Wednesday, December 31, 2008

POLITIK ISLAM DALAM SIRAH NABAWIYYAH

Oleh : Ari Abdillah

"Muhammad telah membangun dalam waktu bersamaan: agama (a religion) dan negara (a state). Dan batas-batas teritorial negara yang ia bangun itu terus terjaga sepanjang hayatnya." ( Prof. C. A. Nallino).


Menurut Ust. Farid Nu’man, politik atau siyasah-سياﺴﻪ berasal dari kata ساس saasa, yang artinya mengatur, menjaga, memelihara, dan mengurus, sesuai dengan konteks kalimatnya. Dari sini dapat kita pahami bahwa siyasah adalah salah satu upaya untuk membimbing, mengatur, memelihara dan menjaga manusia. Seperti kata Imam Al Ghazali “Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar, agama sebagai pondasi dan kekuasaan sebagai penjaga. Sesuatu tanpa pondasi akan runtuh dan sesuatu tanpa penjaga akan lenyap”. Itulah kenapa Nabi Muhammad saw mendirikan negara Madinah, tidak lain adalah untuk menjaga keberlangsungan dakwah, keamanan dan eksistensi kaum muslimin dari teror kaum Quraisy. Jadi tidak ada alasan untuk tidak berpolitik bukan? Tentunya dalam bingkai siyasah syar’iyyah (politik yang syar’i) yang acuannya adalah Al Qur’an, As Sunnah, sirah nabawiyah, ijma’ dan itjihad ulama.


Fiqh Siyasah
Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa “Maa laa yatimmul waajib illa bihi, fahuwa wajib” (jika tidak terlaksana perkara yang wajib itu sehingga ada perkara yang membuat ia terlaksana, maka perkara tersebut juga menjadi wajib). Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa syariat Islam itu wajib ditegakkan, maka semua perkara yang menuju tercapainya penegakkan syariat itu juga wajib. Syariat Islam dapat tegak dengan kekuasaan, kekuasaan dapat dicapai melalui sistem politik, jadi berdakwah ke ranah siyasi adalah keniscayaan. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan dan kebebasan beragama kaum muslimin dalam sebuah negara. Agar kebatilan dan ketertindasan terhadap umat Islam seperti zaman orde baru (pelarangan jilbab, penangkapan aktivis Islam, dll.) tidak terulang kembali.

Seorang khalifatul rasyid, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, “kebatilan yang tidak dapat dihilangkan dengan kitabullah, akan Allah hilangkan melalui tangan penguasa”.

Hal senada disampaikan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Siyasah Syar’iyyah; “Wajib diketahui bahwa penguasaan terhadap urusan umat, termasuk kewajiban agama terbesar, bahkan agama tidak akan tegak tanpa adanya penguasaan terhadap urusan umat ini”.

Selain Ibnu Taimiyah, banyak ulama kita yang membicarakan masalah politik dan kenegaraan dalam kitab-kitab mereka, sebutlah Imam Al Mawardy dengan kitabnya Ahkamus Sulthaniyah, Thuruq al Hukmiyah oleh Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah, Min Fiqh Daulah karya Yusuf Qaradhawy dan lain-lain. Artinya imam kita sangat perhatian terhadap masalah politik dan kenegaraan. Perlu diingat bahwa politik bukan tujuan akhir, karena politik hanyalah sarana (wasilah). Dalam bahasa lain ia adalah pelayan dakwah untuk menegakkan kalimatullah dalam ranah publik.


Fase Kenabian
Fase ini merupakan fase pertama dalam sejarah Islam. Yaitu dimulai semenjak Rasulullah Saw memulai berdakwah mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT hingga meninggalnya beliau. Era ini paling baik jika kita namakan sebagai fase "kenabian" atau "wahyu". Karena fase itu memiliki sifat tertentu yang membedakannya dari fase-fase yang lain.

Fase ini terbagi menjadi dua masa, yang keduanya dipisahkan oleh hijrah. Kedua fase itu tidak memiliki perbedaan dan kelainan satu sama lain. Bahkan fase yang pertama merupakan fase yang menjadi titik tolak bagi fase kedua. Pada fase pertama, embrio 'masyarakat Islam' mulai tumbuh, dan telah ditetapkan kaidah-kaidah pokok Islam secara general. Kemudian pada fase kedua bangunan 'masyarakat Islam' itu berhasil dibentuk, dan kaidah-kaidah yang sebelumnya bersifat general selesai dijabarkan secara mendetail. Syari'at Islam disempurnakan dengan mendeklarasikan prinsip-prinsip baru, dan dimulailah pengaplikasian dan pelaksanaan prinsip-prinsip itu seluruhnya.

