Wednesday, December 19, 2007

Situs Resmi MITMI - Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Mahasiswa Indonesia

http://www.mitmi.org/
Hmm... ini dia situsnya pelopor revolusi akademik di Indonesia menuju Indonesia yang maju dan mandiri. Mengapa revolusi akademik? Kata kuncinya adalah: MAHASISWA!!

Kita tahu, di berbagai tempat di belahan dunia manapun, revolusi dan perubahan besar banyak diciptakan oleh para pemuda. Pemuda adalah pelopor perubahan, kita tidak sangkal itu. Sudah terlalu banyak contoh yang ada.

Sedangkan mahasiswa? Hanya beberapa persen dari pemuda (khususnya di Indonesia) yang mempu mengenyam pendidikan tinggi (baca: berstatus mahasiswa), dan mestinya secara logika merekalah yang paling berpotensi menjadi garda terdepan perubahan itu. Menjadi pemimpin perubahan yang ada.

Mahasiswa, memiliki tiga peran yakni iron stock, social control dan agent of change. Mahasiswa harus bisa menjadi agent of change secara taktis dan strategis. Peran sebagai agent of change secara strategis dapat dilakukan manakala mahasiswa bisa mengoptimalkan perannya sebagai iron stock. Untuk itu harus memiliki profesionalitas keilmuan, integritas moral dan kredibilitas sosial. Kita tidak butuh orang pintar saja, tapi orang pintar yang bermoral. Kita tidak hanya butuh ulama, tapi juga butuh ahli-ahli yang berkompeten di bidangnya.

Nah, MITMI selama ini telah berperan cukup besar dalam merintis dan mengembangkan revolusi akademik di berbagai penjuru Indonesia. Melalui MITMI, kita berharap Indonesia bisa lebih cepat menjadi bangsa dan negara yang maju dan mandiri.

Lihat websitenya. Tampilannya memang masih sangat sederhana. Bisa dikatakan garing malah. Makanya butuh masukan dari para pengunjung. OK.

'I'm No More Spiderman!' 2


Oleh : Cahya Herwening


(sambungan dari: "I'm No More Spiderman!")

Tanpa adanya Spiderman di tengah-tengah kota, maka dengan leluasanya Dr. Octopus berbuat sesuai keinginannya. Musuh Spiderman kali ini merampok bank tanpa ada yang menghalangi. Dia juga mengumpulkan bahan dan energi untuk kelanjutan proyek labnya, tanpa juga ada yang menghambat. Padahal itu adalah proyek yang bisa membahayakan penduduk kota. Dan ulah Dr. Oct terus berlanjut tanpa ada yang menghentikan. Parker yang tahu apa yang terjadi pun tidak mampu berbuat apa-apa karena ... dia bukan lagi seorang Spiderman.

Sampai pada suatu saat, Dr. Oct menyandera Mary Jane untuk memancing Spiderman keluar. Dr. Oct telah mengetahui siapa di balik topeng Spiderman, dan juga tahu bahwa Mary Jane adalah orang yang sangat dicintainya. Tujuan Dr. Oct tak main-main ... MEMBUNUH SPIDERMAN! Saat Parker tahu bahwa Mary Jane disandera Dr. Oct, maka meluaplah kemarahannya. And this will be the moment of change! Tahu dengan sangat bahwa dia mencintai Mary Jane semenjak kecil, maka disadari Parker bahwa dia harus menyelamatkan gadis itu. Tak ada cara lain ... selain kembali menjadi: SPIDERMAN!

Peter Parker berlari sekencang-kencangnya dan melompat ke dinding ... BISA! Secepatnya dia merayap ke atas, kemudian berlari lagi di atas gedung bertingkat. Berlari dan melompat .... "Yuuuhuuuu!!" teriaknya kegirangan dengan hasil lompatannya yang jauh, melompat dari gedung ke gedung. Dan akhirnya, melompat sekali lagi dan ... "serrrrttt", meluncurlah jaring dari tangannya lalu berayun .. "yuuuhuuuu!!"

Ternyata cinta memang bisa mengubah semuanya, dan cinta juga bisa menumbuhkan semuanya. Spiderman has come and all of his abilities are completely back!! Welcome back Spiderman!!


