Saturday, March 22, 2008

ADAB BERINTERAKSI DENGAN IKHWAH

Mengenal Ikhwah Du’at dengan Ma’rifah yang Sempurna dan Sebaliknya.

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara” (Al Hujurat:10).

 

Ukhuwwah, setelah generasi pertama ummat Islam berlalu, telah hanya menjadi kata-kata penghias bibir kaum muslimin dan khayalan belaka di benak mereka, sampai kita datang dengan ukhuwah islamiyahnya. Kita telah berusaha menerapkannya di kalangan kita dan menginginkan kembalinya ikatan ummat yang saling bersaudara dengan jiwa ukhuwah islamiyah. Memang untuk meng- ukhuwah islamiyah-kan masyarakat, kita harus mewujudkan dahulu dalam kalangan kita sendiri.

 

Ikhwah berarti saudara sedarah, sekandung. Setiap mu’min kita jadikan sebagai saudara sekandung, lebih dari sekedar teman kerabat. Rukun ukhuwah adalah ta’aruf, tafahum dan takaful. Ta’aruf yang sempurna adalah dengan mengenali seluruh jati dirinya; fisik, pola berpikir (baca: fikroh), dan jiwanya. hendaknya kita tidak lalai dalam hal ini, sebab akan dapat membawa resiko. Pernah dalam suatu acara mukhoyyam ikhwah, ketika sedang mengadakan perjalanan yang panjang di malam hari melewati bukit-bukit berbatu, jurang yang dalam, menyeberangi sungai nan deras, seorang ikhwah “hilang” dari barisan Setelah cukup lama, peserta baru sadar ada satu anggota yang “hilang”. Pemandu segera menyusur balik dan akhirnya ditemukan. Usut punya usut ternyata ikhwah yang tertinggal tersebut mempunyai penyakit rabun senja. Untunglah dengan izin Allah SWT al-akh tsb selamat, tak masuk jurang.

 

Demikianlah satu akibat jika kita tak pernah mengenali ikhwah kita sendiri (fisiknya). Dan mungkin al akh yang menderita sakit tersebut sebelumnya juga tak pernah mengenalkan dirinya kepada ikhwah lainnya. Untuk itu bersegeralah mengenali ikhwah sedini dan sesempurna mungkin, sebaliknya kita juga mengenalkan diri kita kepada ikhwah. Selanjutnya tafahum dan takaful akan terwujud serta membentuk bangunan yang kuat seiring dengan kadar soliditas ukhuwah kita.

 

Adabut Ta’amul Ma’al Mas’ul (Ketua/Pimpinan)

Dalam da’wah seorang pemimpin mempunyai hak orang tua dalam hubungan ikatan hati, dan ustadz dalam hubungan memberikan ilmu. - Seperti halnya seorang syaikh dalam hubungan tarbiyah ruhiyah. - Menjadi pemimpin dalam hubungan dengan kebijakan politik bagi da’wah secara umum dan da’wah kita menghimpun seluruh nilai-nilai ini.

 

1. Taat,

Yaitu melaksanakan perintah dan merealisasikannya dalam kondisi semangat atau malas dan dalam kondisi sulit ataupun mudah. “Wajib atas seorang muslim mendengar dan taat, dalam keadaan senang maupun benci, kecuali perintah untuk maksiat, karena tak ada ketaatan terhadap makhluq dalam bermaksiyat kepada Allah” (HR. Muslim).

 

Jama’ah, dalam merealisasikan tujuannya pastilah membutuhkan jundi yang taat dan memahami akan tuntutannya. Ingatlah juga syurut tajnid Asy Syahid Hasan Al Bana; faham, ikhlash, amal, jihad, pengorbanan, taat, tajarrud, tsabat, ukhuwwah, tsiqoh. Tuntutan demikan amatlah logis dan tidak mengada-ada. Organisasi jahat kaliber internasional pun menuntut hal yang identik demikian, bahkan kadang tidak logis. Para agen Mossad Yahudi bahkan tak segan-segan untuk membunuh anggotanya jika terbukti berkhianat.

 

Jama’ah da’wah tidaklah demikian, orang boleh masuk dan tak akan menahan yang mau keluar darinya. Masing-masing akan memetik buahnya sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Jama’ah kita mempunyai tujuan yang amat mulia, perjuangannya melibatkan antar generasi dalam rentang waktu yang tak terbatas, menegakkan kalimattullah hiyal ‘ulya sampai dunia ini musnah. Hanya tentara Allah SWT sajalah yang mampu menegakkannya, bukan orang yang leda-lede.

 

2. Tsiqoh,

Yakni tentramnya jiwa dengan seluruh yang keluar darinya. Ibarat seorang tentara yang merasa puas dengan komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan yang mendalam yang menghasilkan rasa cinta, penghargaan, penghormatan serta ketaatan. “Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka esuatu keberatan terhadap sesuatu keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An Nisa’ (4):65).

 

Pemimpin adalah unsur penting dalam dalam da’wah; tak ada da’wah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqoh yang timbal balik antara pemimpin dengan yang dipimpin menjadi neraca yang menentukan sejauhmana kekuatan sistem jama’ah, ketahanan khthithah-nya, keberhasilannya mewujudkan tujuan, dan ketegarannya menghadapi tantangan. Tsiqoh kepada pemimpin adalah segalanya dalam keberhasilan da’wah. Untuk mengetahui kadar ke-tsiqoh-an dirinya terhadap mas’ul-nya bertanyalah kepada diri sendiri dengan tulus mengenai beberapa hal sbb: - Sejauhmana mengenal mas’ul tentang riwayat hidupnya

- Kepercayaan terhadap kapasitas dan keikhlasannya.

- Kesiapan menerima perbedaan pendapat dengan mas’ul, dan mas’ul telah memberi perintah dan atau larangan yang berbeda dengan pendapat kita.

- Kesiapan meletakkan seluruh aktivitasnya dalam da’wah, dalam kendali mas’ul.

 

3. Minta izin,

Jama’ah mengetahui segala kondisimu dan selalu ada hubungan ruh dan aktivitas dengan jama’ah. Sebenarnya bergerak dalam suatu jama’ah adalah tugas, tanggung jawab, amanat yang harus dipikul oleh pemimpin beserta seluruh anggotanya. Kesemuanya harus terkoordinasi rapi ibarat sebuah bangunan yang kokoh bershaf-shaf. Tidak boleh saling menelantarkan, berperilaku bahaya dan saling membahayakan. Tidak menyempal dari jama’ah atau hilang dari “peredaran” jama’ah dalam kurun waktu tertentu. Harus ada jalinan komunikasi yang efektif serta terus menerus ber-musyarokah.

 

Asy Syaikh Musthafa Masyur pernah memberi taujihat yang luar biasa: “Mutu jama’ah tergantung dari mutu harokah (gerakan), mutu harokah tergantung dari mutu musyarokah (berserikat), mutu musyarokah tergantung dari mutu muhawaroh (komunikatif, saling keterbukaan), dan mutu muhawaroh tergantung dari bagaimana mutu ukhuwahnya”.

 

4. Memuliakan mas’ul.

Memuliakan, menghormati mas’ul tidak semata-mata didasarkan kepada diri mas’ul, tetapi karena dirinya dipandang sebagai lambang jama’ah yang mengibarkan bendera Islam untuk menyerukan hidayah ke ummat manusia. Setiap gerakan yang merugikan kedudukan pemimpin akan merusak citra dan keutuhan jama’ah.

 

5. Merahasiakan nasihat.

Di antara sifat mu’min adalah suka nasihat menasehati dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran. Ketinggian kedudukan mas’ul tidak boleh menjadi penghalang untuk itu, dalam rangka untuk memperbaiki amal dan menghindarkan hal-hal negatif. Tidak boleh merasa berat dalam memberi nasihat, begitu juga mas’ul harus lapang dada, dan bersyukur dalam menerimanya.

“Ad dien itu adalah nasihat. Kami bertanya, ‘untuk siapa?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagi Allah, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan orang orang awamnya” (HR. Muslim).

Adapun adab yang harus kita jaga dalam memberi nasihat kepada mas’ul adalah dengan memilih ketepatan suasana dan cara. Paling tidak ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, berilah nasihat dalam bentuk yang paling baik, dan nasihat tersebut hendaknya diterima menurut bentuknya. Kedua, dengan menasihatinya secara diam-diam berarti telah menghormati dan memperbaikinya. Sebab jika kita menasihatinya dengan cara terang-terangan di hadapan orang banyak, seolah kita telah mempermalukan dan merendahkannya. Ketiga, tatkala memberi nasihat maka hati/niat kita tidak boleh berubah walau sehelai rambut pun. Tidak merasa lebih mulia, tidak menggurui sehingga menjadikan obyek seolah-olah seorang pesakitan yang penuh dengan kekurangan. Rasa cinta dan hormat kepadanya tak bergeser sedikitpun

 

Adabut Ta’amul Ma’al Muayyid (Pendukung) / Junud (Prajurit)

1. Tawazun dalam menilai/memuji, mereka bukanlah segalanya sampai tak menghiraukan yang lain, dan tidak pula meremehkan mereka sehingga kita jadikan mereka sebagai kasta rendah tak bernilai.


