Tuesday, June 26, 2007

(Mantan) Anggota Sheila on 7 Nikahi Akhwat Aktivis Dakwah

Oleh : Cahya Herwening


Seorang pemain band, lebih tepatnya mantan, dari salah satu kelompok band ternama di blantika musik Indonesia menikahi seorang akhwat aktivis dakwah. Akad nikah dilaksanakan di daerah asal si akhwat, Pematang Siantar, Sumatera Utara pada Jumat 25 Mei 2007 pukul 8.00. Sedang pesta walimahan dilaksanakan di Yogyakarta, tepatnya di Grha Sabha Pramana, UGM pada hari Sabtu tanggal 23 Juni 2007, pukul 19.00 sampai selesai.
Pesta walimahan berjalan cukup meriah, dilengkapi dengan dekorasi yang cukup wah dan bermacam hidangan yang mengundang selera. Teristimewa adalah tamu yang menghadiri pesta tersebut, yang terdiri atas pelbagai kalangan. Ada para artis, khususnya teman-teman satu tim dari mempelai pria, hadir di sana Duta, Adam dan Eros bersama keluarga masing-masing. Tamu undangan lain, sanak saudara, teman dari kedua keluarga. Juga teman-teman sang mempelai wanita, yakni para ikhwan dan akhwat aktivis dakwah kampus.
Suasana pesta cukup beragam, terutama saat menikmati hidangan. Terlihat kontras antara yang berdiri dan duduk. Meski telah disediakan tempat duduk, namun tak sedikit yang melakukan standing party. Kemudian dari penampilan tamu undangan, cukup variatif mulai dari yang berpenampilan cantik dan seksi dengan tata rias yang maksimal, hingga yang berpenampilan tertutup namun anggun menggunakan baju kurung dan jilbab panjang. Yang disebut terakhir ini cukup menghegemoni suasana meskipun tidak menjadi mayoritas.
Sebenarnya siapa sih yang beruntung bisa mempersunting seorang "kunci surga" untuk mendampingi hidupnya dalam mengarungi samudera kehidupan itu? Mungkin anda sudah bisa menebak. Ya, tidak lain adalah H. Saktia Ari Seno atau lebih dikenal dengan panggilan Sakti, yang ketika masih di Sheila on 7 berperan sebagai pemain rythm guitar. Beberapa kurun waktu terakhir, sejak memutuskan keluar dari Sheila on 7, Sakti mengambil jalan 'pertapaan', mencoba mendalami keislaman dengan lebih dekat kepada nilai-nilai kesufian.
Tak berlebihan kiranya, wanita yang kini telah sah menjadi pendamping hidupnya ini disebut sebagai "kunci surga". Tiada lain namanya, Miftahul Jannah, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memang memiliki arti "kunci surga". Selain itu, wanita muslimah yang shalihah memang dapat menjadi kunci surga bagi orang tuanya, juga bagi suaminya, melengkapi setengah dari diennya dan menjadi partner dalam membina keluarga muslim, yang dari keluarga-keluarga berkarakter muslim itulah dapat terbentuk masyarakat madani. Semoga Ita, panggilan akrab Miftahul Jannah, dapat mengambil peran tersebut.
Belum jelas bagi saya, bagaimana bisa dua orang yang berasal dari latar belakang sangat berbeda dapat disatukan dalam sebuah ikatan suci ini. Rasanya agak aneh saja. Namun yang pasti ada jalur-jalur khusus disamping tentu saja merupakan sesuatu yang Allah SWT kehendaki terjadi.
Saat menyalami Sakti, ingin saya katakan kepadanya, "Hey Mas Sakti, Anda itu memperoleh seorang "kunci surga" lho. Tolong dijaga baik-baik. Hmm, kalau nanti sampai membuat beliau menangis, awas kau!!". Ehm ... ehm..., sok protektif ya....??^_^ Ya jelas lah, Ita itu merupakan salah satu mantan teman seperjuangan saya di kampus, terutama saat masing-masing masih memegang amanah di Kelompok Studi Universitas (Ita) dan Kelompok Studi Fakultas (saya). Cukup banyak forum koordinasi yang mempertemukan kami dan teman-teman lain, yang membuat kami semua sudah bagai keluarga besar. Jadi, jelas jika kami mengharapkan kebahagiaan padanya dan tidak menginginkan sebaliknya. Sayangnya, apa yang ingin saya ucapkan itu baru kepikiran beberapa saat setelah selesai menyalami mereka, he... he... he....
Tapi, mungkin tidak perlu banyak kekhawatiran ketika saya melihat rona wajah gembira pada kedua mempelai, dan juga orang tua masing-masing. Semoga menjadi tanda bahagianya keluarga mereka kelak. Dan menjadi keluarga seperti yang kami semua harapkan, salah satunya Ita yang sarjana psikologi itu mampu mempengaruhi aspek psikologisnya Sakti. Hmm.. maksude opo
Nah, apapun yang terjadi, jika ini adalah kehendak Allah SWT, maka jelaslah kami harus ikhlas. Maka kepada kedua mempelai, kami ucapkan selamat. Selamat berjuang dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh rintangan, cobaan dan hambatan. Makin jauh bahteramu meninggalkan dermaga, maka akan makin besar pula resiko bahaya yang mengancam. Semoga semua dapat diatasi dengan baik nantinya. Yang jelas, di manapun bahteramu nantinya berada, akan senantiasa ada jangkar yang telah terikat tali yang sangat kuat. Maka berpegang teguhlah pada tali itu, yakni tali Allah. Islam. Bersama pemilik tali itu sendiri Yang Maha Kuat lagi Perkasa. Tiada penolong selain Dia.
Kami mendo'akan kalian;
"BARAKALLAAHU LAKA WA BARAKA 'ALAIKA WA JAMMA'A BAINAKUMA FII KHAIIR"
Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dapat berkontribusi bagi dakwah, dan muntijah dalam menghasilkan jundi-jundi yang siap berjuang membela Islam 'tuk mengembalikan izzah.