Yang telah nonton filmnya pasti tahu bagaimana cerita selanjutnya. Yang jelas pada akhirnya Spiderman-lah yang menang. Nah, buat apakah saya menceritakan beberapa bagian film ini? Adakah hubungan dengan kita? Mari kita lihat.

Apa yang terjadi dengan Parker, mungkin sekali pernah terjadi pada kita. Atau ... mungkin sekarang ini kita sedang mengalaminya. Suatu kondisi dimana kita bingung, sulit berbuat apa-apa, seperti kehilangan potensi dan mobilitas kita, dan apa-apa yang kita lakukan tidak produktif. Kita tidak mantap terhadap aktivitas kita, tidak yakin, ragu akan sesuatu yang kita lakukan. Respon kita lambat. Dan kreativitas kita mati.

Bagi para aktivis dakwah, contoh hal yang terjadi adalah bermasalah akademisnya, IP-nya jeblog, tidak semangat kuliah, aktivitas dakwahnya pun tidak produktif. Kapasitas rekrutmennya kecil, lambat merespon perubahan kondisi, mobilitas rendah, binaan sedikit dan berbagai permasalahan lain yang bisa jadi menumpuk. Atau bagi yang sudah punya maisyah juga, ada masalah pada hal yang digelutinya itu. Mengapa contoh-contoh yang telah disebutkan di atas atau yang belum, bisa terjadi? Apa sebabnya?

Kita kembali pada cerita Spiderman. Pada saat itu Peter Parker mengalami kegamangan dalam menjadi Spiderman. Dia ragu pada apa yang dilakukannya. Tidak mantap dalam menjalani perannya. Dia kehilangan orientasi. Dia bahkan secara tidak sadar ingin hidup sebagai orang biasa. Dan berakhir pada kesimpulan sebagaimana jawaban dokter yang dicurhatinya, bahwa dia bukan lagi Spiderman.

Hal analog bisa terjadi pada kita. Kita kehilangan orientasi atas apa yang kita jalani. Aku bukanlah aktivis dakwah. Siapa aku? Orang seperti aku tidak pantas menjadi seperti itu. Hmm... lebih enak jadi orang biasa saja. Kuliah nyaman, tidak repot-repot kebanyakan rapat, tidak usah pakai demo-demoan, bisa lebih banyak di rumah, gak boros bensin dan pulsa, dan sebagainya .. dan sebagainya. Jangan-jangan kita telah menanamkan benih itu dalam diri kita, dengan kata-kata ..."aku bukanlah seorang aktivis dakwah...".

Inti permasalahannya adalah pada : HILANGNYA ORIENTASI dan TIDAK TOTALITAS dalam beraktivitas.

Hilangnya orientasi dalam bergerak dan tidak totalitas dalam aktivitas dapat menjadi akar penyebab semua masalah itu. Bagaimana tidak? Orientasi adalah sesuatu yang menentukan niat dan tujuan seseorang, dan itu akan terkait dengan impian dan idealisme yang ingin dicapai, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi komitmen, konsistensi dan ketegaran seseorang dalam beraktivitas. Hilangnya orientasi awal seseorang akan membuat arah perjuangannya berubah, ke arah orientasi yang telah melenceng. Atau jika orientasi itu hilang sama sekali maka akan membuat orang itu berhenti berjuang. Karena visualisasi dari impian dan cita-citanya telah hilang .. dan semuanya telah berubah menjadi tanpa tujuan pasti. Inilah yang akan melemahkan semangat bergerak, dan menurunkan responsifitas.

Tidak adanya totalitas dalam beraktivitas ada hubungannya juga dengan hilangnya orientasi tadi. Tidak totalitas disebabkan karena tidak mantapnya niat, tidak jelasnya tujuan dan tidak terukurnya target. Semangat dan daya juangnya menurun drastis, ketahanannya lemah, tidak konsisten (istiqomah). Kerja yang setengah-setengah akan membuat inefisiensi dan inefektifitas, yang hasilnya adalah tidak produktifnya kerja. Selain itu … yang cukup parah adalah lemah dan bahkan matinya kreatifitas dan inovasi. Padahal hal itulah yang menjadi bekal untuk menghadapi tantangan dan hambatan.