2. Mendahulukan yang terpenting dari yang penting, dan permulaan yang terbaik adalah menempatkan aqidah dalam hati


3. Sedikit dalam nasihat.


4. Menghindari cara menggurui, meskipun dengan argumen yang jitu.


5. Hindari jawaban langsung atau kritik pedas


6. Hati-hati dari penyia-nyiaan potensi dengan penyembuhan/membuang urusan-urusan yang sepele atau debat yang tak bermanfaat.


7. Menganggap mereka (mad’u) cerdas dan berilmu, maka jangan terlalu memperpanjang dalam menjelaskan yang aksiomatik (badihiyat).


8. Setiap ucapan ada tempatnya, setiap tempat ada perkataannya, “khotibun naas ‘ala qodri ‘uqulihim “ (maka sampaikanlah pada manusia menurut kadar akalnya).


9. Mempelajari kondisinya dan mengetahui akan halnya: Jangan mencacinya apabila terlambat dari kegiatan Jangan memaksanya ke dalam pekerjaan tertentu Jangan membebani melebihi kemampuan


10. “Membina tidak cukup sehari semalam”.


11. Jadilah qudwah baginya dalam segala sesuatu (“amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” Ash Shoff: 3) 12. Terus menerus dalam menda’wahi sampai tampak hasilnya.

 

Adabut Ta’amul Ma’al Ikhwah (Saudara-Saudara Seperjuangan)

1. Husnudzon dan memohonkan maaf pada mereka

 

2. Menampakkan cinta dan menahan marah serta dendam karena kelalaian mereka

“Janganlah kamu meremehkan perbuatan ma’ruf sedikitpun, walaupun sekedar menunjukkan wajah yang berseri ketika bertemu dengan saudaramu” (HR.Muslim)

 

“…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Ali Imron:134)

 

Manusia adalah tempatnya salah dan lalai. Baik diri kita maupun saudara kita tak luput dari sifat itu. Adalah tidak adil jika kita memarahi saudara, apalagi memutuskan hubungan dengannya ketika lalai. Justru yang paling baik adalah dengan menesihatinya. Setinggi-tinggi martabat pergaulan adalah dengan tetap menjalin kasih sayang baik ketika lalai maupun ingat. Seperti itulah salah satu ciri kehidupan masyarakat muslim.

 

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” (Al Fath:29)

 

Bahkan kadang kala kecintaan itu kita ikrarkan. Abu Kuraimah bin Ma’diy Karib Ra berkata; Bersabda Rasulullah SAW: “Jika seorang mencintai saudaranya, maka beritahukanlah kepadanya bahwa ia mencintainya karena Allah” (Abu Dawud). Sedangkan anjuran untuk menahan marah cukuplah nasihat Rasulullah SAW ketika seseorang datang kepada beliau dan berkata: “Nasihatilah saya”, kemudian Nabi SAW bersabda: “Jangan marah”, kemudian orang itu meminta mengulangi nasihat lagi, jawab Nabi :“Jangan marah” (HR Bukhari). Marah itu menghimpun berbagai kejahatan dan setiap kejahatan membawa dosa, sedangkan menahannya adalah menangkal dosa yang berarti memetik pahala surga. Muadz bin Anas berkata: Bersabda Rasulullah SAW: ”Siapa yang menahan marah padahal ia mampu memuaskannya, maka kelak di hari qiyamat Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluq, kemudian disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi).

 

3. Mendo’akan mereka ketika ghaib.

“Mintalah ampun untuk dosamu sendiri dan untuk kaum muslimin lelaki dan perempuan” (Muhammad: 19)


Wujud ukhuwah Islamiyah yang telah dibina Rasulullah SAW ketika periode hijrah sangat nyata, bukan seruan bibir semata. Mereka saling mengutamakan kebutuhan saudaranya yang baru dibina itu Mereka saling memberikan harta bahkan jiwanya untuk sebuah persudaraan karena Allah SWT. Mereka juga memberikan do’anya.

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman” (Al Hasyr: 10)

 

Abu Darda’ RA berkata, bersabda Rasulullah SAW: “Do’a seorang muslim untuk saudaranya di luar pengetahuan yang dido’akan itu do’a yang mustajab, di atas kepala orang yang berdo’a itu ada Malaikat yang ditugaskan supaya tiap ia berdo’a baik untuk saudaranya itu supaya disambut: amin wa laka bi mitslin (semoga diterima dan untukmu sendiri seperti itu)” (HR. Muslim).

 

4. Mengakui pertolongan mereka baik dalam senang atau duka sebagai ungkapan bahwa kekuatannya (baca:kita) tidak mungkin bergerak sendiri dalam kehidupan.

 

5. Tidak suka mencelakakan mereka dan bersegera untuk menghilangkannya/ menolak.

 

6. Saling menolong, “tolonglah saudaramu baik saat mendzolimi atau saat terdzolimi, yaitu dengan mencegahnya”.

 

7. Mempermudah urusan-urusan yang sulit.

Salah satu dari ciri seorang muslim adalah suka mempermudah segala urusan yang dialami saudaranya. “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesulitan” (Al Baqarah:185) “Ajarilah olehmu dan mudahkanlah olehmu dan jangan kamu mempersulit, dan jika salah seorang di antara kamu ada yang marah, maka hendaklah kamu diam” (HR. (Bukhari). Dari Ummul Mu’minin RA: “Jika menghadapi dua perkara, Rasulullah akan memilih yang termudah, jika kiranya tidak mengandung dosa. Maka jika urusan itu mengandung dosa, seluruh manusia harus menjauhinya. Dan apa yang menjadi pendirian Rasulullah SAW dalam menghadapi sesuatu, ialah tidak membalas dendam kepada siapapun jika yang disakiti itu hanya dirinya sendiri, kecuali jika larangan Allah telah dilanggar, maka beliau akan marah, dan membalasnya semata-mata hanya karena Allah” (HR. Muttafaq ‘alaih). Abu Qatadah RA berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, ”Barangsiapa yang memudahkan kesulitan muslim lainnya, untuk mendapatkan keselamatan dari Allah dari kesulitan-kesulitan hari kiamat, maka mudahkanlah kesulitan (orang lain) atau melepaskan bebannya” (HR. Muslim).

 

8. Memberikan nasihat. Tak tersisa dalam hidup ini kecuali tiga kelompok: Seorang dimana kamu mendapatkan bergaul/ma’asyaroh dengannya, kalau kamu menyimpang dari jalur dia meluruskanmu, dan dia memberikan cukup kehidupanmu, tidak ada seorang yang bisa membebanimu, dan sholat di masjid jami’ kamu terhindar dari lupa padanya dan mendapatkan penghalang. (Perkataan Hasan Al Bashri). Dan berkata Al Muhasibiy, “Ketahuilah orang yang menasihatimu sungguh dia mencintaimu, dan barangsiapa yang menjilat kamu maka dia menipumu/mengujimu, dan siapa yang tak menerima nasihatmu bukanlah saudaramu”. [ ]

 

Sumber: Materi Kaderisasi

Kisah Mujahid Muda Perindu Surga

Tulisan yang menjadi penutup (atau hampir penutup) =D serial artikel tentang bidadari. Kisah ini terjadi di zaman salaf ash shalih ketika kekuasaan Islam berekspansi ke wilayah-wilayah yang dikuasai oleh bangsa lain (Persia, Romawi, dsb.). Kisah ini saya temukan di beberapa sumber, dan versi paling lengkapnya saya baca dari sebuah majalah. Akan saya ceritakan sesuai apa yang saya ingat, jika Antum menemukan kesalahan, mohon dikoreksi.

Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka

Selesai ayat itu dibaca, seorang pemuda yang berusia sekitar 15 tahunan bangkit dari tempat duduknya. Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan surga untuk mereka?” “Ya, benar, anak muda” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga.”

Anak muda yang mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tersisa. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu telah datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Bidadari Bermata Jeli ....” Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Bidadari Bermata Jeli itu. Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada Bidadari Bermata Jeli.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang sangat jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Bidadari Bermata Jeli . . . . .”

“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Bidadari Bermata Jeli?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu.”

Aku meneruskan langkah hingga sampai pada taman yang lebih indah dari yang telah kulihat, dan di bawahnya mengalir sungai dari air susu yang putih bersih. Di pinggirnya duduk para bidadari yang lebih cantik dari bidadari sebelumnya. Mereka adalah bidadari yang paling cantik yang pernah kulihat, yang mengenakan perhiasan-perhiasan yang lebih indah. Saat melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Bidadari Bermata Jeli . . . . .”

“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Bidadari Bermata Jeli?” Mereka menjawab salamku dan juga berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu.”

Aku meneruskan langkah hingga sampai pada taman yang lebih indah lagi dari yang telah kulihat, dan di bawahnya mengalir air madu yang tidak akan berubah rasa. Di pinggirnya duduk para bidadari yang lebih cantik dari bidadari sebelumnya. Mereka adalah bidadari yang paling cantik yang pernah kulihat, yang mengenakan perhiasan-perhiasan yang lebih indah. Ketika melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Bidadari Bermata Jeli . . . . .”