Selasa, 26 Juni 2007
pkl. 00.50-an

Monday, June 18, 2007

Akhirnya Selesai Juga 'Urusan Kampus'ku


Dua hari yang lalu, Sabtu 16 Juni 2007, dengan adanya acara Last Moment, tuntaslah sudah 'tugas kampus'-ku alias lengser keprabon. Tugas yang dulu entah datang dari mana, tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka dibebankan di pundakku sejak kira-kira setahun yang lalu. Tugas baru yang benar-benar baru, karena sebelumnya belum pernah sekalipun, bahkan terlintas di pikiran pun tidak untuk memegangnya, karena aku pun belum pernah punya pengalaman menangani bidang itu.

Sebenarnya di bagian mana sih tugas saya itu? Pasti anda belum tahu (dan mungkin nggak mau tahu .. he... he... ^^). Tapi, meski nggak mau tahu, akan tetap saya beritahu. Ini nih ... ngurusi segala tetek bengek yang berhubungan dengan media dan opini. Hmm ... asyik dan unik juga tugas itu. Benar-benar harus belajar dari awal, dari nol. Meski kata salah seorang kakak, tugas itu nantinya akan lebih bersifat manajerial. Tapi, nyatanya tetep nggak jauh dari dunia tulis menulis, pembuatan media, pokoknya yang membutuhkan skill kejurnalistikan. Wah, bener-bener deh ... harus akselerasi. Apalagi belum menguasai kemampuan analisis media, analisis opini, dsb... dsb.... Sepertinya tugas yang sangat berat bagi orang yang non-experienced.

