Friday, July 11, 2008

Prosesi Pernikahan yang Sederhana


Oleh : Cahya Herwening


Pernikahan adalah bagian dari ibadah dalam Islam, baik sebelum, saat proses maupun sesudahnya. Sehingga mulai dari niat, orientasi, cara dan metode yang ditempuh untuk menemukan sang jodoh serta cara yang digunakan untuk melaksanakan prosesnya pun hendaknya sesuai dengan aturan dan adabnya. Aturan ini tentu saja mengacu pada aturan dari Sang Pemilik Aturan, yakni Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam artian, segala hal yang berkaitan dengan pernikahan itu disesuaikan dengan nilai-nilai syari’at Islam.

Proses pernikahan para aktivis dakwah, analog, tak juga lepas dari bagian dakwah. Baik sebelum, selama proses dan sesudahnya. Maka orientasi itu harus lurus orientasi bervisi tinggi, visi ukhrawi, dan cara pelaksanaannya harus ditempatkan setepat mungkin dalam rangka melakukan syi’ar dakwah kepada masyarakat. Pernikahan adalah sarana strategis karena di sana terjadi interaksi banyak orang, mulai dari kedua mempelai, kedua keluarga mempelai, tetangga dan para tamu yang hadir dalam pesta pernikahannya (walimatul ‘ursy).

Dalam proses pernikahan, yang menjadi salah satu titik kritis adalah pelaksanaan syukuran atau pesta pernikahannya. Sering terjadi konflik batin di sana, antara keluarga, orang-orang yang membantu acara tersebut dan para tamu. Penulis yang sering menjadi petugas sinoman (penyaji minuman dan hidangan) di kampung sering merasakan hal-hal seperti ini. Misalnya, kita tidak memahami dengan jelas seperti apa maunya si empunya acara. Banyak hal yang tidak perlu dilakukan, tapi dengan alasan gengsi atau gaya, maka harus begini begitu. Tapi tetap saja komando sering tidak jelas, bahkan para petugas cenderung sering harus memikirkan sendiri tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Padahal sering juga, sarana yang ada tidak lengkap, mulai dari alat makan dan pelengkap lainnya. Gelas yang kurang, piring dan sendok yang tidak mencukupi. Padahal tamu sangat banyak dan belum terlayani dengan baik, terkadang makanan yang disediakan kurang. Para juru masak di belakang harus bergerak cepat untuk memenuhi kebutuhan. Itupun kadang para petugas tidak kebagian jatah. Bukan karena apa-apa, namun jika secara fisik sudah terbekali sumber energi yang cukup niscaya bisa bekerja dengan lebih baik. Itu saja.

Itu sekilas yang sering terjadi di kalangan umum yang pernah penulis rasakan. Sudah acaranya kurang bermakna, merepotkan banyak orang mulai dari keluarga besar hingga masyarakat sekitar, mengecewakan para tamu sehingga yang menjadi petugas pun harus ikut menanggung malu. Tapi demi profesionalitas, tetap saja kita bekerja dengan sebaik-baiknya. Namun dengan catatan, kalau pekerjaan sudah cukup beres maka segera melarikan diri untuk pulang ke rumah masing-masing. Hehehe…. soalnya sudah cukup menanggung malu dan menahan jengkel.

Pernikahan para ikhwah aktivis dakwah hendaknya jauh dari sekilas contoh di atas. Harus ada makna yang terkandung di sana, ada hikmah yang bisa diambil, memuaskan para tamu meski acara digelar dengan sederhana, tidak merepotkan banyak orang terutama para tetangga tapi justru mereka menjadi bagian dari tamu yang tinggal menikmati acara, meski mereka juga sedikit banyak membantu acara kita. Satu hal yang perlu diperhatikan, yakni adanya syi’ar dakwah yang harus terasa di sana sehingga memberikan pencerahan kepada masyarakat bagaimana prinsip perhelatan pernikahan dalam Islam.


Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada hari Ahad 29 Juni 2008, penulis cukup merasakan adanya suasana seperti ini. Sebuah pernikahan yang sederhana, tapi bermakna dan berlangsung khidmat. Tetangga juga tidak kerepotan karena hanya sedikit yang dilibatkan dalam acara tersebut sebagai bagian dari pembantu hajatan. Meski tamu yang hadir secara kuantitas lebih sedikit dari perkiraan penulis, tapi tetap tidak mengurangi makna acara. Saat itu penulis bertugas sebagai penjaga parkir, dan melihat tamu yang memarkirkan motor tidak seberapa dibandingkan luas area parkir yang disediakan. Harapannya sih, akan banyak anak-anak kampus yang datang. Tapi karena pada saat itu dilaksanakan juga pernikahan ikhwah yang juga dari fakultas yang sama dengan mempelai pria (Kehutanan) maka kemungkinan banyak juga yang ke sana.

Acara itu adalah akad nikah dan walimatul ‘ursy-nya salah satu senior penulis dalam urusan dakwah kampus. Beliau adalah Mbak Muawanah Fatmawati (Fatma), seorang sarjana Ilmu Keperawatan UGM yang dipersunting oleh Pak Arif Rahmanullah (Iip) seorang sarjana Kehutanan. Perhelatan dilaksanakan di rumah Mbak Fatma, di Muntilan, Jawa Tengah, yang penulis tiba di sana malam Ahadnya untuk ikut mempersiapkan untuk kebutuhan ketika hari H, keesokan harinya.

Akad nikah berlangsung pada pukul delapan lebih sedikit, dilaksanakan di dalam rumah Mbak Fatma. Prosesi ijab-qabul berlangsung cukup cepat. Beberapa saat kemudian sudah masuk ke persiapan acara walimatul 'ursy-nya. Saat walimah, kedua mempelai tidak berada dalam satu tempat sebagaimana biasa dilakukan. Tidak ada tempat duduk khusus seperti pernikahan pada umumnya yang memperlakukan kedua mempelai seperti raja sehari, didudukkan dalam semacam singgasana. Namun dalam perhelatan ini, si mempelai wanita ada dalam rumah, sedangkan mempelai pria duduk bersama para tamu. Di depan hanya ada mimbar, untuk para pengisi sambutan juga khatib khutbah nikahnya.

Setelah banyak yang memberikan sambutan, baik dari perwakilan keluarga masing-masing dan dari pemerintah desa setempat, berlanjut ke khutbah nikah yang diisi oleh Ustadz Syatori Abdurrouf tentang bingkai kehidupan rumah tangga. (Tulisan ulangnya bisa dibaca di sini). Sebuah khutbah nikah yang menarik dari segi isi dan penyampaian. Sayanganya tidak menggunakan slide presentasi sebagaimana yang biasa beliau lakukan saat mengisi kajian. ^_^

Setelah khutbah selesai, masuk ke acara pestanya yakni dikeluarkannya hidangan. Tidak ada sistem prasmanan di sini. Hidangan diantar oleh para petugas sinoman, dan disajikan kepada seluruh tamu. Setelah acara selesai bersamaan dengan berkumandangnya adzan sehingga para tamu segera menuju ke masjid yang letaknya beberapa langkah saja dari lokasi tersebut.

Dari semua perhelatan pernikahan ikhwah, baru kali ini saya menemukan yang sesederhana itu. Namun, justru di sana ada makna yang terkandung, ada ruh yang terasa. Karena memang seharusnya seperti itulah pernikahan aktivis dakwah, ada fungsi dakwah di sana. Bukan sekadar melaksanakan pesta dengan mewah beserta segala hidangan lezat yang tersedia dan ambil sendiri, tanpa ada makna atau ruh yang dapat di ambil dari sana. Wallaahu a'lam. [ ]

55 comments:

  1. barakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fi khoir...

    ReplyDelete
  2. Barakallahu buat fatma.....
    Titip salam dari saya ya...kalau ketemu.

    ReplyDelete
  3. Koreksii... ^_^
    Yang bener: WA JAMMA'A
    Dengan dobel "M".

    BTW, syukron Mbak...

    ReplyDelete
  4. kayaknya postingan Antum ditulis pada saat yang tepat Pak. tahun ini bakalan jadi musim nikah .. ane banyak mendapat undangan dari temen2 akhwat, Alhamdulillah...semoga menjadi keluarga samara_aaamiin!! tumben mosting topik yang beginian Pak.. hayooo ada apa nieh?? *pengentau.com

    ReplyDelete
  5. Insya Allah... tapi Mbak SMS aja deh. Kan dah tak kasih no HP beliau ^_^

    ReplyDelete
  6. Yup.. banget!!
    Bulan2 ini masa-masa panennya ikhwah nikah. Banyak euy!!
    Mosting beginian.. ya buat bekal bagi yg mau panen dong... ^_^
    Gak ada hal khusus kok. Hehehe.. santai aja...