“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Bidadari Bermata Jeli?” Mereka menjawab salamku dan lagi-lagi berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu.”

Aku meneruskan langkah hingga sampai pada taman yang lebih indah dari yang telah kulihat, dan di bawahnya mengalir sungai khamar. Di pinggirnya duduk para bidadari yang lebih cantik lagi dari bidadari sebelumnya. Mereka adalah bidadari-bidadari yang paling cantik yang pernah kulihat, yang mengenakan perhiasan-perhiasan yang lebih indah lagi. Tatkala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami Bidadari Bermata Jeli . . . . .”

“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Bidadari Bermata Jeli?” Mereka menjawab salamku dan seperti bidadari-bidadari sebelumnya berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu.”

Aku kembali meneruskan perjalananku dan akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang lebih cantik dari bidadari-bidadari yang tadi kulihat di pinggir sungai-sungai. Sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai Bidadari Bermata Jeli, ini suamimu datang ..…”

Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Dia adalah sosok bidadari yang jauh lebih cantuk dari yang kutemui di sungai-sungai, dan juga yang berjaga di depan kemah. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu. Nanti sore kita akan bertemu lagi di sini, untuk berbuka puasa bersama. Bersabarlah hingga saat itu tiba.” Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri atas sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka di tubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia. [ ]

 

Sumber: (coba dicekkan ya ^_^) Kitab Irsyadul ‘Ibad.

Thursday, March 20, 2008

Bidadari Surga itu.... Seperti Apa Ya??


Oleh : Cahya Herwening


Lanjutan tulisan tentang bidadari yang sudah diposting sebelumnya. Telah ada beberapa buku yang di dalamnya menjabarkan bagaimanakah bidadari surga itu, secara fisik dan non fisik. Dan dari gambaran detail itu, pastinya akan membuat yang tahu akan menjadi sangat merindukan bidadari surga. Untuk singkatnya tentang gambaran seperti apakah bidadari itu, saya cuplikkan ayat-ayat dalam Al-Qur'an dan hadits yang berhasil saya temukan, atau gak sengaja ketemu.
 Gambaran Bidadari dalam Al-Qur'anul Karim
"Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jeli matanya, seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik."
(Qs. Ash-Shaaffaat [37]: 48-49)
"Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya." (Qs. Shaad [38]: 52)
 "Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin."
(Qs. Ar-Rahmaan [55]: 56)
"Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan." (Qs. Ar-Rahmaan [55]: 58)
"Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik- baik lagi cantik-cantik."
(Qs. Ar-Rahmaan [55]: 70)
 "(Bidadari-bidadari) yang jeli, putih bersih, dipingit dalam rumah."
(Qs. Ar-Rahmaan [55]: 72)
 "Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin." (Qs. Ar-Rahmaan [55]: 74)
 "Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah." (Qs. Ar-Rahmaan [55]: 76)
 "mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli." (Qs. Ath-Thuur [52]: 20)
 "Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik."
(Qs. Al-Waaqi’ah [56]: 22-23)
"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya."
(Qs. Al-Waaqi’ah [56]: 35-37)
 
Gambaran Bidadari dalam Hadits
Ath-Thabarany menuturkan, kami diberi tahu Bakr bin Sahl Ad-Dimyaty, kami diberitahu Amru bin Hisyam Al-Biruny, kami diberitahu Sulaiman bin Abu Karimah, dari Hisyam bin Hassan, dari Al-Hassan, dari ibunya, dari Ummu Salamah Radhiallahuanha, dia berkata, “Saya berkata,”Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli”.”
Beliau menjawab,”Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilau seperti sayap burung nasar.”
Saya berkata lagi,”Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku tentang firman Allah, “˜Laksana mutiara yang tersimpan baik.”(Al-Waqi'ah: 23)
Beliau menjawab,”Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”
Saya berkata lagi,”Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, “˜Di dalam surga-surga ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.” (Ar-Rahmaan: 70)
Beliau menjawab,”Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jeli.”
Saya berkata lagi,”Jelaskan padaku firman Allah, “seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik.” (Ash-Shaaffaat: 49)
Beliau menjawab,”Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan padaku firman Allah, “˜Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Al-Waaqi'ah: 37)
Beliau menjawab,”Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”
................(hingga akhir hadits).
Disebutkan dalam catatan kaki buku Raudhatul Muhibbin, halaman 201: ”Pengarang (Ibnul Qoyyim) menyebutkan hadits ini di dalam bukunya Hadil Arwah. Di sana dia memberi catatan: Sulaiman bin Abu Karamah menyendiri dalam riwayat ini. Abu Hatim menganggapnya dha’if. Menurut Ibnu Ady, mayoritas hadits-haditsnya adalah mungkar dan saya tidak melihat orang-orang dahulu membicarakannya. Kemudian dia menyebutkan hadits ini dari jalannya seraya berkata, “Hanya sanad inilah yang diketahui.”
Nah, dari sedikit gambaran (visualisasi) dari sosok bidadari itu, sudahkah dapat membuat kita (yang ikhwan) merindukannya?? [ ]

Rujukan:
Al Qur’an Al Karim
Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin (Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu), karya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, terbitan Daarul Falah.

Wednesday, March 19, 2008

[Reportase Eksklusif] Petir Menyambar Tempat Takziah Itu

Oleh : Cahya Herwening


SLEMAN – Sebuah petir yang cukup besar menghujam tanah beberapa meter dari lokasi takziah seorang warga Kampung Sonayan, Desa Madurejo, Kecamatan Prambanan yang meninggal Sabtu (15 Maret) malam karena kecelakaan. Petir itu menghanguskan dan merobohkan pohon-pohon pisang yang berada di sekitar tempatnya menyambar, termasuk pucuk pohon kelapa yang dilaluinya. Pada batang-batangnya terlihat tanah atau lumpur yang muncrat akibat sambaran petir tersebut, sedangkan kabel-kabel lampu penerangan kampung ditemukan hancur kawat tembaganya dan beberapa lampu pecah seketika.
Bila dilihat dengan logika ilmu fisika, seharusnya petir itu menyambar benda-benda yang lebih tinggi dari permukaan tanah, misalnya pohon kelapa, atau minimal pohon pisang yang ada di situ. Tapi entah mengapa, kenyataannya dua pohon kelapa cukup tinggi yang ada di tempat itu tidak menjadi sasaran petir itu. Namun hanya terserempet sedikit, itu pun hanya salah satu pohon kelapa sana. Kenapa justru petir itu menyambar tanah di dekat pohon kelapa kedua, padahal di situ juga cukup rimbun akan pohon pisang? Hal ini masih menjadi pertanyaan.
 