Sungguh berbahaya. Jika kedua hal tersebut tidak segera di atasi, maka akan menimbulkan dampak yang tidak sepele. Secara personal akan merasa gersang terhadap aktivitasnya, tidak ada perasaan nikmat dalam menjalaninya. Juga akan menimbulkan kacaunya manajemen diri, karena semua dilakukan dengan serba setengah-setengah. Lama kelamaan akan menimbulkan stress dan frustasi. Dari sini pintu kefuturan terbuka lebar, bahkan bisa timbul keputus asaan. Secara interpersonal akan mengalami masalah dalam hubungan dan interaksi. Secara organisasional akan menimbulkan tidak produktifitasnya kerja organisasi, pola hubungan antar elemen yang tidak sehat, dan tatanan sistem yang terganggu. Jika dibiarkan maka bangunan organisasi akan roboh.

Maukah kita mengalami hal-hal tersebut? Tentu tidak kan? Maka jika kita mulai kehilangan orientasi, cari dan ingat kembali orientasi itu. Pahamilah tujuan. Rumuskan keinginan, impian dan cita-cita. Visualisasikan dengan jelas, rasakan sensasi nikmat dan indahnya ketika mencapai impian itu. Setelah kita punya gambaran yang mantap, pegang erat-erat dan jadikan sumber energi. Selalu lakukan visualisasi ketika terjadi inkonsistensi, dan kembalilah bergerak. Bergerak dengan totalitas, karena telah jelas orientasi dan tujuan atas apa yang kita lakukan, juga impian dan target yang hendak kita capai.

Dengan orientasi yang benar dan mantap disertai totalitas dalam kerja dan aktivitas .. maka tak ayal sifat superhero dalam diri kita akan kembali muncul. Akan ada lagi para Spiderman (dan Spiderwoman), Spiderwan dan Spiderwati yang siap bergerak menuntaskan perubahan. Menyingkirkan segala kejahatan, kejahiliyahan dan kebatilan yang ada untuk meraih cita dan harapan mulia.

So .. mantapkan orientasi dan bergeraklah secara totalitas. True believers, welcome to the world!!! [ ]


Selasa, 18 Desember 2007

Tuesday, December 18, 2007

Sudahkah Kita Menyebarkan Salam?




Oleh : Cahya Herwening


“...Mengucap salam dan bersalaman kan bisa mempererat persaudaraan ya Mas. Masak datang di suatu tempat tapi diam saja, tidak mengucap salam pada orang di sana. Wah .. zaman sekarang banyak orang kalau di belakang berkoar-koar hidupkan syariat Islam tapi kok saat ketemu orang mengucap salam saja tidak mau...”

Jlebb!!

Tertohok sekali rasanya hati ini mendengar perkataan seorang bapak yang (kelihatannya) menjadi pengurus sebuah masjid yang saya kunjungi di selatan Ring Road dekat terminal Giwangan Yogyakarta. Pasalnya, sayalah sepertinya yang menjadi pelaku dari apa yang beliau katakan itu.

Waktu itu, hari Selasa 27 November 2007, saya ada janji dengan seorang teman mantan satu sub unit di KKN untuk bertemu di perempatan selatan terminal Giwangan. Siang itu kami berencana berkunjung ke lokasi KKN kami dulu, karena sudah lama tidak menyambangi tempat tersebut. Terhitung sejak pekan kedua Ramadan hingga saat itu, saya sendiri tidak pergi ke tempat yang sebelumnya hampir rutin saya kunjungi untuk sekadar ketemu dengan adik-adik atau mengajar TPA. Setelah sampai di tempat yang disepakati, saya mencari masjid terlebih dahulu karena belum shalat Dhuhur. Beruntung ada masjid di tempat yang tidak terlalu jauh.

Ketika sampai di masjid tersebut, terlihat beberapa bapak (lebih tepatnya pemuda, karena kelihatannya belum menikah semua) sedang beristirahat sambil mengobrol di masjid tersebut. Saya datang dengan diam. Memarkirkan The Grandma, nama motor saya. Melepas sepatu. Berwudhu. Masuk masjid. Semua saya lakukan tanpa kata, mungkin juga tanpa senyuman pada orang-orang di sana. Datang tanpa ’kulo nuwun’ atau sekadar sapa. Bahkan mungkin juga raut wajah ini ... tidak ada cerahnya sama sekali.