    ReplyDelete
  7. loh, ada hal khusus juga gak papa koq Pak...santai aja ^___^

    ReplyDelete
  8. barakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fi khoir...
    yang belum mampu puasa dulu yaa heeeeee

    ReplyDelete
  9. kalau nggak salah Pak Iip adalah kakak angkatan saya waktu SMA. beliau angkatan 1998 (kalau nggak salah) dan tinggal di Jakarta. ada pengumuman jg di milis alumni SMA saya. ternyata nikahannya di Jogja ya.. sy pikir di Jakarta...

    ReplyDelete
  10. penen diundang makan2 ya.. ihihihhih.. asikkk.... :-D

    ReplyDelete
  11. OOo.. iyya.. tentulah... asal nggak disuruh ngado aja.
    Bokek nanti.. ^_^

    ReplyDelete
  12. "wa jamma'a" Pak, "M"-nya dobel lho. Soalnya artinya jadi beda.
    Yg belum mampu.. puasa dulu juga oke. Sunnahnya kan gitu.. hehehe.

    ReplyDelete
  13. Lhoh juga.... nyatanya enggak ada tuh. ^_____^

    ReplyDelete
  14. Klo nggak salah memang iya. Setahu saya.... angkatan 1999 sih tp gak tau ding. Yup, tinggal dan kerja di Jakarta. Nikahnya nggak di Jogja, tapi di Magelang.

    ReplyDelete
  15. hihihi.. biasanya kan klw ngado patungan .. ngadonya patungan, makan2nya sendiri2 ehehehhe :D

    ReplyDelete
  16. Woo... nggak cuma patungan.
    Lebih seringnya cuma nitip nama doang. Hahaha... :D

    ReplyDelete
  17. Hmmm... ternyata bener yg 1999 ya? Oke deh... ^_^

    ReplyDelete
  18. ooo... kirain walimahan yang di purwokerto? ternyata...

    ReplyDelete
  19. btw, tumben pake foto sendiri? kayaknya kemarin ada yang bilang g blh naruh foto di mp ya?hmmm...

    ReplyDelete
  20. Dasar. Yg di purwokerto itu bukan acara walimahan. Tapi temu wilayah *****.

    ReplyDelete
  21. apa tuh yang pake bintang?maksudnya?

    ReplyDelete
  22. Siapa bilang gitu? Boleh aja kok ... asal nggak terlalu close up.
    BTW, ikhwan beda dong. Klo yg dipasang foto wanita kan biasanya bisa 'dinikmati'.
    Lha klo laki2.. kan nggak. Ya to?? ^_^

    ReplyDelete
  23. Ada deh... pokoknya nama sebuah lembaga. ^___^

    ReplyDelete
  24. buktinya? memang antum bisa menyelami pemikiran wanita? hingga bisa berkata demikian? hmmm... gini ya, wanita juga menyukai keindahan, layaknya laki2 menyukai kecantikan. so, .... ? ambil kesimpulan sendiri yak. :D

    ReplyDelete
  25. Wadhuh... ane blm bisa buktiin. Klo ditanya ttg menyelami pikiran... nggak bisa. Ane bkn Professor Xavier-nya X-Men :).
    Hmm... apakah memang begitu?
    Tapi.. apanya yg indah dari laki2?? Kayaknya nggak ada deeh... :D

    ReplyDelete
  26. huhuhu..
    kmaren jg br dateng k walimahannya senior.. standing party, susah cr tmp duduk, euy! >.<

    tp keren dah walimahannya tmen antum ntu.. can i do it too?? hmmm.. ^ngawang jauh ke depan..

    ReplyDelete
  27. Standing party? Wadhuh... parah juga tuh Ukht...
    Yg sederhana tapi bermakna memang keren.
    Insya Allah kita semua bisa mengusahakannya. Asal ada strategi u/ melakukan antisipasi, sesuai kondisi. ^_^

    ReplyDelete
  28. hua............... haru bacanya.... ada rasa yang gimana........... githu...

    indah banget ya..... seandainya******** ( hush...hush... jd mikir yg nggak2...)