Rangkaian peristiwa dimulai ketika jenazah mulai diangkat untuk segera diberangkatkan ke pemakaman pada Ahad (16 Maret) siang. Saat dilakukan pidato pemberangkatan jenazah, mulailah hujan gerimis turun ke bumi. Khawatir hujan akan segera makin deras, pidato pun dipersingkat. Jenazah pun segera di bawa ke pemakaman. Tidak meleset dari perkiraan, hujan pun makin deras. Bahkan, saat akan dikebumikan, terjadi hujan yang sangat lebat diiringi kilatan-kilatan halilintar yang menggelegar. Kondisi alam tidak seperti biasanya, butir-butir hujan besar-besar seperti hujan batu air dari langit, sedang gelegar halilintar juga lebih besar dari biasanya. Kondisi itu memaksa para pengantar jenazah tidak ikut menyaksikan pengebumian, melainkan berteduh di pendopo pemakaman yang kecil itu, penuh sesak. Hanya yang bertugas mengebumikan yang terpaksa basah kuyup melaksanakan tugasnya.
Setelah cukup lama hujan lebat berlangsung, semakin lama semakin reda dan akhirnya hampir reda sama sekali. Para pentakziah kembali dari pemakaman. Pemuda kampung bermaksud sekalian memberesi kursi-kusi yang disediakan untuk pentakziah dan mengembalikannya. “Kursine sisan dibalekke wae yo cah, men gek beres!” (“Kursinya sekalian dikembalikan yuk teman-teman, biar segera beres!”) ajak salah seorang dari mereka. Saat mobil pengangkut kursi akan diambil, hujan kembali turun cukup lebat, sehingga membatalkan niat untuk mengembalikan kursi-kursi tersebut.
Blitz-blitz langit kembali berkilat-kilat. ”Galo cah lagi dipoto,” (”Tuh teman-teman kita sedang dipotret”) seloroh kakak penulis. Beberapa saat kemudian terjadi peristiwa yang tak terduga, sebuah kilatan sangat terang menyambar disusul sebuah suara ledakan sangat keras menggelegar dalam waktu sepersekian detik. Selama beberapa detik setelah kejadian itu, orang-orang di sana baru kembali sadar setelah sebelumnya bengong. Sebuah kejadian yang sangat mengagetkan, disusul oleh gelombang tekanan udara yang terasa di dada.
Dari semua orang yang ada di sana saat itu, ada yang melihat langsung sambaran petir itu. Ada yang hanya tahu bahwa terjadi sambaran di dekat tempat itu karena tidak semua sedang menghadap ke tempat sambaran petirnya. Beberapa saat setelahnya, beberapa pohon pisang meluruh, layu, ada yang ambruk patah seperti terpotong, ada yang tersayat-sayat batangnya. Kabel lampu penerangan lampung terlihat berasap, beberapa lampu ditemukan pecah. Ada beberapa sekring rumah terbakar. Warga segera menjauh dari tempat kejadian, masuk ke rumah-rumah, dan yang memiliki rumah di sekitarnya dimatikan semua saklar meteran listriknya.
Penulis yakin, bahwa peristiwa yang terjadi siang itu, sekitar pukul dua lebih, menjadi bahan pembicaraan di rumah-rumah warga, sore dan malamnya. Termasuk di rumah penulis. Ibu menceritakan, saat itu sedang termangu di dekat jendela salah satu rumah, menyaksikan hembusan angin kencang yang membuat pepohonan sangat ’mentiung’ (condong dengan kemiringan yang besar). Disusul kilatan dan suara ”Blarrr!!”. Sedang ayah bercerita bahwa dua hari sebelumnya, Jum’at (14 Maret) ketika berangkat ibadah Jum’at, ada seorang warga yang berkata, ”Pak Yit, wit klapa kilen cakruk nika ajeng kesamber petir lho.” (”Pak Yit, pohon kelapa di sebelah barat gardu ronda itu akan tersambar petir lho”). Warga itu bercerita bahwa bermimpi tentang adanya sambaran petir di tempat yang hari Ahad kemudian terjadi peristiwa yang sebenarnya. Karena mimpi itu, sebelumnya warga tersebut mengusulkan untuk menebang pohon kelapa itu.
Ada beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan di benak penulis, yakni:
1. Mengapa petir itu memilih menyambar tempat itu, dekat tempat takziah, tidak di tempat lain?
2. Mengapa justru menyambar tanah, bukan pohon kelapa atau pohon pisang?
3. Mengapa memilih waktu (hari, jam) itu, tidak waktu yang lain?
4. Mengapa ada warga yang sebelumnya mendapatkan mimpi yang mirip kejadian itu?
5. Dst.
Apakah hal itu hanyalah kebetulan? Apakah itu salah satu peringatan yang Allah SWT berikan? Hampir tidak bisa dipercaya jika kejadian itu dikatakan sebagai peristiwa alam yang kebetulan saja. Pastilah itu suatu bentuk peringatan Allah kepada manusia, khususnya penduduk kampung itu dan yang bertakziah di tempat itu. Tidak semua orang tahu, bahwa yang baru saja meninggal memiliki track record yang kurang baik. Wallaahu a’lam bish-shawab. [ ]
 
Senin, 17 Maret 2008

Tuesday, March 18, 2008

Aku Benci Pencuri!!


Oleh : Cahya Herwening


Huuff!!
Apakah Indonesia sudah jadi negerinya para pencuri? Negeri di mana para pencuri menari-nari, bebas dari hukuman potong tangan, kanan maupun kiri? Negeri di mana apapun dicuri, mulai dari uang triliyunan hingga sebatang peniti atau sebutri gotri?

Ahh!!
Stress kalau mikirin Indonesia. Dari duluuu... gini-gini aja keadaannya. Para koruptor banyak yang bebas dan bisa lari. Sedang pencuri ayam, hampir semua mati, karena digebuki. Ih... jangankan pencuri, orang biasa yang kagak salah apa-apa aja bisa tewas dimutilasi.

Oh noo!!
Teman-teman liat nggak di tivi? Banyak kereta api pada anjlok, gak cuma di rel yang ada di pinggir kali. Wah, gak jarang terjadi korban, dari yang sekadar sakit hati, kemudian patah tangan atau kaki, ada juga yang nggak bisa hidup lagi. Tau apa sebabnya itu bisa terjadi? Banyak lempengan besi, sekrup atau baut relnya pada dicuri!!!

Benar-benar nyebeli!!
Tadi pagi buta aku dapat SMS dari seorang Ukhty, katanya kereta api yang dinaiki anjlok, duh lagi-lagi. Baruu setengah perjalanan dari tempatnya berangkat malam tadi, menuju kota Yogyakarta tercinta ini. Tidak tahu, apakah sampai saat tulisan ini ditulis, dia sudah bisa pergi? Ataukah masih belum bisa 'melangkahkan kaki'? Padahal, katanya deadline urusan-urusan di Kota Gudeg ya hari ini. Trus, gimana dong nasib saudariku tadi?

Hoi, pencuri sekrup, mur dan baut rel kereta api!!
Harusnya kamu baca ini, biar Lo ngerti. Perbuatan Lo itu ngebahayain ratusan orang. Gara-gara ulah Lo, rel kereta pada megar, trus keretanya pada anjlok ato keluar dari rel. Itu sama aja... Lo jadi pembunuh,... eh... salah, yang bener: Pembantai yang SUPER KEJI!
Awas kalau kau sampai membahayakan temanku lagi!!
Bisa-bisa kupenggal kepalamu nanti, dengan wakizashi!! [ ]

Saturday, March 15, 2008

PARA PERINDU BIDADARI

Banyak pemimpin yang sangat kuat dan berwibawa, namun jatuh takluk terhadap apa yang dinamakan wanita. Tersebutlah Raja Louis XIV, XV dan XVI misalnya, juga Napoleon, tak lupa Bill Clinton. Sejak zaman Nabi Adam as. pun, fakta bahwa laki-laki bisa ditundukkan oleh wanita pun sudah ada. Contoh paling jelas adalah ketika Adam akhirnya tergoda juga oleh bujukan Hawa untuk memakan buah quldi, yang oleh Iblis disebut sebagai buah yang akan memberikan keabadian sehingga bisa hidup selamanya dan menikmati keindahan surga.

Para aktivis dakwah pun 'tidak ketinggalan'. Dengan makin tingginya orbit dakwah dan bertambahnya fase dakwah, para aktivis dituntut untuk dapat lebih tahan terhadap berbagai ujian dan godaan. Termasuk godaan kenikmatan dunia yang ditawarkan oleh para musuh dakwah. Dari godaan-godaan yang ada, baik itu berupa harta, kekayaan, tahta, kedudukan, derajat, dan lainnya, ternyata yang paling tokcer adalah godaan wanita. Para pejuang yang pada awalnya istiqamah ternyata bisa tumbang bin rontok juga oleh godaan yang satu ini.
 
Allah Swt berfirman dalam surah Ali 'Imran [3] ayat 14:

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."


Allah SWT Maha Tahu terhadap kecenderungan makhluk-Nya. Tentunya telah jauh-jauh hari disiapkan oleh-Nya, iming-iming paling mak nyuusss bagi mu'min yang istiqamah di jalan-Nya, yang berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Salah satu balasannya yakni para wanita terbaik, tercantik, terindah, termulia akhlaknya, tersuci dan ter-ter yang lain di jannah-Nya nanti. Sungguh akan menjadi iming-iming yang bikin meleletkan lidah bagi orang yang mengerti. Wanita-wanita itu disebut Huurun 'Iin, bidadari bermata jeli. Sebutan itu ada dalam Al-Qur'an, coba perhatikan ayat-ayat berikut:

 
Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.”
(Qs. Al-Waaqi’ah [56]: 22-23)

 
mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.” (Qs. Ath-Thuur [52]: 20)

 
Huurun 'Iin, atau bidadari bermata jeli adalah bidadari-bidadari yang paling cantik di antara yang tercantik, yang kecantikannya menjadi pembicaraan di antara bidadari-bidadari yang lain. Atau menjadi ratunya para bidadari. Sebagaimana riwayat dari Atha' as Sulami. Atha’ as Sulami berkata kepada Malik bin Dinar, “Wahai Abu Yahya, buatlah kami rindu dengan surga!” Kata Malik bin Dinar, “Wahai Atha’, sesungguhnya di surga terdapat bidadari yang kecantikannya menjadi bahan pembicaraan bidadari-bidadari surga yang lain. Sekiranya Allah memberlakukan kematian terhadap penghuni surga, meka mereka akan mati karena melihat kecantikannya.”

Subhanallah, sungguh luar biasanya kecantikan Bidadari Bermata Jeli, sehingga diandaikan dapat membuat orang bisa mati terpesona. Dan mereka akan dihadiahkan pada para mujahid, para pejuang fii sabilillah yang syahid di jalan-Nya. Siapa berminat?

Sungguh, bukan hal yang memalukan, dan justru sebaliknya, sebuah keutamaan bagi para aktivis dakwah (ikhwan) untuk rindu kepada Huurun 'Iin. Sebagaimana pada zaman para shahabat yang sangat merindukan mereka. Simak kisah berikut ini.