Tapi ada kebetulan yang tidak disangka-sangka. Beberapa waktu sebelum dapat amanah itu, saya baru sadar kalau saya suka menulis. Dan juga mulai menulis macem-macem tulisan, khususnya yang bersifat reflektif dan pengkritisan bagi kondisi dakwah. Jadi, hobi baru itu bisa dioptimalkan, terutama ketika nanti menulis artikel di media. Dan ternyata benar, berguna!

Selanjutnya ... di awal tugas, mengerjakan maca-macam konsep, perencanaan, sistem, dll. Lalu melaksanakan program realisasinya. Termasuk membuat media baru pada waktu kemudian. Hmm... ngomong-ngomong soal media baru itu, selain kontributor tulisan (banyak juga kok yang mau jadi kontributor, ya meski ada yang perlu pemaksaan juga), misalnya dari desain, lay out, produksi, dll. praktis hanya dikerjakan oleh satu orang. Apa nggak gila? Siapa coba, satu orang itu??

Yah, begitulah kira-kira perjalanan setahun ini. Banyak suka, banyak duka. Tapi lebih banyak sukanya, wong saya ngejalaninnya dengan enjoy kok, soalnya sesuai dengan minat baru sih. Saya banyak belajar dari amanah kemarin itu. Sangat banyak. Banyak sekali. Sebagian besar tidak terungkap. Mungkin. Atau saya yang tidak mau mengungkapkannya. Tidak tahu.

Tapi... sayangnya kesempatan belajar itu sudah berakhir sekarang. Dan kayaknya belum bisa mengemban amanah yang kemarin itu dengan baik. Namun yang jelas, saya bersyukur meski kalau dilihat dari hasil kerja, tidak terlalu dapat dibanggakan. Sing penting wis usaha, iyo opo ora?

Ada kenangan cukup manis juga nih, dari apa yang telah saya lakukan kemarin. Bahwa kesungguhanku dalam berjuang yang belum seberapa itu ternyata dihargai. Pas acara Last Moment itu, tanpa disangka dan diduga sebelumnya saya dikasih reward. Katanya sih, berdasarkan kriteria kedisiplinan waktu, (hampir) selalu tepat waktu saat rapat rutin, meski jarak kampus dari rumah cukup jauuuh. Itu katanya lho, soalnya saya sendiri merasa ... gak gitu-gitu amat kok. Kadang saya telat juga. Tapi.... alhamdulillaah. Paling tidak, semoga bisa menjadi satu hal yang bisa dipetik hikmahnya bagi seluruh kader, meski saya merasa saya belum layak mendapat penghargaan apapun.

Nah, setelah selesai amanah kemarin, mungkin sudah saatnya belajar di tempat lain. Apakah saya kemudian bebas dan lepas setelah amanah ini berakhir? Lari-lari di jalan sambil teriak, "Aku bebaaaasss!!!"? Tentu tidak. Saya sendiri merasa sangat tidak nyaman ketika tidak ada sesuatu yang dikerjakan, rasanya hambar dan mboseni. Sebaliknya saya merasakan kesenangan dan kepuasan jika bermanfaat bagi nilai kebaikan (entah itu orang lain, bangsa, negara, agama). Maka, saya sendiri tidak ingin lepas dari tugas dan tanggung jawab di wilayah kebaikan. Di dalam aktivitas dakwah.

Tentunya, harus segera mencari tugas baru. Tugas yang bisa menjadi perantara/pendukung pencapaian cita-cita manusia, yakni meraih jannah-Nya. Tapi itu tidak perlu dilakukan, karena sudah punya dua yang lain. Bahkan itu sudah dimulai sejak masih mengampu amanah kampus. Amanah itu ada di lingkup propinsi dan nasional ('gak usah dikasih tau ya ^^, 'gak penting!). Subhanallaah.... tempat belajar dan beramal yang baru!! Semmanggattt!!! (Saking semangatnya...^^)

[Ditulis langsung secara online, nggak dari komputer dulu. Mesti butuh edit-editan lagi nih nanti....]