Thursday, August 14, 2008

Cerita di Balik Acara Nonton Bareng Film “Sang Murabbi” di Grha Wanabhakti Yasa, Yogyakarta, 7 Agustus 2008


Oleh : Cahya Herwening


Subhanallaah, antrian panjang memenuhi front desk registrasi malam itu. Cukup sulit dipercaya, sesuatu yang hampir di luar dugaan, peserta nonton bareng pada malam itu bisa sebanyak itu. Ketika acara di mulai, pengunjung sudah mulai memenuhi ruang besar itu, dan makin malam makin bertambah. Padahal, publikasi dengan pamflet tempelan hampir tidak ada, hampir sepenuhnya mengandalkan mobilisasi internal, baik MLM (mulut lewat mulut) maupun STS (SMS to SMS). Ini sungguh pertolongan Allah. Dan itu baru satu pertolongan dari beberapa pertolongan yang diberikan-Nya.

Di awal, sama sekali tidak ada bayangan untuk menggelar acara dengan konsep pelaksanaan seperti itu. Nonton bareng yang direncanakan di awal adalah acara yang dikhususkan untuk panitia Launching Pemuda Keadilan, yang menyiapkan perlengkapan dan berjaga semalam untuk keperluan launching pada pagi harinya, pada 8 Agustus 2008. Launching itu sendiri sedianya dilaksanakan di Monumen Serangan Umum 1 Maret, dekat Benteng Vredeburg, kawasan Malioboro. Karena lokasi merupakan tempat terbuka, maka jika ada nonton film harus malam hari. Maka ada ide untuk menggelarnya malam Kamis, malam sebelum launching, untuk memberikan penyegaran pada para panitia. Sekaligus mencoba men-shibghoh lingkungan di sekitar itu yang biasanya ramai oleh kemaksiatan dengan nilai-nilai kebaikan sebagaimana yang dikandung oleh film tersebut.

Namun baru beberapa hari sebelum acara launching itu terlaksana, tepatnya pada hari Sabtu, 2 Agustus, ada informasi bahwa ternyata kawasan itu (jalan protokol Malioboro) termasuk kawasan yang dilarang untuk kegiatan dalam bentuk apapun yang melibatkan partai tertentu peserta pemilu 2009. Tentu saja panitia harus segera mencari tempat pengganti. Alternatif pertama jatuh pada Museum Perjuangan, yang berlokasi di jalan arah timur dari Pojok Beteng Wetan Kraton Yogyakarta (nggak hafal nama jalannya). Pertimbangan pilihan tempat itu karena halamannya luas, dan bisa dijadikan momen untuk memperkuat kembali nilai-nilai perjuangan. Tepat sekali dengan konteks PeKa (Pemuda Keadilan) yang diharapkan menjadi para pemuda pejuang yang membela nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Malam harinya muncul gagasan untuk mencari alternatif tempat yang lebih strategis, lebih terjangkau, karena alternatif di Museum Perjuangan terkesan agak ‘terpencil’ (padahal di tengah kota ^_^), susah dijangkau, dan kurang ramai. Muncul pilihan di halaman Mandala Bhakti Wanitatama, dan ini segera dikomunikasikan ke beberapa panitia. Setelah pihak pengelola gedung dihubungi, ternyata tidak bisa memakai tempat di sana karena gedung dipakai untuk acara pernikahan dan halamannya digunakan untuk parkir. Akhirnya pilihan jatuh di Grha Wanabhakti Yasa, gedung yang telah beberapa kali dipakai untuk kegiatan jama’ah kita.

Ada konsekuensi besar manakala memakai gedung tersebut, yakni biaya sewa gedung yang selangit. Hal ini dikonsultasikan ke struktur, dan ada masukan untuk membesarkan sekalian acara itu. Acara dibuat besar, dan dibuka untuk umum. Tujuannya agar peminjaman gedung yang mahal itu tidak sia-sia dan bisa dioptimalkan untuk syiar.