Kata Rabi’ah bin Kaltsum bahwa berkata kepadaku Ibnu Al Hawari yang berkata bahwa berkata kepadaku Al Hadrami, aku pernah tidur di teras rumah dengan Abu Hamzah. Aku lihat Abu Hamzah membolak-balikkan badannya di atas kasurnya hingga pagi hari. Aku katakan kepadanya, ”Wahai Abu Hamzah, kulihat Engkau tidak bisa tidur tadi malam kenapa?” Kata Abu Hamzah, ”Ketika aku merebahkan badanku, seolah-olah bidadari yang bermata jeli datang kepadaku hingga seolah-olah aku menyentuh kulitnya, padahal kenyataannya aku menyentuh kulitku sendiri.” Lalu hal ini aku ceritakan kepada Abu Sulaiman. Kata Abu Sulaiman, ”Orang tadi benar-benar rindu kepada bidadari-bidadari yang bermata jeli.”

Juga kisah tentang adanya orang yang meninggal karena menangis akibat kerinduannya yang amat sangat pada bidadari surga yang bermata jeli. Ibnu Abu Dunya menyebutkan dari Shalih Al-Muri dari Zaid Ar-Raqasyi yang berkata, ”Diceritakan kepadaku bahwa ada cahaya yang memancar di surga. Tidak ada satu tempat pun di surga kecuali cahaya tersebut masuk ke dalamnya.” Dikatakan, ”Cahaya apakah ini?” Kata Zaid Ar-Raqasyi, ”Itu adalah cahaya bidadari yang bermata jeli yang sedang tertawa di hadapan suaminya.” Kata Shalih, ”Ada seorang laki-laki di pojok majelis menangis dan menangis hingga meninggal dunia lantaran mendengar cerita tersebut”.

Wahai para mujahid, wahai para aktivis dakwah, jadilah orang yang merindu pada bidadari bermata jeli. Dan lampiaskan kerinduan itu pada berkualitasnya segala amal ibadah dan dakwah. Dan juga jadilah sebagai orang-orang yang dirindukan oleh para bidadari itu.

Ibnu Mubarak berkata bahwa berkata kepadaku Auza’i dari Yahya bin Abu Katsir yang berkata, ”Sesungguhnya bidadari-bidadari yang bermata jeli menunggu suaminya masing-masing di pintu-pintu surga. Kata mereka, ”Aduh betapa lamanya kami menanti kedatangan kalian. Kami selalu ridha dan tidak cemberut selama-lamanya. Kami tetap tinggal bersamamu dan tidak berpisah denganmu selama-lamanya. Kami kekal abadi dan tidak mati selama-lamanya”. Ia mengucapkan yang demikian dengan suara yang paling merdu yang pernah didengar telinga. Kata bidadari yang bermata jeli, ”Engkau adalah kekasihku dan aku adalah kekasihmu”.
 
Oh, Huurun 'Iin, betapa aku rindu padamu!! [ ]

 

Rujukan:

Al Qur’an Al Karim
 
Etika Jama’ah: Telaah Evaluatif Kedisiplinan terhadap Rambu-rambu Jama’ah Dakwah; sub bab Jama’ah Perindu Surga, hal. 41-45, karya Nur Ahmad, terbitan Media Insani Press, Solo.


Gambar dari: ashar85.multiply.com

GENERASI PERINDU SURGA


Oleh : Cahya Herwening


Aktivis dakwah adalah orang yang senantiasa bergelut dengan tantangan, hambatan, ujian, beban dan segala tribulasi dakwah yang ada. Semakin tinggi fase dakwah, semakin amanah seorang aktivis dakwah, dan semakin tinggi tingkat keimanannya, maka semua itu akan diikuti dengan semakin berat pula ujiannya. Semua itu untuk membuktikan, sejauh mana tingkat keimanan dan kualitas seseorang. Allah berfirman:

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
(Qs. Al-'Ankabuut [29]: 2-3)

Karena sebuah sunatullah dakwah, bahwa dakwah adalah jalan yang panjang nan mendaki, berat bebannya, banyak ujiannya dan sedikit orang yang mau terlibat di dalamnya, maka dibutuhkan bekal bagi kader dakwah agar bisa istiqamah di jalan itu. Banyak sekali hal-hal yang harus disiapkan, meliputi bekal ruhiyah, ma'nawiyah, fikriyah dan jasadiyah. Baik itu bersifat aqidah wal imaniyah, ilmiyyah wa tsaqafiyah, riyadhiyah, maaliyah, dan sebagainya.

Salah satu bekal mendasar adalah bekal imani. Bekal inilah yang menjadi pondasi dasar seorang  mu'min yang berjuang di jalan Allah SWT agar tetap survive dan dapat meraih cita-cita mulianya. Dari berbagai aspek keimanan, salah satunya adalah tawazunnya antara khauf dan raja'. Khauf (takut) akan siksa-Nya, azab-Nya, balasan atas dosa dan maksiat dan takut terhadap neraka-Nya. Raja' (berharap) pada ampunan-Nya, rahmat-Nya, ridha-Nya, balasan atas amal shalih dan surga-Nya. Keduanya harus ada dan berjalan seimbang.

Untuk memelihara khauf dan raja' dalam pribadi manusia, Allah telah membantu dengan memberikan visualisasi yang sangat jelas terhadap pelbagai siksa, azab, keadaan alam kubur, yaumil akhir, suasana di neraka dan surga serta pelbagai nikmat yang dijanjikan-Nya. Sangat banyak ayat dalam Al-Qur'an yang menerangkan tentang hal itu. Dan bagi manusia, beribadah kepada Allah SWT karena takut akan siksa-Nya atau berharap surga-Nya tidaklah menyalahi aqidah, karena masalah itu merupakan bagian dari keimanan itu sendiri.
Begitu pula bagi para aktivis dakwah, seharusnyalah mereka memiliki visualisasi yang jelas, khususnya terhadap balasan yang telah Allah siapkan bagi perjuangannya membela agama-Nya. Yaitu kenikmatan kehidupan di surga, dengan dipakaikan pakaian indah, diberikan istana yang bertatahkan bermacam permata, disediakan aneka makanan dan minuman yang lezat dan bidadari-bidadari yang sangat cantik, suci dan mulia akhlaknya. Mereka sangat paham bahwa Allah SWT telah membeli diri dan harta para pejuang agama-Nya dengan surga-Nya.


"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (Qs. At-Taubah [9]: 111)

Sebagai aktivis dakwah yang menyeru kepada Islam, memberikan peringatan akan neraka Allah SWT, dan memberi kabar gembira akan surga-Nya, sudah sepatutnyalah menjadi generasi yang merindukan surga. Akan terasa sangat janggal ada orang yang menyeru manusia untuk berharap surga dengan beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sedang dirinya sendiri tidak merindukan surga-Nya. Maka, para aktivis dakwah hendaknya menjadi yang nomor satu dalam merindu surga. Sebagaimana yang telah terjadi pada generasi terbaik, generasi di zaman kenabian, yakni para shahabat yang sangat rindu akan surga. Perhatikanlah kisah berikut...

Atha’ as Sulami berkata kepada Malik bin Dinar, “Wahai Abu Yahya, buatlah kami rindu dengan surga!” Kata Malik bin Dinar, “Wahai Atha’, sesungguhnya di surga terdapat bidadari yang kecantikannya menjadi bahan pembicaraan bidadari-bidadari surga yang lain. Sekiranya Allah memberlakukan kematian terhadap penghuni surga, meka mereka akan mati karena melihat kecantikannya.” Ucapan Malik bin Dinar itu pun meninggalkan kesedihan dalam hati Atha’.

Ahmad bin Abu Al Hawari berkata bahwa berkata kepadaku Ja’far bin Muhammad yang berkata bahwa hakim pernah bertemu dengan hakim yang lain. Kata hakim yang pertama, ”Apakah engkau rindu dengan bidadari-bidadari yang bermata jeli?” Kata hakim yang kedua, ”Tidak!” Kata hakim yang pertama, ”Rindulah kamu kepada mereka karena cahaya mereka adalah cahaya Allah ’Azza wa Jalla.” Mendengar ucapan tersebut hakim yang kedua tak sadarkan diri lalu diangkut ke rumahnya dan kami mengunjunginya selama sebulan.

Wahai, para aktivis dakwah, wahai generasi pewaris tugas para Rasul, jadilah generasi perindu surga!! [ ]

NB: Baca juga tulisan tentang merindukan bidadari :).


Rujukan:
Al Qur’an Al Karim

Etika Jama’ah: Telaah Evaluatif Kedisiplinan terhadap Rambu-rambu Jama’ah Dakwah; sub bab Jama’ah Perindu Surga, hal. 41-45, karya Nur Ahmad, terbitan Media Insani Press, Solo.

Thursday, March 13, 2008

[Intermezo] Kenapa Hal Ini Sering Kualami Sih??


Oleh : Cahya Herwening


Benar-benar kejadian yang sering sekali menimpaku. Bukan hal berat sih... kayak ketimpa tangga, apalagi pakai jatuh duluan. Bukan juga ngangkat besi berkuintal-kuintal. Emang atlet angkat besi apa??