Dalam kitab/buku Manhaj Haraki karya Syaikh Munir Muhammad Ghadhban menjelaskan bahwa langkah politik kaum muslimin secara umum terbagi dalam lima tahapan berikut:
1. Sirriyatu Ad-da’wah wa Sirriyatu At-tandzim (Dakwah secara tertutup dan Struktur organisasi tertutup).
2. Jahriyatu Ad-da’wah wa Sirriyatu At-tandzim (Dakwah secara terang-terangan dan Struktur organisasi tertutup).
3. Iqamatu Ad-Daulah (Mendirikan Negara).
4. Ad-Daulatu wa Tastbitu Da’aimiha (Pemantapan sendi-sendi Negara).
5. Intisyaru Ad-Da’wati fil Ardhi (Menebarkan dakwah keseluruh dunia).

Jika kita kaji secara mendalam pada tahap Sirriyatu Ad-da’wah wa Sirriyatu At-tandzim ini. Dakwah dan struktur organisasi yang tertutup atau secara sembunyi-sembunyi dilakukan sejak Muhammad diutus sebagai Rasul ketika di Gua Hira’ sampai turun wahyu Asy-Syu’ara ayat 214:”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. Nabi Muhammad SAW. melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi karena ingin menjaga keamanan kaum muslimin dan menghindari intimidasi dan teror dari kafir Quraisy.

Selanjutnya pembinaan secara rutin oleh Rasulullah dilakukan dirumah Al-Arqam bin abu Al-Arqam. Dimana pertemuan (liqo’at) ini sangat jauh dari keramaian kota Makkah, tepatnya disekitar bukit Shafa, sehingga kemungkinan kecil dapat diketahui oleh mata-mata kafir Quraisy. Fase ini mengajarkan kita tentang pentingnya konsep Sirriyatu At-tandzim dalam gerakan dakwah dan pentingnya amniyah (kerahasiaan) dalam liqo’at (pertemuan) pekanan yang kita lakukan. Hal ini untuk menjaga kemungkinan upaya makar dari musuh-musuh Islam yang mungkin saja terjadi.

Fase Jahriyatu Ad-da’wah atau dakwah secara terang-terangan dan terbuka ini dilakukan oleh Rasulullah kepada para kerabat dan sahabat terdekat terlebih dahulu. Oleh karena itu dakwah pada fase ini akan membuka peluang penentangan, intimidasi dan teror oleh kafir Quraisy secara lebih keras. Fase ini berakhir pada tahun kesepuluh setelah kerasulan.

Pada tahap Iqamatu Ad-Daulah atau mendirikan negara, Rasulullah beserta kaum muslimin mencari lahan baru untuk berdakwah dan mencari upaya perlindungan (suaka politik) di luar Makkah, yaitu hijrah ke kota Habasyah dan Tha’if. Selain itu juga peristiwa bai’at Aqabah pertama dan kedua dari kaum muslimin yang berasal dari Madinah. Bai’at Aqabah pertama berjumlah 12 orang laki-laki dari Aus dan Khazraj. Pada bai’at Aqabah kedua berjumlah 73 laki-laki dan 2 orang wanita. Setelah bai’at Rasulullah meminta dipilihkan 12 orang perwakilan pemimpin yang mewakili kaumnya dari Aus dan Khazraj. Dari 12 orang inilah struktur Negara Madinah mulai dibangun sampai akhirnya Rasulullah hijrah ke Madinah.

Fase awal di Madinah setidaknya ada lima langkah yang dilakukan oleh kaum muslimin. Pertama, membangun masjid. Kedua, mengikat jalinan ukhuwah antara kaum Anshar (penduduk asli Madinah) dengan kaum Muhajirin (pendatang dari Makkah). Ketiga, melakukan perjanjian dengan seluruh lapisan masyarakat Madinah melalui piagam Madinah. Keempat, terlibat dalam perdagangan di pasar untuk membangun interaksi dan basis sosial dengan masyarakat Madinah secara lebih luas. Kelima, mempertahankan eksistensi Negara Madinah dari serangan kaum musyrikin dan munafikin. Fase ini berakhir pada tahun kesepuluh Hijriah.

