Wednesday, May 20, 2009

Cukup Kata-kata Sederhana Buat Kami


Oleh : Cahya Herwening


Wahai para pemimpin negeri...
tak perlu lah kalian mengatakan sesuatu yang muluk,
tak perlu pula berkata yang melangit.
Masyarakat sudah kenyang, dengan kalimat yang mengawang.

Wahai para petinggi negara, ataupun para calonnya,
tak perlu kalian berjanji...
Apalagi, janji-janji tak pasti.
Rakyat negeri ini, sudah muak dengan janji yang tak ditepati.

Masih ingat manakala pada masa gempa Jogja,
ada yang berbicara....
bahwa tiap kepala rumah tangga bakal dapet 30 juta.
Tapi mana ya, realisasinya?

Itu hanya contoh teknis, bukan bermaksud pragmatis.
Masih banyak janji dan wacana yang tampaknya idealis,
dan berbaris-baris...

Kami tak butuh konsep-konsep.
Kami juga gak perlu wacana-wacana.
Pembangunan ekonomi kerakyatan?
Program-program pemerintah yang pro rakyat?
Memprioritaskan nasib wong cilik?

Ahh... teori...
Konsep dan wacana lagi!
Kita butuh aplikasi, implementasi...
Gak perlu janji, tapi bukti.

Maka, berkatalah sederhana.
Tak perlu muluk, melangit, mengawang...
Berkata apa adanya, yang dapat dipahami oleh semua.
Jika bawahanmu saja tidak paham, bagaimana rakyat bisa mengerti?? [ ]

Tuesday, May 19, 2009

Adakah Konspirasi di Pemilu Legislatif 2009?



Oleh : Cahya Herwening


Ini salah satu ganjalan di benak penulis tatkala mengikuti perkembangan jalannya pemilu legislatif kemarin. Ada beberapa hal yang terjadi, entah yang disiarkan melalui televisi, diinformasikan lewat media cetak, ataupun disaksikan dan didengar sendiri selama beberapa waktu lalu. Beberapa hal itu melahirkan satu pertanyaan besar, apakah benar di pemilu legislatif kemarin terlalu banyak rekayasa oleh tangan-tangan tak terlihat?

Pertanyaan tadi tampaknya bukan sekadar imajinasi atau khayalan penulis, karena beberapa orang lain atau bahkan mungkin banyak orang merasakan hal serupa. Termasuk calon presiden alternatif, Rizal Ramli, dalam sebuah acara di salah satu stasiun TV Indonesia bernama "Save The Nation" mengatakan bahwa ini adalah pemilu terkacau dibandingkan dengan dua pemilu sebelumnya. Beliau memberikan argumen beliau, mengapa berpendapat seperti itu.

Penulis pun memiliki hipotesisnya sendiri. Terlepas dari berbagai tulisan opini yang belum penulis temukan dan baca (sepertinya banyak), penulis hanya mengungkapkan apa yang penulis lihat/rasakan, dan ingat. Bisa jadi ini analisis yang sangat dangkal. Namun biarlah. Sesuatu yang dalam pasti diawali oleh sesuatu yang dangkal. Gak percaya? Coba aja jadi tukang gali sumur .

Baiklah, kita mulai saja beberapa 'kecurigaan' ini (semoga todak ditangkap dan dijebloskan ke penjara, hehe):

1. Kisruh DPT
Ada yang bilang bahwa data yang digunakan untuk menentukan DPT diambil dari data Departemen Dalam Negeri. Dan menurut informasi, data dari sana adalah yang paling tidak kredibel, atau tidak valid. Pada kenyataannya, ada banyak kasus dimana sebuah keluarga beranggotakan misalnya 8 orang namun yang ada di DPT hanya 2 orang. Bahkan, ada di dapil kami yang dari satu RW hanya sekitar 12 orang yang terdaftar!! Luar biasa. Mungkin tak hanya di satu tempat itu yang terjadi demikian.