Ini lhoooo... coba aja baca beberapa contoh message di bawah ini. Pasti paham deh.

xiongai wrote on Jun 14, '07
assalamualaikum
hello, sister....
thank you for the spirit in Allah SWT's way... InshaAllah we all will be together in Jihad!
ameen. Allahu Akbar!
May Allah be with us in each of our way, ameen.
wassalamualaikum

cahayakhairani wrote on Jun 29, '07
Assalamu'alaikum,
Subhanallah, ane kira akhwat.... Baca tulisan antm edisi hut Eska, penasaran, terus klik multiply ternyata... Namanya mirip ane sih, 'cahaya'..
Oke deh salam kenal dari akhwat eh ummahat jogja

atinafathia wrote on Jun 15, '07
upss... ukhti shirotsuya...^_^ ukhti cahya yah?? :) salam ukhuwah..

atinafathia wrote on Jun 19, '07
hehehe... syukron ukh.. ^_^

atinafathia wrote on Jun 19, '07
waduh.. jujurnya yng mana? akhi or ukhti.. semua sama aja deh dimata Allah.. ok??
itu yang mau diluruskan? :p iya deh.. jadi bingung.. %&*)(&%#$@#_)(....

atinafathia wrote on Jun 21, '07
assalamualaikum akhi.. ^_^
hehehe.. insya Allah sudah ana luruskan, klo ternyata antum itu makhluk bernama IKHWAN yah? tapi kok idnya kayak akhwat, makanya saya panggil mbak n ukhti...
afwan yah atas kesalahan sebutan.. ^_^ cahya herwening nama asli or...?
tafadhol atuh.. tapi bukan saya saja yang 'tertipu' kan?? (liat guestbook anda) tapi ingat nama blognya CAH-YOGYA.. hehehe.. ^_^ (afwan klo komentarnya kepanjangan)

mogaallohsayangqita wrote on Mar 11
bukannya shiro itu akhwat juga..... trimakasih shiro.......

Dan sebagainya... masih ada contoh-contoh yang laen dehh!

Nah! Dah tahu kan apa yang saya maksud?
Yup, bener sekali. Saya sering dikira akhwat/perempuan. Nggak tahu nih sebabnya. Apa karena nama saya yang memang mirip nama perempuan, dan seharusnya memang buat perempuan? Tidak tahu juga. Yang jelas nama itu bukan ketidak sengajaan diberikan orang tua tercinta kepada saya semenjak bayi.

Yang menarik juga, pernah ada seorang kakak yang dah pulang ke kampung halamannya nun jauh di sana, di seberang lautan, baru ngeh kalau saya seorang ikhwan setelah chat yang kesekian. Sebelum itu... wah... saya dipanggil "nduk", "cah ayu", "ninja manis",.. dan lain-lain. Ya sebelum sadar sendiri, saya biarin aja saya dipanggil begitu. Saya jadi senyum-senyum sendiri pas dipanggil begitu.
Kalau Mbak saya itu membaca ini, pasti ngerasa, dan jadi humaira deh! (*Humaira = pipinya kemerah-merahan; julukannya Bunda Aisyah ra). Iya nggak, Mbakku? Hihihi....

Yah, itu dia salah satu keunikan kecil dalam hidup yang ku alami. Sesuatu yang menambah pernak-pernik hidup ini.  [ ]

Wednesday, March 12, 2008

Kepiting itu Halal Apa Haram?



Oleh : Cahya Herwening


Ada yang memesan tulisan tentang kepiting (salah satunya si Atin), yang oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) di fatwakan sebagai sesuatu yang halal untuk di makan. Tulisan ini tentu saja bukan bermaksud untuk menjadi bagian dari fatwa, karena disadarinya penulis bukan orang yang fakih dalam masalah tersebut. Penulis masih sangat jauh dari kualifikasi untuk memenuhi syarat sebagai mufti. Tentu saja seperti itu. Namun, tulisan ini bermaksud hanya sekadar berbagi informasi terkait masalah ini.

Kebanyakan orang beranggapan bahwa kepiting itu termasuk yang diharamkan, karena dianggap sebagai hewan yang hidup di dua alam (barma’i). Padahal tentang hukum hewan barma’i itu sendiri termasuk masalah yang diperdebatkan (masalah khilafiyah), suatu masalah yang tidak bisa dijatuhkan hukum yang qath’i (mutlak).

Sebelum berbicara mengenai hukum barma’i, sebenarnya di kalangan ahli ilmu (ulama dan ilmuwan) juga masih terdapat perbedaan pendapat, apakah kepiting itu termasuk hewan yang hidup di dua alam (barma’i) ataukah tidak. Karena ada penelitian dari sementara kalangan peneliti dan menemukan bahwa kepiting yang sering dijual orang itu bukan termasuk kelompok barma’i. Dan menurut mereka, meski ada hewan darat yang mampu bertahan di dalam air, belum tentu dia termasuk barma’i. Dan sebaliknya, bila ada hewan air yang mampu bertahan hidup di darat, belum tentu juga dia bisa digolongkan sebagai barma’i. Lalu penelitian ini menyimpulkan bahwa kepiting yang dijual sebagai makanan lezat itu bukanlah termasuk kelompok barma’i (hidup di dua alam), sehingga oleh mereka kepiting ini dianggap halal.

Sedangkan masalah terkait hukum hewan yang hidup di dua alam atau disebut hewan barma`i itu sendiri, merupakan masalah khilafiyah sehingga tidak bisa dijatuhi hukum haram secara mutlak. Hewan barma’i seperti kodok, kura-kura, ular, buaya, anjing laut dan sejenisnya, para pengikut ulama madzhab yang empat berbeda pendapat menjadi tiga :

1. Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi`iyyah
Dua madzhab ini berpendapat bahwa hewan ini (kepiting) tidak boleh dimakan. Karena dianggap termasuk katagori khabaits (hewan yang kotor). Salah satu dalil yang mereka gunakan adalah bahwa Rasulullah SAW mengharamkan untuk membunuh kodok. Seandainya boleh dimakan, maka tidak akan dilarang untuk membunuhnya. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Ishaq, Al Hakim dari Abdurrahman bin Utsman at-Tamimi.

Dalam kitab Bulughul Maram bab Makanan-makanan disebutkan hadits ini. ”Dari Abdurrahman bin ’Utsman al-Quraisyiy-yi bahwasannya seorang thabib bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kodok yang ia campurkan di dalam satu obat, maka Rasulullah larang membunuhnya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, disahkan oleh Hakim. Dikeluarkan pula oleh Abu Dawud dan Nasa’i)

Silahkan periksa juga Al-Lubab Syarhil Kitab jilid 3 halaman 230, Takmilatul Fathi jilid 8 halaman 62, Mughni Al-Muhtaj jilid 4 halaman 298 dan kitab Al-Muhazzab jilid 1 halaman 250.

2. Al-Malikiyah
Mereka berpendapat bahwa memakan kodok, serangga, kura-kura dan kepiting hukumnya boleh selama tidak ada nash atau dalil yang secara jelas mengharamkannya. Dan mengkategorikan hewan-hewan itu sebagai khabaits (kotor) tidak bisa dengan standar masing-masing individu, karena pasti akan bersifat subjektif. Ada orang yang tidak merasa bahwa hewan itu menjijikkan (kotor) dan juga ada yang sebaliknya. Sehingga untuk mengharamkannya tidak cukup dengan itu, tapi harus ada nash yang jelas. Dan menurut Al-Malikiyah, tidak ada nash yang melarang secara tegas memakan hewan-hewan itu.

Silahkan periksa kitab Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 656 dan kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyah halaman 172.

3. Al-Hanabilah
Sedangkan para ulama dari kalangan Al-Hanabilah membedakan masalahnya. Bahwa semua hewan yang laut yang bisa hidup di darat tidak halal dimakan kecuali dengan jalan menyembelihnya terlebih dahulu, contohnya yakni burung air, kura-kura dan anjing laut. Kecuali bila hewan itu tidak punya darah seperti kepiting, maka tidak perlu menyembelih.
Kepiting menurut Imam Ahmad bin Hanbal boleh dimakan karena sebagai binatang laut yang bisa hidup di darat, kepiting tidak punya darah, sehingga tidak butuh disembelih. Sedangkan bila hewan dua alam itu punya darah, maka untuk memakannya wajib dengan cara menyembelihnya.

Silahkan periksa kitab Al-Mughni jilid 8 halaman 606 dan kitab Kasysyaf Al-Qanna` jilid 6 halaman 202.

Demikianlah beberapa pandangan para ulama dari kalangan yang berbeda. Masing-masing memiliki pendapat yang berdasarkan dalilnya. Pilihan terbuka bagi kita untuk memilih salah satu pendapat yang menurut kita paling kuat, atau paling mantap di hati kita. Namun sebagai warga negara dan umat yang baik, alangkah sangat baiknya jika mengikuti apa yang telah difatwakan oleh MUI. Yakinlah bahwa fatwa itu dikeluarkan setalah terdapat pengkajian mendalam oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.


Pandangan Pribadi
Sebagai penutup, akan saya tambahan pandangan pribadi yang didasarkan pada referensi yang penulis miliki. Pandangan umum mengenai hukum asal segala sesuatu hal tentang keduniaan (bukan peribadatan), adalah boleh kecuali yang telah jelas-jelas diharamkan. Berarti, selain yang telah diharamkan, maka benda apapun boleh dimakan dan diminum, serta apapun boleh dikerjakan.