Mau tak mau panitia harus melakukan penyesuaian dengan rancangan acara yang baru. Publikasi harus digencarkan, persiapan alat-alat dan sarana, dan sebagainya. Untuk publikasi, yang akan digunakan adalah spanduk dan pamflet. Lalu kebutuhan perlengkapan yang segera harus dicari adalah tikar minimal sebanyak seratus lembar, proyektor LCD sebanyak lima buah beserta layarnya, RGB link cable yang panjang, hub, dan lain-lain. Masih banyak lagi yang harus disiapkan, sehingga hampir-hampir fokus kerja panitia berubah total dari menyiapkan hari H launching menjadi hari H nonton bareng.

Tim perkap, yang menjadi penanggung jawab terpenuhinya kebutuhan alat dan perlengkapan, hampir semua anggotanya berasal dari Gunung Kidul. Praktis hanya ketua sie dan dua staf saja yang bisa bergerak karena domisilinya terbilang dekat. Maka personil dari sie yang lain harus backing up. Itupun mereka telah disibukkan oleh tugas-tugas di tiap sie mereka. Tapi semua harus bisa berjalan baik, dalam waktu sesingkat itu.

Bagaimana dengan CD filmnya? Pada awalnya, informasi yang kami ketahui adalah bahwa CD film ”Sang Murabbi” sudah dirilis pada tanggal 3 Agustus 2008. Sehingga kami berasumsi bahwa pada tanggal 7 itu kami sudah memiliki CD-nya dan memutarnya dalam acara itu. Pada tanggal 3 (Ahad) malam, DPD Sleman dikontak apakah CD filmnya sudah sampai. Ternyata, kami mendapat informasi terbaru bahwa CD film ”Sang Murabbi” baru akan dirilis, dengan kata lain baru akan dikirim ke daerah-daerah pada tanggal 10 Agustus. Wow, that’s great!! Seketika itu juga pandangan kami menjadi ’gelap’. Eh, tapi nggak sampai pingsan lho...

Dengan apapun caranya, CD ”Sang Murabbi” harus sudah ada tanggal 7 Agustus, begitu pikir sang komandan PeKa, Mas Wiwid. Bagaimana tidak, informasi sudah disebar, pelbagai peralatan sudah mudah disiapkan, blow up media juga mulai dilakukan. Apa jadinya jika acara itu tiba-tiba dibatalkan? Maka hari Senin, 4 Agustus kami coba menghubungi beberapa relasi. Misalnya Nada Nurani, sebagai salah satu distributor di Yogya, atau juga Fatih (grup nasyid) menanyakan tentang CD film itu. Ternyata memang tanggal 10 itu baru ada di Yogyakarta. Mau tak mau, pilihan terakhir, langsung mengontak pusat. Mas Wiwid menelpon DPP, melobi, menjelaskan tentang apa yang terjadi, bahwa informasi awalnya CD itu sudah rilis tanggal 3 Agustus, bahwa akan ada acara launching PeKa pada tanggal 8 bulan 8 pukul 8, bahwa informasi tentang acara sudah tersebar, blow up media sudah dilakukan, dan seterusnya. Ternyata mendapat respon positif; ”... wah, begitu ya Mas. Ya, ya, saya sepakat sekali Mas. Acara itu harus tetap berjalan. Saya akan usahakan Mas. Akan saya kontak beberapa orang terkait. Besok silakan menghubungi lagi. Insya Allah semua akan beres.” Huff... siang itu, sedikit jalan terang telah terlihat. Sorenya, penulis menyempatkan memberikan informasi pengumuman terkait acara launching dan nonton bareng, di salah satu tatsqif gabungan di Sleman yang penulis hadiri. Modal nekat saja, padahal belum pasti beres terkait urusan CD-nya. Biar saja, sekalian minta do’a pada ikhwah di sana agar agendanya bisa terlaksana.