Setelah shalat, keluar masjid juga dengan sepi, tanpa kata terucap, hanya mendengar obrolan mereka. Kemudian saya memakai sepatu ..... dan akhirnya meluncurlah rangkaian kata tersebut dari salah satu mereka, sambil beliau mendatangi dengan ramah dan mengulurkan tangan untuk menyalami. Mulai menyadari kesalahan yang telah diperbuat semenjak datang tadi, saya hanya senyum dan mengangguk-angguk terhadap apa yang diucapkan bapak itu.

Duuh ... betapa bodohnya saya. Beraktivitas selama ini, bukan orang yang jarang datang mengaji, bahkan mengklaim diri sebagai da’i, tapi ... untuk hal sesepele itu saja, saya harus diajari oleh orang lain. Padahal seharusnya, secara teori jelas sedikit banyak sudah tahu dan mungkin tak jarang menyampaikan pada orang lain. Tapi ketika mengaplikasikannya ... kenapa belum terbangun dalam diri untuk dapat tersenyum, berwajah cerah, mengucap salam dan menyapa ketika bertemu sesama muslim? Orang yang punya tugas menyebarkan sunnah, mengapa harus diajari dalam mengamalkan sunnah itu? Sungguh memalukan!

Ini salah satu contoh yang diambil dari pengalaman penulis sendiri, betapa kita sangat lemah. Kita mungkin aktif di sana-sini, punya binaan berkelompok-kelompok, dan seabreg amanah lainnya, tapi perlu kita refleksikan lagi seberapa jauh kita mengontrol diri dalam mengamalkan apa yang kita sampaikan. Khususnya dalam urusan menyebarkan salam ini.

Seberapa pentingnya salam, tentu dapat tergambarkan dengan adanya firman Allah swt kepada manusia tentang salam ini, yaitu:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya … “ (QS. An-Nuur : 27)
Firman Allah lainnya, “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.” (QS. An Nur: 61)
Penjelasan mengenai ayat di atas, Syaikh Nashir As Sa’di berkata, “Firman-Nya: Salam dari sisi Allah, maksudnya Allah telah mensyari’atkan salam bagi kalian dan menjadikannya sebagai penghormatan dan keberkahan yang terus berkembang dan bertambah. Adapun firman-Nya: yang diberi berkat lagi baik, maka hal tersebut karena salam termasuk kalimat yang baik dan dicintai Allah. Dengan salam maka jiwa akan menjadi baik serta dapat mendatangkan rasa cinta.” (Lihat Taisir Karimir Rahman)

Cinta. Ya, cinta. Cinta adalah inti dari keimanan. Seseorang yang beriman kepada Allah, maka dia mencintai Allah. Dan tidaklah seseorang beriman kepada Allah, sebelum dia mencintai saudaranya. Telah diriwayatkan oleh Abu Hamzah Anas bin Malik ra., bahwa disabdakan oleh Rasulullah saw., ”Seseorang di anatara kalian tidak (dikatakan) beriman sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Cinta adalah kunci surga. Karena tidak disebut beriman (kepada Allah swt.) bila seseorang tidak mencintai Allah, dan juga tidak mencintai sesama muslim. Dan jika seseorang tidak masuk kategori orang mukmin, niscaya dia tidak akan pernah merasakan apa yang dinamakan surga. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Salam.... Ya, salam. Menyebarkan salam di antara kita, sesama umat muslim adalah sebuah keutamaan yang musti dipelihara. Karena seperti sabda Nabi saw, dengan salam maka kita akan saling mencintai, dan cinta di antara kita semualah yang akan membangun bangunan kokoh ukhuwah Islamiyah. Yang itu juga akan mendasari lahirnya kebangkitan umat, karena persatuan umat Islam telah ada di depan mata.

Selanjutnya, mungkin di antara kita ada yang mengatakan, ”Kalau itu sih ... aku juga sudah mengamalkan. Aku sudah menyebarkan salam di antara sesama muslim...” Baiklah. Tapi ada yang masih perlu dipertanyakan, jangan-jangan kita hanya menyebarkan salam kepada orang-orang yang sudah kita kenal saja. Sedangkan pada orang yang belum kita kenal, meski muslim, kita belum mengucap salam saat bertemu, bahkan senyum saja jarang. Maka hendaknya kita berhati-hati, karena Nabi saw. telah menyebutkan bahwa, “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari kiamat apabila salam hanya ditujukan kepada orang yang telah dikenal.” (Hadits shahih. Riwayat Ahmad dan Thabrani)

Itu dia! Seringkali di antara kita, hanya menyebar salam kepada sesama kita yang sudah saling kenal. Padahal etika salam, adalah mengucapkannya pada semua muslim yang kita kenal maupun yang tidak. Sabda Rasulullah SAW, “Berikanlah salam pada orang yang Anda kenal dan orang yang tidak Anda kenal.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash).

