannya. Kedewasaan masyarakat dalam menerima perbedaan pada masalah fiqhiyah ini perlu, tapi kalau pendapat saya sih ... agak bukan tempatnya jika perbedaan itu terletak pada hal-hal yang punya potensi syiar Islam yang besar, seperti Ramadhan dan Idul Fitri ini. Alangkah indahnya jika semua bersama-sama....

    ReplyDelete
  3. kriteria 'asal masih sholat' ini berdasarkan fiqih atau perasaan aja nih? :)

    lagipula definisi 'masih sholat' itu apa? apakah shalat sekali sehari masih masuk dlm kategori ini? kemudian siapa yg dimaksud 'masih sholat'? apakah Presidennya doank, atau sampai level menteri, level dirjen, atau bagaimana? kenyataannya pemerintah tidak dipilih dgn penilaian yg Islami, jadi sulit utk dikatakan bahwa pemerintah ini sudah Islami, atau memiliki kewenangan dalam urusan umat Islam...

    sekali lagi, memang kita semua berharap Idul Fitri bisa bareng2, tapi saya rasa masih ada yg lebih urgen daripada itu, yaitu persatuan umat... dan rasanya kok persamaan Idul Fitri itu signifikansinya dikit ya bagi persatuan umat... soalnya dari tahun ke tahun Idul Fitrinya beda tapi umat menyikapinya wajar2 aja kok... justru saya heran kalau masalah ini dibesar-besarkan, karena secara umum (artinya yg biasa terjadi di masyarakat kebanyakan) ya biasa-biasa saja... keluarga saya sendiri (sebagai warga Muhammadiyah) banyak yg berlebaran hari Jumat, sedangkan sisanya hari Sabtu... sama sekali gak ada masalah... demikian juga di keluarga-keluarga yg lain, kelihatannya gak ada masalah...

    makanya menurut saya, masalah perbedaan ini gak usahlah diperuncing... yg perlu dibicarakan dgn baik-baik adalah penyamaan persepsi mengenai metode penetapan Hari Raya... kalau sampai detik ini belum sama persepsinya ya ndak apa2, toh gak ada akibat yg gawat kan?

    ReplyDelete
  4. Fiqh dong...

    Tapi.. pendapat pak Akmal bener juga sih... emang sih... di masyarakat sendiri secara fisik gak masalah dengan perbedaan ini... meski ada orang yang nggrundel juga sih...
    :)
    OK.. sekarang kita pikirkan.... bagaimana cara mulai menggalang "persatuan umat" itu?

    ReplyDelete