Hari Selasa, DPP kembali dikontak, lalu kita diberikan rekomendasi untuk menghubungi langsung penanggung jawab Majelis Budaya Rakyat, Pak Yulius. Menjelaskan kepada beliau beberapa hal dan akhirnya ada kesepakatan bahwa film itu bisa diusahakan untuk acara tersebut di Yogya. Konsekuensinya adalah, harus ada jaminan keamanan film jangan sampai dalam acara tersebut ada yang merekam, lebih-lebih meminjam atau meng-copy CD-nya. Dan Pak Yulius sendiri yang akan mengawal CD itu sampai ke Yogyakarta dan menjamin keamanannya, dan direncanakan akan tiba di Yogyakarta hari Kamis waktu ashar. Wow!! Luar biasa. Ini satu-satunya di Indonesia, ada pemutaran film di daerah untuk pertama dan satu-satunya setelah launching di Jakarta dan sebelum rilis tanggal 10 Agustus. Yogyakarta memang istimewa, seperti statusnya sebagai Daerah Istimewa. He..he..he... Nah, untuk sementara urusan CD film bisa dikatakan beres.

Kepastian akan CD film membuat para panitia makin mantap dan berusaha sekuat tenaga menyiapkan segala sesuatunya. Mulai dari mencari alat-alat yang belum tersedia, mematangkan konsep acara, sistem pengamanan (koordinasi dengan tim Kepanduan), lembur untuk mengangkut dan memasang bendera (malam Rabu) dan sebagainya. Ujian datang silih berganti. Spanduk yang harusnya jadi lebih awal agak molor, maka pemasangan pun agak terlambat. Lebih parah lagi, pamflet tempelan dan bendera PeKa. Seharusnya pamflet sudah bisa terpasang minimal hari Selasa, namun hingga Rabu belum juga selesai dicetak (percetakannya bermasalah). Maka pada malam Kamis, 6 Agustus, coba diganti dengan foto copy-an dan disebar bersamaan dengan pemasangan spanduk malam itu. Jelek memang, tapi apa boleh buat, daripada tidak ada publikasi sama sekali.

Bendera PeKa (Pemuda Keadilan), yang sudah harus terpasang hari Kamis di lokasi acara pun sangat-sangat molor. Kamis pagi, 7 Agutus, ada informasi dari perkap bahwa ternyata desain yang disetor ke tempat penyablonan belum diapa-apain sama sekali!! Alasannya yang bertugas menyablon sakit, dan inipun tidak diberitahukan kepada ’bos’-nya. Coba kalau memberitahukan, maka tentu akan segera dicarikan pengganti. Tapi, ya seperti itulah yang terjadi, maka praktis jam 9 pagi itu baru mulai dibuat. Ya Allah.... tolong. Coba bayangin Frens. Sedangkan pamflet, baru siang sekitar pukul 13 jadi dan diambil, itupun hanya satu warna. ’Baguus!!’  Tapi, mau tidak mau siang itu hingga pukul 16 tetap berusaha dipasang, daripada cuma dionggokin kan mubadzir. Meski kita tahu, hal itu sudah sangat tidak signifikan. Pfiuhh....

Ba’da ashar, dengan beberapa tambahan tenaga di luar kepanitiaan, bendera PeKa di pasang di lokasi. Sound system pun dalam proses pemasangan oleh petugasnya. Layar besar yang digunakan sebagai layar utama tidak jadi dipinjam, dan cukup menggunakan dinding belakang panggung yang lebar. Jadi tidak perlu repot memasang layar utama. Sedang layar-layar kecil beserta LCD belum semuanya datang. Begitu pula tikar, belum jelas siapa yang mengambil dan dengan apa mengambilnya. Meja registrasi belum disiapkan, meski tinggal ambil di belakang. Wah, hampir kurang terkoordinasi kondisi di lokasi, karena panitia yang ada tinggal beberapa gelintir, tidak ada satu pun yang berposisi sebagai koordinator. Heran juga, pada ke mana ini, sudah jam segini kok hanya beberapa gelintir yang terlihat di lokasi? Sudah tahu sih sebenarnya, bahwa sebagian besar pada menyebar untuk mengambil alat dan perlengkapan yang belum ada. Tapi…