Citra diri seseorang juga dipengaruhi oleh sejauh mana dia bersikap kepada orang yang dikenalnya dan pada orang yang belum dikenalnya. Seharusnya, sikap yang muncul kepada mereka semua tidak jauh berbeda. Terlebih lagi jika pelakunya adalah aktivis da’wah, seorang da’i yang seharusnya memposisikan siapa saja yang dihadapinya sebagai objek da’wahnya. Dan kepada setiap objek da’wah harus dapat bersikap dengan baik. Dalam hadits Muttafaq ‘alaihi, ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam bagaimanakah yang baik?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang kau kenal maupun yang tak kau kenal.” (Muttafaq ‘alaihi).

Yah, akhirnya saya meninggalkan masjid tersebut dengan setengah malu. Melangkah menuju The Grandma sambil merenungkan perkataan yang baru saja saya dengar. Hmm... betul juga ya... padahal aku disebut orang sebagai ADK, Aktivis Dakwah Kampus, tapi ternyata seringkali lalai seperti ini. Sudah jelaslah kesalahan saya secara etika, karena dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Hendaknya orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yang duduk yang sedikit kepada yang banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam lafazh Bukhari, “Hendaklah yang muda kepada yag lebih tua.”
Saya mengendarai motor menuju tempat janjian dengan teman, sambil masih merenung dan merasa diri bodoh ..... Yuk, sebarkan salam! [ ]

Prambanan, 3 Desember 2007

Monday, December 17, 2007

'I'm No More Spiderman!'




Oleh : Cahya Herwening


Jika Anda pernah menonton film Spiderman 2, entah di bioskop atau di rumah (via DVD or VCD), maka pada pertengahan film akan ada scene dimana Peter Parker membuang kostumnya ke tempat sampah dan berkata, "I'm no more Spiderman!" ("Aku bukan lagi Spiderman!").

Sebenarnya ada apakah gerangan?

Bagaikan peribahasa "sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya akan jatuh juga", Spiderman mengalami apa yang dialami tupai. "Sepandai-pandainya Spiderman memanjat dinding, suatu saat akan gagal juga". Itulah yang terjadi. Pada scene sebelumnya, jagoan kita ini sedang memanjat dinding saat akan beraksi memberantas kejahatan, namun entah kenapa daya rekat kaki dan tangannya ke dinding serasa hilang. Tak ayal dia jatuh dari tempat yang tinggi ... bumm!!

Pada kesempatan berikutnya, Si Manusia Laba-laba melompat namun lompatannya tak sejauh biasanya. Kemudian, saat akan mengeluarkan jaring untuk berayun, tidak ada spiderweb yang keluar dari tangannya. Begitu pula manakala saat berayun, suatu saat jaringnya tidak keluar sehingga dia kembali harus terjun bebas, merasakan kerasnya lantai aspal jalanan. Ketika ada bahaya mengancam, the spider-sense is no more timbling, sehingga bahaya itu tak dapat dielakkan. Entah kenapa tiba-tiba semua kemampuannya serasa hilang.

Peter Parker bingung pada dirinya, kenapa tubuhnya rasanya tidak normal. Kenapa kemampuan superheronya sering bermasalah. Dia tidak bisa lagi memanjat dinding, mengeluarkan jaring, melompat jauh. Kemampuan fisiknya pun menurun drastis. Semua pertanyaan itu harus ada jawabannya, pikir Parker. Maka untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang mengelilingi kepalanya, dia memeriksakan diri ke dokter.