Kasus lain, di dapil yang sama, di kecamatan penulis sendiri, terjadi kelucuan. Belum lama selesai agenda pemilihan kepala desa. Saat pilkades tersebut, warga masyarakat terdaftar sebagai pemilih. Namun di pemilu, dia tidak masuk DPT. Jadi bertanya-tanya, bagaimana sih koordinasi di tingkat --paling tidak-- kecamatan, kok bisa-bisanya seperti itu??

Banyak memang yang tak terdaftar di DPT. Termasuk teman-teman saya kader sebuah partai dakwah. Pada awalnya santai-santai saja, karena cukup yakin diri mereka akan masuk DPT di daerahnya (kebanyakan mahasiswa perantauan). Namun setelah sekitar 3 atau 2 hari menjelang hari H, baru tahu bahwa namanya tidak masuk DPT. Dan ketika mengurus, sudah terbilang terlambat. Memang sih, seharusnya sejak awal mengecek DPS apakah namanya sudah masuk atau belum. Namun lagi-lagi, tak jarang DPS tidak dipasang sehingga tidak bisa melihat apakah sudah masuk daftar.

Ada yang mengatakan bahwa kasus DPT ini ulah aksi intelijen (maksudnya aksi rahasia yang bersifat intelijen, tidak harus dilakukan oleh badan intelijen). Mungkin sudah terdata peta kekuatan masing-masing partai, kemudian menggembosi daerah yang perolehan partai tertentu itu minimal. Sedang menurut suatu sumber, daerah-daerah yang kucuran BLT-nya besar, kasus DPT-nya minimal, dan sebaliknya. Kenapa ya?

2. Peraturan Mutasi
Urusan mutasi pada pemilu kali ini sungguh rumit. Sangat berbeda dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Seseorang harus mengurus C-5 di TPS-nya, boleh sendiri, boleh orang lain/keluarganya. Syaratnya tentu harus terdaftar di DPT. Setelah C-5 diperoleh, lalu mengurus ke TPS yang dituju untuk mutasi. Setelah beres, baru deh bisa mencontreng di TPS tujuan.

Mungkin tampak tidak terlalu sulit, tapi kita lihat saja, ada beberapa 'filter' berikut:
- Apakah terdaftar di DPT? (mengingat banyak sekali kasus DPT)
- Dapatkah mengurus C-5? (karena banyak sekali KPPS yang tidak paham apa dan bagaimanakah C-5 itu....)
- Apakah memperoleh jatah mencontreng di TPS yang dituju? (jikalau KPPS di TPS tujuan memahami mekanisme mutasi, jatah kertas suara cadangan di TPS hanya 2% dari pemilih, itu pun akan dikurangi bila ada kertas suara rusak dan juga jatah untuk saksi-saksi).

Nah, kenyataannya di DIY yang banyak sekali mahasiswa perantauan mengaku sangat kesulitan mengurus mutasi dengan sistem seperti ini. Ada upaya advokasi dari beberapa lembaga mahasiswa, namun terganjal juga dengan beberapa hal, khususnya birokrasi. Sehingga, mau tidak mau beribu-ribu potensi suara terpaksa gugur secara teknis.

Fakta lain, banyak kader sebuah partai dakwah yang berasal dari kalangan mahasiswa, dan banyak di antaranya mahasiswa perantauan. Nah, bisa jadi sistem (peraturan) baru seperti itu sengaja dibuat agar banyak potensi suara dari partai tersebut yang berguguran.

Itu beberapa hal yang mengganjal di pikiran penulis. Mungkin ada hal lain yang terlupa. Jika ingat insya Allah akan ditambahkan. Nah, pertanyaannya adalah:
"Apakah hal-hal tersebut terjadi
karena kecerobohan, karena ignorant, atau memang by design?" Menurut hipotesis yang tersirat dari judulnya sih, yang terakhir nih pilihannya.

By the way, itu hanya cuap-cuapan orang kecil yang tak tahu apa-apa. Mungkin banyak yang menganggap asal ngomong. Tapi ini uneg-uneg rakyat kecil yang butuh klarifikasi, atau lebih jauh lagi solusi. Ada yang mau kasih tanggapan?? [ ]

Terlalu Banyak Spammer di YM, Nyebeliin!!