Fase Ad-Daulatu wa Tastbitu Da’aimiha (Pemantapan sendi-sendi Negara) dimulai setelah kaum muslimin memenangi pertempuran Khandaq, peristiwa Fathu Makkah dan berakhir pada saat perjanjian Hudaibiyah. Selanjutnya masuk pada fase Intisyaru Ad-Da’wati fil Ardhi (Menebarkan dakwah ke seluruh dunia). Tahap ini mapan setelah wafatnya Rasullulah saw. Dimana kekhalifahan Islam mampu melumpuhkan dua imperium dunia kala itu yaitu imperium Romawi dan Persia.

Ikhwah fillah, perlu kita pahami bahwa berakhirnya masing-masing fase merupakan permulaan terhadap fase berikutnya. Ringkasnya, siyasah (politik) dengan pemahaman dan paradigma di atas adalah salah satu kewajiban terbesar dalam menegakkan pilar-pilar agama. Masihkah kita ragu melaluinya? Atau bahkan alergi untuk sekadar memikirkanya? Kita sendiri yang harus menjawabnya!


Menjawab Tantangan Zaman
Betapa peran aktif kita untuk turut memperbaiki kondisi umat saat ini, sangat diperlukan. Tantangan dan tuntutan zaman yang terus berubah, membuat kita harus lebih bisa memahami yang dibutuhkan oleh zaman. Artinya di sanalah dituntut kecerdasan kita dalam melihat peluang dan potensi, kepekaan kita terhadap kondisi, serta keberanian kita untuk berinisiatif dan berinovasi. Semua itu tidak lebih, agar kita semakin mampu dan yakin bahwa dakwah adalah motor besar kaderisasi dan perubahan. Dakwah harus pandai-pandai untuk mengkreatifi zaman. Mengelola dakwah menjadi lebih baik sesuai asholah-nya, dengan tidak mengesampingkan kebutuhan akan zaman adalah sebuah keniscayaan.

Kita perhatikan wasiat Hasan Al Banna:
Saudaraku.....
                Janganlah engkau putus asa, karena putus asa bukanlah akhlak seorang muslim. Ketahuilah bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin dan impian hari ini adalah kenyataan hari esok. Waktu masih panjang dan hasrat akan terwujudnya masih tertanam dalam jiwa masyarakat kita, meski fenomena kerusakan dan kemaksiatan menghantui mereka. Yang lemah tidak akan lemah sepanjang hidupnya dan yang kuat tidak akan selamanya kuat”.

Putaran waktu akan memperlihatkan kepada kita peristiwa-peristiwa yang mengejutkan dan memberikan peluang kita untuk berbuat. Bukankah kemenangan selalu muncul di celah sejarah? “Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, Sungguh akan Kami tunjukan jalan-jalan Kami”. (Qs. Al Ankabut: 59).

Ikhwah Fillah, inilah saatnya menorehkan tinta emas dalam potongan sejarah dakwah di Indonesia. Mencoba mengimplementasikan rasa ikhlas, memaknai pengorbanan, merajut ukhuwah dan amal jama’i serta menunjukkan sikap istiqamah dan pantang menyerah. Dan biarlah Allah dan rasul-Nya yang akan memberikan penilaian dan saksi atas usaha yang telah kita lakukan. Semoga rahmat dan berkah Allah senantiasa tercurah atas diri kita dan jamaah dakwah ini. Sesungguhnya kehidupan ini hanya milik-Nya, hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan perlindungan.

Wallahu a’lam bish showwab.
Jazakumullah khoiron katsira.***

3 comments:

  1. risalah kenabian ya? subhanallah, jadi keingetan belum nyelesein baca bukunya pak syafi'i antonio, Muhammad super leader super manager :D , bagus analisisnya, penjabaran ttg segala yang dlakukan nabi Muhammad pd masa kenabian, sampai anlisisnya untuk bisa diterapkan dimasa sekarang. ^^ (lanjutin baca bukunya ntar aja aaah... kalo udah selese ujian... hehehe... )

    ReplyDelete
  2. wah..alhamdulillah tambahan ilmu nih,,akhirnya.. antum nulis ttg politik Islam, minta izin nyomot bwt tmbahan referensi skrips ya..nuhun pisan.

    ReplyDelete
  3. Wuehehe.. itu mah tulisan temen sy pas masih di kampus, yang dimuat dlm media Inspiratif, medianya DK UGM.
    ^__^

    ReplyDelete