Dalam Al-Qur’an, yakni surah Al-Baqarah ayat 178, An-Nahl ayat 115, Al-Maaidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 145, dikatakan bahwa makanan yang diharamkan hanya ada empat jenis, yakni: bangkai, darah, babi dan segala sesuatu yang disembelih bukan karena Allah. Ditegaskan dalam surah Al-An’am ayat 119 bahwa Allah berfirman bahwasannya telah diterangkan oleh-Nya dengan satu persatu apa yang Ia haramkan atas menusia, yang berarti tidak ada makanan yang haram selain yang empat tersebut.

Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.”

Ada beberapa penjelasan yang lebih terperinci, misalnya tentang beberapa hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah melarang beberapa jenis hewan, beberapa shahabat menafsirkan larangan tersebut sebagai pengharaman, sebagian yang lain tidak (maksimal hanya makruh). Dan di antara pendapat-pendapat itu mana yang lebih kuat. Jikalau pembaca menginginkan hal tersebut dipaparkan sedikit lebih jauh, insya Allah nanti akan ada tambahan. Namun cukup dengan itu insya Allah masalah tentang kepiting telah bisa pembaca simpulkan sendiri. Wallahu A`lam Bish-shawab. [ ]

Rujukan:
- Kitab Bulughul Maram, karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Tarjamah oleh A. Hassan.
- www.syariahonline.com

Sumber gambar:
- http://www.papuaweb.org/gb/foto/muller/ecology/08/index.html
- http://sinarta.com/blog/?p=198

Tentang Hukum Arak Cina (Angciu)


Oleh : Cahya Herwening


Dapat pesanan dari Mbak Calie untuk mengulas tentang ancu, yang sering digunakan sebagai campuran (bumbu) masakan-masakan Cina. Pada awalnya saya bertanya-tanya, ancu itu apa sih, kok kayaknya baru denger? Mbak Calie menjawab bahwa ancu itu arak cina. Ooo… baru ngerti deh. Dan setelah sedikit search, ternyata tulisannya "angciu" :D.



Untuk mengetahui hukumnya, kita harus tahu tentang sifat bahan pangan itu, termasuk dalam hal ini angciu. Nah, karena belum tahu sebenarnya arak cina itu yang seperti apa, jadi susah untuk mengetahui hukumnya. Apakah yang dinamakan arak cina itu sesuatu yang bisa membuat mabuk atau yang biasa buat mabuk-mabukan itu? Ataukah hanya sekadar istilah untuk suatu bumbu tertentu yang tidak punya sifat memabukkan?

Di situlah letak kebingungannya, karena jatuhnya hukum haram bukanlah karena nama/istilahnya, namun karena terpenuhinya kriteria khamr. Segala sesuatu yang memenuhi kriteria khamr, haram hukumnya untuk dikonsumsi (diminum maupun dimakan). Apapun jenis makanan atau minumannya, berapapun kadar/jumlahnya baik banyak maupun sedikit.

Pengertian Khamar
Para ulama menyebutkan bahwa khamar adalah apapun yang menghilangkan akal sehingga seseorang tidak sadar apa yang diperbuatnya. Bahkan ada yang menyebutkan bila seseorang tidak bisa membedakan istrinya dan orang lain. Bila kondisi hilang akal itu lahir dari meminum suatu minuman, maka jadilah minuman itu sebagai khamar secara hukum, meski pun namanya tidak mengandung istilah khamar. Sebaliknya, jika tidak maka bukanlah termasuk khamar meski namanya terkait dengan khamar. Dan bila sudah memenuhi kriteria khamar, haram meminumnya walaupun sedikit, meski seseorang mampu untuk kadar tertentu tidak menjadi mabuk karenanya. Sebab dalam hal ini berlaku hukum bahwa khamar itu haram meski hanya sedikit atau meski meminumnya belum sampai memabukkan.

Khamar dalam bahasa Arab berasal dari akar kata "kamara" yang bermakna ”sesuatu yang menutupi". Disebutkan, "Maa khaamaral aql" yaitu apa-apa saja yang menutupi akal.
Sedangkan jumhur ulama (pendapat sebagian besar ulama) memberikan definisi khamar yaitu segala sesuatu yang memabukkan baik sedikit maupun banyak. Definisi ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW :
Dari Ibnu Umar RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Segala yang memabukkan itu adalah khamar dan semua jenis khamar itu haram." (HR. Muslim dan Ad-Daruquthuny).

Rasulullah SAW bersabda, "Segala yang memabukkan adalah khamar dan segala yang memabukkan hukumnya haram". (HR. Ahmad dan Ashhabussunan).

Paling tidak ada lebih dari 26 orang shahabat yang meriwayatkan hadits seperti ini dengan beragam lafaz haditsnya.

Sedangkan Al-Hanafiyah sedikit membedakan antara hukum mabuk dengan hukum minum khamar. Pembedaan itu menyangkut urusan bila seseorang minum khamar dan tidak mabuk, maka tetap dihukum. Dan sebaliknya, bila seseorang minum sesuatu minuman yang bukan termasuk khamar namun memabukkan, juga tetap dihukum. Hal itu disebabkan kalangan Al-Hanafiyah mempunyai definisi tersendiri dalam masalah khamar. Bahwa dalam pendapat mereka tidak semua minuman memabukkan itu termasuk khamar.

Dalam mazhab Al-Hanafiyah, definisi khamar adalah air perasan buah anggur yang telah berubah menjadi minuman memabukkan. Sedangkan minuman memabukkan lainnya bukan termasuk khamar dalam pandangan mereka. Namun demikian, orang yang mabuk karena minum minuman memabukkan tetap dihukum juga sesuai dengan aturan syariat.

Pengertian Mabuk
Kondisi gangguan akan (hilang akal) ini harus dibedakan dengan gangguan yang bersifat fisik, seperti keracunan, sakit perut atau sakit kepala. Misalnya ada orang yang makan duren terlalu banyak hingga sakit. Sakitnya sering disebut dengan mabuk duren. Menurut hemat kami meski istilahnya mabuk (duren), tetapi pada hakikatnya orang itu bukan sedang hilang akal, melainkan sedang sakit karena gangguan fisik, sedangkan kondisi akalnya sehat-sehat saja.

Ini berbeda dengan seorang yang menenggak wine, wishky atau voddka misalnya. Dalam dosis tertentu akalnya akan hilang dan logika nalarnya akan menurun lalu lenyap. Orang itu akan tidak sadar sepenuhnya dan tidak bisa lagi mengontrol atau menguasai dirinya. Inilah mabuk yang dimaksud dalam konteks syariah. Sedangkan mabuk duren tadi tentu tidak menghilangkan akal dan nalar, hanya menimbulkan pusing, sakit dan mual. Jadi duren bukan khamar.

Sama saja dengan orang yang mabuk naik mobil atau mabuk laut. Istilahnya mabuk tapi bukan dalam pengertian mabuk secara syar`i. Mabuk naik mobil atau mabuk laut itu adalah rasa mual, pusing dan mau muntah sebagai efek fisik. Tapi akal orang itu tidak ada yang hilang dan kesadarannya tetap ada. Maka mobil dan laut bukan khamar. Tentu saja. :D


Seperti itulah kiranya apa yang dimaksud dengan khamar itu, dan yang bagaimanakah pengertian mabuk itu. Nah, untuk mengetahui hukum arak cina itu tinggal mengetahui bagamanakah sifat/karakteristik dari arak cina itu, apakah memenuhi kriteria sebagai khamr ataukah bukan. Kita bisa menyimpulkan sendiri.
Wallahu A`lam Bish-shawab. [ ]

Sumber: http://www.syariahonline.com
Gambar: http://malay.cri.cn/107/2005/12/28/123@42576.htm

Tuesday, March 11, 2008

PERMOHONAN SEDERHANA UNTUK PARA UKHTY


Oleh : Cahya Herwening


Sebelumnya, memohon maaf yang sebesarnya pabila apa yang saya sampaikan kurang berkenan bagi Antunna. Yang akan saya sampaikan memang sederhana, dan mungkin sepele.
Namun hal itu secara langsung atau tak langsung akan berpengaruh pada kemashlahatan kita bersama.

Saya percaya, bahwa Antunna yang menampilkan wajah ayu-nya (di internet), bermaksud baik. Bukan bertujuan untuk memamerkan kecantikan wajahnya, ataupun orientasi tidak lurus yang lain.
Saya percaya maksud Anti melakukannya adalah dalam rangka menjalin silaturahim antar saudara. Juga untuk menjalin ukhuwah, karena kita tahu bahwasannya rukun ukhuwah dimulai dari saling mengenal, kemudian saling memahami, saling menolong dan saling sepenanggungan. Dan dengan tahu wajah masing-masing, kita akan dapat lebih mengenal satu sama lain.
Karena itu juga saya tidak ingin berprasangka buruk, karena tingkatan ukhuwah paling rendah adalah bebasnya hati kita dari su'udzon kepada saudaranya.