Adzan maghrib berkumandang. Masih juga lokasi sepi dari panitia, padahal sudah mulai malam. Perlengkapan sama sekali belum lengkap; tikar belum terpasang, LCD juga belum ada, layar pun belum terlihat. Peserta sudah mulai ada yang datang!! Ketika ditanya, katanya mereka mendapat informasi bahwa acaranya pukul 18.00. Wadhu… padahal belum ada apa-apanya nih… gimana nih?? Tenang.. tenang.. maghrib dulu, jamaah sama beberapa temen. Setelah maghrib merasa lebih tenang. Beberapa panitia sudah mulai datang. Penulis memutuskan meninggalkan lokasi karena belum mandi dan pastinya bau. Maka segera balik ke base camp (DPW) untuk bersih diri, ganti pakaian, dan shalat isya’ karena adzan dah kembali memanggil hamba Allah untuk bersujud.

Setelah isya’ segera berangkat kembali ke lokasi dan … subhanallah, tikar sudah gilar-gilar tergelar di lantai ruang dalam. Proyektor LCD sudah terpasang plus layarnya, sebagian tengah diset oleh panitia. Alunan musik selingan sudah pula terdengar. Antrian peserta … wuihhh … pwanjaaang!!! Sebegini cepatnya kondisi berubah. Semuanya telah siap, dengan jumlah peserta yang membludak. Tinggal memulai jalannya acara kini. Justru di situ sedikit masalah berikutnya, siapa MC-nya? Kesibukan mempersiapkan perlengkapan agaknya membuat agak terlalaikan dengan jalannya acara itu sendiri. Di awal MC sudah ditentukan yakni Irwan dan Fitra. Tapi ternyata yang tahu kalau jadi MC baru Irwan, itupun baru saja. Oh noo!! Tampaknya Allah menghendaki penulis untuk turun tangan langsung. Maka tanpa ragu penulis menawarkan diri menjadi MC di acara malam itu. Hmm.. kalau dipikir-pikir, itu pengalaman pertama penulis menjadi MC untuk acara sebesar itu, dadakan lagi!! Bayangkan, debutan plus dadakan, apa jadinya nanti?

Segera kami berdua berkoordinasi tentang apa yang akan dibawakan nanti. Agar kompak, pikiran kami harus melebur menjadi satu, kami harus sehati. Beberapa saat belum bisa dimulai karena masih menanti yang akan memberi sambutan, yakni mas’ul dakwah DIY, Ust. Sumiyanto. Setelah beliau hadir, maka acara segera kami mulai. Pembukaan, kemudian tilawah keren oleh akh Shafwan yang bersuara indah, disusul sambutan oleh Ust. Anto, lalu taujih oleh Ust. Cholid Mahmud yang membuat beberapa hadirin meneteskan air mata. Walah… sambutan dan taujihnya kepanjangan, kasihan yang akhwat nanti makin kemalaman pulangnya. Setelah itu masuk ke acara inti, pengantar film oleh Pak Yulius dan pemutaran filmnya. Antusiasme peserta terlihat malam itu. Mereka terbawa alur cerita filmnya, misalnya tertawa dengan beberapa adegan lucu, bertepuk tangan terhadap beberapa hal yang memang patut dipuji. Beberapa hal lain yang juga terlihat dapat menjadi bahan analisis sosial terhadap kader. Kata seorang teman, “wah … sulukiyah kader muncul semua….”

Meski agak tersendat di awal (CD error dikiiit), pemutaran film berjalan lancar hingga selesai. Selesainya film disambut dengan tepuk tangan yang riuh. Banyak peserta yang mengakui bahwa film itu memang keren. Tentunya panitianya nggak kalah keren dong, he..he..he… meski sekali lagi, itu karena pertolongan Allah swt. Betapa tidak, acara itu hampir saja tidak terlaksana. Pak Yulius bercerita, bahwa sebenarnya dia kehabisan tiket pesawat satu-satunya yang sampai di Yogya sebelum acara. Tempat duduk telah penuh. Namun pihak maskapai penerbangan mengatakan masih bisa menambah penumpang lagi. Maka jadilah satu kursi lagi dipasang sehingga bisa mengangkut Pak Yulius hingga ke Yogyakarta. Subhanallaah…. Allaahu akbar!!!! [ ]

27 comments:

  1. subhanallah sampai segitunya yah perjuangan para panitia...