    ReplyDelete
  29. Subhanallah,keren,
    ane jg pngen walimahan bertema pengajian,amìn,
    oya,antum kuliah di jurusan ap?

    ReplyDelete
  30. Hmm... dalam setiap walimahan tuh memang ada pengajiannya kan?
    (Di khutbah nikahnya maksudnya....:D )
    Sy kuliah di jurusan Teknologi Industri Pertanian.
    Klo Anti di mana?

    ReplyDelete
  31. wah jadi ingat ketika ngurus walimahn saudaraa plus tetangga, ikhwan..jadi ane repot dari ngurus mahar, seserahan, cari nasyid, nyambut tamu ikhwah2..maklum blm umum didesaku..

    ReplyDelete
  32. Ya begitulah memperjuangkan terjaganya nilai-nilai.
    Dan itu harus dilakukan untuk mengenalkan kpd masyarakat.
    Maka, pernikahan aktivis dakwah harus: ON MISSION!!!

    ReplyDelete
  33. kirain cahyo yang nikah...:D

    ReplyDelete
  34. subhanalloh, blognya pak cahya bisa dibukukan jd kado pernikahan nih. monggo pak diterbitkan

    ReplyDelete
  35. Wah.. iya kah? Tapi sepertinya belum layak soalnya belum cukup secara kuantitas, dan kayaknya kualitas juga hehehe.
    Bisa membantu? ^__^

    ReplyDelete
  36. waktu di mb fatma saya juga datang
    Subhanallah...
    baru 2 kali ini saya mendatangi pernikahan ikhwah yang 'ideal'
    pengantin putra dan putrinya tidak dipajang

    ada lagi pernikahan yang juga sederhana...
    pernikahan mb Siti Ma'rufah, Bio 02 dengan akh M. Qomari
    di dalam masjid dan ada hijabnya, yang taujih juga Ust. Syathori Abdurr Ra'uf
    Subhanallah... sangat khidmat

    ReplyDelete
  37. Wah.. keren ya...
    Nanti pengen juga seperti itu. Usadh sederhana, nggak repot, lumayan hemat, tapi mengena dan ada ruhnya.
    Semoga nanti bisa terlaksana... :)

    ReplyDelete
  38. wa...wa...almost everyone surrounds me said the same thing...Tamen yao jie hun ^____^!
    Dangran, wo ye yao jie hun...It's fitrah, deshou ^o^ !
    En, Ditunggu undangannya, minna-san...
    O-kekkon shite omedetou gozaimasu! Tebrik edler mutluluklar.....

    ReplyDelete
  39. Saya mah yang sederhana saja... Lagipula saya nggak terlalu suka keramaian...

    ReplyDelete
  40. Diskusinya seru nih.

    Saya jadi pengamat aja deh.

    ReplyDelete
  41. Waah... sama juga laah.
    Sederhana tapi mengena.
    Walimahan tuh salah satu momen dakwah yang gak boleh disia-siakan.

    ReplyDelete
  42. OK deh... Kalo buat dakwah, akan saya lakukan walau pun harus beramai-ramai...

    ReplyDelete
  43. Rame boleh juga, makin rame makin oke ^___^
    Tapi yang diundang bukan cuma yang akeh duite,
    harus juga yang kere...
    Hehehehe....

    ReplyDelete
  44. huhuhu...

    baca tulisan nie buat ana berfikir...
    klu ana nikah nanti dapat ke buat mcm tu...
    subhanallah..

    klu tempat ana ni, sanding dr pagi ke malam...
    ada band lagi...
    tukar baju paling kurang 4 pasang... kadang sampai 7 pasang...
    kenduri 7 hari 7 malam...

    erm...

    ReplyDelete
  45. Wuaahh.. pasti luar biasa borosnya itu.
    Mending untuk menyantuni anak yatim dan fakir miskin, ato buat dana dakwah.

    Mending yang sederhana saja, seperti sunnah Rasululllah SAW.

    ReplyDelete
  46. yup.. maunya jg seperti itu..

    kami pernah di marah dgn org tua bila kami katakan mau buat yg sedehana saja...

    org di sini ada satu persepsi..
    bila majlisnya x dibuat meriah...
    pasti ada sesuatu yg x kena..
    hamil misalnya..
    huhuhu...

    tp, doakan saja... minta2 persepsi itu bisa berubah...
    mungkin akak pencetusnya mungkin...
    insyaAllah...

    ReplyDelete