Tapi, apakah kita sadari bahwa apa yang Antunna lakukan itu beresiko terhadap turunnya izzah jama'ah ini?
Tentunya, dampak itu akan dirasakan oleh kita semua, dan yang paling besar merasakannya adalah kalian sendiri.

KIta tentu sadar bahwa tidak semua orang itu baik adanya. Ada yang jahat, memiliki penyakit di hatinya yang dengan senang hati melakukan apa saja demi tercapai tujuan-tujuannya.
Termasuk dalam masalah yang saya singgung ini.

Perkenankan saya sedikit bercerita, jika Antunna belum tahu, bahwa beberapa waktu belakangan muncul beberapa situs yang sangat melecehkan dan membunuh karakter para akhwat dan ummahat.
Bisakah Anti bayangkan, banyak gambar yang menampilkan sosok wanita dengan jilbab pada bagian atas, namun --na'udzubillah-- tanpa selembar benang pun pada bagian bawahnya?!!
Selain gambar sebagai 'penghias' situs itu, banyak cerita-cerita seronok yang melibatkan para akhwat dan ummahat, bahkan hingga membawa nama partai tertentu.Astaghfirullaah...
Saya tidak mau berspekulasi terhadap apa sebenarnya maksud si pelaku, apakah untuk melecehkan, menjadikan citra buruk, atau sekadar keisengan yang tidak ketulungan. Namun tentunya hal ini berdampak negatif terhadap aktivitas yang telah kita lakukan selama ini.

Analisis saya mengatakan bahwa cerita yang ditampilkan di sana hanyalah cerita rekaan, hanya isapan jempol belaka. Namun bagaimana bagi yang tidak tahu? Bagaimana citra Antunna semua di hadapan mad'u?
Saya juga tahu, bahwa gambar yang ditampilkan di sana adalah hasil rekayasa semata. Sangat mudah membuatnya dengan beberapa program aplikasi grafis. Dan rekayasa itu terlihat, karena sepertinya pelakunya masih amatir dalam menggunakan program tersebut.
Namun, lepas dari itu semua, relakah jika mungkin suatu saat wajah Antunna muncul di salah satu gambar tersebut, dengan kondisi gambar seperti itu? Hal ini sangatlah mungkin terjadi, dengan mengambil foto yang Anti pasang di internet kemudian dimodifikasi sedemikian rupa menjadi gambar 'seperti itu'.

Terbayangkah di benak Antunna jika hal itu terjadi? Apa dampaknya, bagi diri pribadi dan juga jama'ah?
Antunna pasti paham, "permohonan" tentang apa yang saya maksud pada judul di atas. Dan saya rasa, saya tidak perlu mengatakannya. Saya berharap Antunna jangan reaktif menanggapi tulisan ini, dengan serta merta menghapus foto pribadinya (khususnya yang close up) di blog, friendster maupun situs apapun. Lakukanlah langkah antisipatif terbaik berdasarkan pertimbangan terbaik.

Jazakumullahu khairan katsir telah berkenan membaca. [ ]

Sunday, March 2, 2008

Rute Trayek Bus Trans Jogja


Hi, Friends!! Cuma mau bagi-bagi info bagi yang belum tau tentang jalur bus Trans Jogja yang beberapa 'hari' lalu beroperasi. Wah... saya sendiri belum pernah nyobain, terutama pas masih masa promosi kemarin. Klo gini misalnya sekarang mau nyoba dah tarif biasa dong... Hiks...hiks....

Ini dia jalur trayeknya....

Trayek 1A : Terminal Prambanan - Bandara Adisucipto - Stasiun Tugu - Malioboro - JEC

Terminal Prambanan - S5. Kalasan - Bandara Adisucipto - S3. Maguwoharjo - Janti (bawah) - S3. UIN Kalijaga - S4. Demangan - S4. Gramedia - S4. Tugu - Stasiun Tugu - Malioboro - S4. Kantor Pos Besar - S4. Gondomanan - S4. Pasar Sentul - S4. SGM - Gembira Loka - S4. Babadan Gedongkuning - JEC - S4. Blok O - Janti (atas) - S3. Maguwoharjo - Bandara Adisucipto - S5. Kalasan - Terminal Prambanan.

Trayek 1B : Terminal Prambanan - Bandara Adisucipto - JEC - Kantor Pos Besar - Pingit - UGM
Terminal Prambanan – S5. Kalasan – Bandara Adisucipto – S3. Maguwoharjo – Janti (lewat bawah) – S4. Blok O – JEC - S4. Babadan Gedongkuning – Gembira Loka – S4. SGM – S4. Pasar Sentul - S4. Gondomanan – S4. Kantor Pos Besar - S3. RS.PKU Muhammadiyah – S3. Pasar Kembang - S4. Badran – Bundaran SAMSAT – S4. Pingit – S4. Tugu – S4. Gramedia – Bundaran UGM – S3. Colombo – S4. Demangan – S3. UIN Sunan Kalijaga – Janti – S3. Maguwoharjo – Bandra Adisucipto – S5. Kalasan – Terminal Prambanan.

Trayek 2A : Terminal Jombor - Malioboro – Basen – Kridosono – UGM – Terminal Condong Catur
Terminal Jombor - S4. Monjali - S4. Tugu - Stasiun Tugu - Malioboro - S4. Kantor Pos Besar - S4. Gondomanan - S4. Jokteng Wetan - S4. Tungkak - S4. Gambiran - S3 . Basen - S4. Rejowinangun - S4. Babadan Gedongkuning - Gembira Loka - S4. SGM - S3. Cendana - S4. Mandala Krida - S4. Gayam - Flyover Lempuyangan - Kridosono - S4. Duta Wacana - S4. Galeria - S4. Gramedia - Bunderan UGM - S3. Colombo - Terminal Condongcatur - S4. Kentungan - S4. Monjali - Terminal Jombor.

Trayek 2B : Terminal Jombor – Termina Condongcatur – UGM – Kridosono – Basen – Kantor Pos Besar – Wirobrajan - Pingit

Terminal Jombor – S4. Monjali – S4. Kentungan – Terminal Condong Catur – S3. Colombo – Bundaran UGM – S4. Gramedia – Kridosono – S4. Duta Wacana - Fly-over Lempuyangan - S4. Gayam – S4. Mandala Krida – S3. Cendana – S4. SGM – Gembiraloka– S4. Babadan Gedongkuning – S4. Rejowinangun – S3. Basen – S4.Tungkak – S4. Joktengwetan – S4. Gondomanan – S4. Kantor Pos Besar – S3. RS PKU Muhammadiyah – S4. Ngabean – S4. Wirobrajan – S3. BPK – S4. Badran – Bundaran SAMSAT – S4. Pingit – S4. Tugu – S4. Monjali – Terminal Jombor.

Trayek 3A : Terminal Giwangan – Kotagede – Bandara Adisucipto – Ringroad Utara – MM UGM – Pingit – Malioboro – Jokteng Kulon
Terminal Giwangan – S4. Tegalgendu – S3. HS-Silver – Jl. Nyi Pembayun - S3. Pegadaian Kotagede – S3. Basen – S4. Rejowinangun – S4. Babadan Gedongkuning – JEC - S4. Blok O – Janti (lewat atas) - S3. Janti – S3. Maguwoharjo - Bandara ADISUCIPTO - S3. Maguwoharjo – Ringroad Utara – Terminal Condongcatur – S4. Kentungan – S4. MM UGM - S4. MirotaKampus – S3. Gondolayu – S4. Tugu – S4. Pingit – Bundaran SAMSAT - S4. Badran – S3. PasarKembang – Stasiun TUGU - Malioboro – S4. Kantor Pos Besar – S3. RS PKU Muhammadiyah – S4. Ngabean – S4. Jokteng Kulon – S4. Plengkung Gading - S4. Jokteng Wetan – S4. Tungkak – S4.Wirosaban – S4. Tegalgendu – Terminal Giwangan.

Trayek 3B : Terminal Giwangan – Jokteng Kulon – Pingit – MM UGM – Ring Road Utara – Bandara Adisuciptp – Kotagede
Terminal Giwangan – S4. Tegalgendu - S4. Wirosaban – S4. Tungkak – S4.Jokteng Wetan – S4. Plengkung Gading - S4. JoktengKulon – S4. Ngabean – S3. RS PKU Muhammadiyah – S3. Pasar Kembang – S4. Badran – Bundaran SAMSAT – S4. Pingit – S4. Tugu – S3. Gondolayu – S4. Mirota Kampus – S4. MM UGM - S4. Kentungan – Terminal Condong Catur – Ringroad Utara – S3. Maguwoharjo – Bandara Adisucipto – S3. Maguwoharjo – JANTI (lewat bawah) – S4. Blok O – JEC - S4. Babadan Gedongkuning – S4. Rejowinangun – S3. Basen – S3. Pegadaian Kotagede – Jl.Nyi Pembayun - S3. HS-Silver – S4. Tegalgendu – Terminal Giwangan.

Semoga bermanfaat ya... [ ]