    Jadi termotivasi neh untuk berjuang lebih baik lagi dalam acara atin nanti.Semangat2...!!!

    ReplyDelete
  2. Ya... panitian lumayan pontang-panting.. ^___^
    Oke, semoga acaranya sukses. Smangat!! Smangat!!!

    ReplyDelete
  3. Bisa beli di Nada Nurani.
    Klo mau pesen via DPW (insya Allah lebih murah), bisa melalui:
    mas Wiwid (085228974550), atau sy sendiri 085737177511
    ^____^

    ReplyDelete
  4. Oiya... Pak Yulius muncul lho, sekilas di akhir-akhir film itu.
    Ciri-cirinya:
    - bertopi
    - pakai kemeja warna ungu
    - bawa tas
    - bersalaman dgn 'Ust. Rahmat'

    ReplyDelete
  5. Insya Allah dijual bebas. Ada agennya di beberapa kota. Klo di Yogyakarta, di Nada Nurani insya Allah ada. Klo kota lain blm tau di mana.

    ReplyDelete
  6. mz, punya sopt kopi pilmnya gag?mau dunk
    hehehe

    ReplyDelete
  7. waaa, jadi ga sabar buat nonton juga... lagi nunggu distribusi nih... tapi saya ga beli,,, cuma mau minjem, hehe

    ReplyDelete
  8. Yaah... nggak perlu deh kayaknya...
    Khawatirnya nanti CD-nya pada nggak laku.
    Hehehe... :D

    ReplyDelete
  9. Klo boleh minjem (temannya bisa dipinjemi) ya silakan aja Mbak ^___^

    ReplyDelete
  10. cari aja review nya di google, wahyu... kali aja ada. :D

    ReplyDelete
  11. Cuma mungkin... kayaknya nggak ada yg sempet mbuat reviewnya deh... ^____^

    ReplyDelete
  12. ohh bukan di bioskop ya? lewat cd aja?

    ReplyDelete
  13. Ya... CD-nya diputar pke laptop dan disorot dengan proyektor ke layar yang gedhe.
    Mirip bioskop gitu lah Bunda ^____^

    ReplyDelete
  14. wah wah seru amat nih cerita di balik layarnya. he. he..

    ReplyDelete
  15. Aslm. Oo antum yang jadi panitianya, semoga Allah balas kerjanya dengan yang lebih baik. Kalau ana jadi peserta, Alhamdulillah ana tinggal duduk tenang tidak usah pontang-panting.Ana tidak sempat nonton di Pekan Tarbiyah Jakarta (pemutaran perdananya), jadi nonton di Kampus IPB.

    ReplyDelete
  16. Wa'alaykumussalaam Ukht..
    Hehehe.. ya kira2 begitu. Tapi.. jauh lebih seru klo jadi panitia, sekaligus peserta juga ^___^
    Amiin, semoga do'anya terkabul. Jazakillaahu khairan...

    ReplyDelete
  17. wah agak panjang.. saya copy dulu aja ya.. commentnya kapan2.. hehe :D

    ReplyDelete
  18. Weee...
    Oce deh.. rapopo.. sing penting nanti kasih comment ^___^

    ReplyDelete
  19. maksudku gak diputer di bioskop2 gitu...kaya aac...

    ReplyDelete
  20. Insya Allah akan diputar di bioskop2. Tapi butuh dana 1 milyar Bunda. Jadi perlu maksimasi penjualan VCD dan DVD untuk mencukupi kebutuhan dana itu. Gitu Bunda. ^___^

    ReplyDelete