Yang ini pasti juga dialami oleh temen-temen yang sering online di YM. Akhir-akhir ini YM bener-bener mulai nyebelin. Sering kirim-kirim message sampah. Mengganggu banget. Messagenya itu-itu aja, tapi mengatas namakan seseorang yang ada di friend list. Tiba-tiba saja online, lalu nge-BUZZ!! kemudian kirim message iklan.

Kayak gini nih:

BUZZ!!!
Hey, you know those messages about the acai berry pills we have been getting all the time, well I actually tried them and I lost 23 pounds in no time at all and best thing was it only cost me five dollars. If you want they are still the same price at http://hyrjok.com

Huh, apaan tuh acai berry. Capcay kalii. Atau Acai Khan, salah satu bintang film Bollywood?? Mana ada atuh!!

Trus ini juga nih:

BUZZ!!!
I have been so skeptical lately on ways to lose weight, but I have to tell you, I found the way finally that works. I lost 23 pounds in the past two weeks with acai berry pills the same ones that were on oprah, they cost me only five dollars over at http://tyrnak.com

Wis dah. Gak tau gimana dia bisa online dengan ID orang lalu kirim message kayak gitu. Yang jelas, yang dimaksud "Dia" tuh bikan orang, tapi BOT yang sudah diprogram oleh pihak tertentu supaya bisa kirim message kayak gitu berulang-ulang.

Pokoknya intinya nyebeliin banget....!!

Tuesday, May 12, 2009

Meluruskan Paradigmaku Tentang Cinta




Oleh : Cahya Herwening


Dari sekian orang yang ada, tak semua bisa memahami apa sebenarnya cinta itu. Cinta memang sesuatu yang susah didefinisikan. Meski bisa dirasakan, seringkali sang pemilik rasa pun ragu, apakah yang sedang dirasakannya itu cinta? Lalu, bagaimanakah ciri seseorang mencintai sesuatu?

Penulis pernah membuat sajak tentang cinta sejati, di link ini: http://shirotsuya.multiply.com/journal/item/29 . Hmm, tampaknya apa yang telah saya tulis itu ada yang perlu diluruskan. Ini merupakan opini kedua dari penulis yang didapat setelah merenungkan sedikit lebih jauh tentang cinta. Tapi ini hanyalah opini, bisa benar, bisa sekali salah.

Di tulisan tersebut saya menyebutkan, yang intinya bahwa cinta tak harus memiliki. Nah, kemudian saya bertanya pada diri sendiri, mempertanyakan apa yang telah saya tulis tersebut. Saya bertanya, jika tidak memiliki, bagaimana cara merealisasikan cinta? Bagaimana mungkin cinta itu bisa berwujud secara konkret apabila kita sendiri tidak mempunyai hak atasnya??

Pertanyaan ini muncul manakala penulis merasa ada korelasi dan analogi antara cinta dan keimanan. Coba kita renungkan, manakala kita menilai diri beriman kepada Allah, pastilah iman itu didasari cinta kepada Allah. Atau sebaliknya, pastilah iman itu berbuah cinta kepada Allah. Tidak mungkin mencintai Allah jika tidak beriman kepada Allah, sebaliknya pula tidak mungkin disebut beriman kepada Allah apabila tidak mencintai Allah. Betul?
Bagaimanakah ciri-ciri orang yang mencintai Allah, sang kekasih sejati? Allah sendiri telah menyebutkan ciri orang yang mencintai-Nya, yakni dalam surah Al-Anfal ayat 2-4:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia." (QS. Al-Anfal: 2-4)

Apabila disebutkan per poinnya adalah sebagai berikut:
  1. Bila disebut nama Allah gemetarlah hatinya,
  2. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya,
  3. Mereka selalu bertawakal kepada Allah,
  4. Mendirikan shalat,
  5. Menafkahkan sebagian rizki (berinfaq, shadaqoh).
Begitulah ciri orang yang benar-benar mencintai Allah, orang yang beriman dengan sebenar-benarnya iman. Tidak hanya di hati, namun juga mewujud secara konkret dalam amalan yakni melakukan sholat dan menafkahkan sebagian rizki. Juga melebur menjadi ruh dalam setiap gerak dan aktivitasnya, dengan ketawakalannya.