Setelah diperiksa denyut nadi, degup jantung, tekanan darah, sekaligus diperiksa darahnya, tidak ada gejala penyakit yang terlihat. Semuanya terlihat normal. Dokter mengatakan Peter tidak apa-apa. Peter heran. Kemudian dia mengutarakan keluh kesah ('teman')-nya ke dokter itu.
"Dokter, aku ... eh ... maksudku temanku bermimpi. Dalam mimpinya itu dia adalah Spiderman. Namun dia tidak bisa lagi memanjat dinding, mengeluarkan jaring laba-laba, melompat, mengangkat benda berat, kemampuannya seperti hilang. Apakah Anda tahu apa sebabnya?" tanya Parker.

Jawab dokter itu, "Kau mengatakan bahwa temanmu itu tidak bisa memanjat dinding dan menembakkan jaring seperti Spiderman? Hmm ... mudah sekali jawabannya. Karena dia bukanlah Spiderman."

Sepanjang jalan pulang dari klinik, Parker memikirkan kata-kata yang meluncur dari mulut dokter itu. Sampai di kamar kost pun dia terus memikirkannya, membayangkan apa saja yang telah menimpanya, kariernya, kekasihnya Mary Jane. Merenungkan kehidupannya yang kacau. Membayangkan, betapa enak dia jadi orang biasa. Dia tidak perlu repot mengejar-ngejar para bandit. Tidak perlu konflik dengan orang yang sangat dicintainya. Bahkan mungkin juga tidak akan kehilangan pamannya, Uncle Ben. Merasakan betapa tenteramnya hidup menjadi orang biasa.

Karena bingung, hampir putus asa, dan mengetahui kenyataannya bahwa kemampuannya telah hilang, akhirnya Parker memutuskan sesuatu yang tak tebayangkan sebelumnya. Diambilnya kostum Spidey, dibawanya menyusuri lorong di antara gedung pencakar langit, dan.... dicampakkannya kostum itu di tempat sampah yang ditemukannya. Ditatapnya sebentar ... lalu beranjak meninggalkan tempat itu sambil mengatakan, "from now on, I'm no more Spiderman..." ("mulai sekarang, aku bukan lagi Spiderman")

Bagaimana nih ... jagoan kita berhenti menjadi superhero. Trus ... siapa lagi dong yang memberantas para bandit, perampok, pencuri dan para penjahat lain? Siapa lagi dong yang akan menyelamatkan warga kota? Siapa dong yang akan melawan penjahat super macam Green Goblin, Dr. Octopus, dan juga Venom serta Sandman nantinya? Atau akan diserahkan ke The Socker, Carnage, The Lizard Mysterio atau Electro? Bah... mereka mah juga penjahat atuh! Jadi gimana dong?? [ ]

(bersambung ke: "I'm No More Spiderman!" 2)

Friday, December 14, 2007

Had I Tell You About My New Communication Gadget?

Sejak sekitar sepekan lebih (mungkin hampir dua pekan lah) ... saya telah berganti perangkat komunikasi yang menjadi kebutuhan penting aktivitas. Perangkat yang lebih baik .. lebih canggih.

Merknya sama .. cuma tipenya yang beda. Sekarang jadi berwarna, gak monochrom lagi. Trus juga udah poliphonic. Bisa GPRS juga... meski cuma versi 8. Ada infra red, meski kabarnya untuk tipe ini gak bisa berfungsi. Kapasitas phonebook HP lima kali lipat... dst. Berbagai kelebihan dibanding HP saya yang sebelumnya. Untuk jelasnya lihat gambar di samping. Coba tipe berapa tuh? :)

Dari semua kelebihan yang ada .. jadi lebih enak lah. Meski ada beberapa kelemahan lain.. yakni ngetiknya jadi lebih susah (beda sistem, lebih merepotkan) kemudian.... gak ada earphone-nya. Harus nyari sendiri kalau mau pakai earphone. Earphone sangat berguna sebenarnya .. jika sedang di jalan.. atau meminimalkan radiasi gelombang HP ke otak kita. Kalau kebanyakan ditelpon/menelpon ... bisa pusing dan sakit kepala. Makanya earphone tuh perlu.

Tapi... ini sudah sangat bersyukur, bisa pakai HP seperti itu. Alhamdulillaah.... Ya.. berkat do'a temen-temen semua, ada Mbak Yanti, Teh Dewi, Mbak Dessy .. dsb. Saya jadi bisa pakai HP yang lebih canggih nih. Meski bekas punya kakak... he...he..he...

Jazakumullahu khairan katsir.... [ ]