Hal ini juga relevan dengan dengan pengertian iman. Al imanu tashdiqu bil qalb, iqraru bil lisan wal 'amalu bil arkan. Iman itu meyakini dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Tidak sempurna keimanan seseorang manakala hanya berupa keyakinan di hati. Atau hanya ikrar di lisan. Atau sekadar amalan-amalan saja. Namun ketiga aspek itu haruslah ada untuk dapat menjadi keimanan yang sejati.

Begitu pula cinta. Cinta pun harusnya berupa keyakinan di hati, dapat diikrarkan oleh lisan, dan di-ejawantah-kan dalam perbuatan. Apabila satu elemen itu tak bisa atau tak mungkin dilaksanakan, maka tak bisa disebut sebagai cinta yang sejati. Ketiga-tiganya harus ada untuk menjadi cinta yang sejati.

Bagaimana dengan cinta kepada lain jenis??

Ada pendapat banyak ustadz, bahwa cinta antara dua insan berlainan jenis itu dikatakan sebagai cinta sejati manakala cinta itu terbingkai dalam bingkai suci dan indah, ikatan pernikahan. Dan penulis sepakat tentang ini. Karena dengan adanya bingkai indah itu, kesempurnaan cinta bisa dilaksanakan. Selain ada di hati (bergetar hati jika disebut nama orang yang dicintainya, dan bertambah cinta bila disebutkan kebaikan dan kelebihannya), juga telah legal-halal untuk diikrarkan dengan lisan serta dikonkretkan melalui amalan anggota badan. Itu berarti, bahwa cinta memang harus memiliki.

Jika cinta itu tidak berada dalam koridor "memiliki", dalam artian tidak berada dalam bingkai pernikahan, maka paling maksimal hanya bisa teryakini dalam hati. Tidak halal untuk terikrarkan oleh lisan, apalagi lebih jauh lagi terimplementasikan melalui perbuatan oleh anggota badan. Berarti, cinta itu tidak bisa dilaksanakan secara sempurna, dengan kata lain bukan cinta sejati.

So, terkait dengan cinta kepada lain jenis, tidak perlu mencintai sebelum bisa memiliki. Karena jika belum atau tidak memiliki, belum bisa melaksanakan cinta itu secara sempurna. Sehingga cinta yang dimiliki, belumlah sejati. Tapi jika berani, ya silakan. Asal, siap-siap makan hati. ^___^

Wallaahu a'lam. [ ]

sumber gambar: http://khitbahku.files.wordpress.com/

Monday, May 11, 2009

Bukan VMJ, Tapi VAN


Oleh : Cahya Herwening


VMJ?? Apaan tuh?? Hmm, penulis yakin VMJ sudah bukan menjadi istilah asing. Bahkan termasuk istilah jadul, sudah lama dikenal oleh masyarakat, khususnya pada segmen tertentu. Jadi tidak perlu menjelaskan lagi apa dan yang bagaimanakah VMJ itu. Eh, tapi siapa tau ada kepanjangan lain selain yang dimaksud oleh penulis ya. Oke, yang dimaksud VMJ di sini adalah Virus Merah Jambu.

Selain seputar definisi, penulis yakin sudah banyak yang mengulas pula tentang sebab mengapa VMJ bisa muncul, akibat atau dampaknya, contoh-contoh kasusnya, dan sebagainya. Yang akan dipertanyakan di sini adalah, apakah nama VMJ itu masih relevan bila melihat pada tipe penyakit yang diakibatkannya dan potensi bahayanya??


Dalam sebuah forum taujih, seorang ustadz menyampaikan bahwa virus itu tidak layak dinamakan VMJ, Virus Merah Jambu. Karena, kesan dari nama itu justru kebalikan dari wujud dan bahayanya. Istilah "merah jambu" terkesan bagus, indah, menawan. Sedangkan virusnya sendiri dapat memberikan dampak luar biasa berbahaya. Antara lain contoh bahayanya ialah dapat merusak kelurusan orientasi dan kebersihan niat, membuka lebih lebar pintu syahwat dan implementasinya seperti khalwat, pacaran, bahkan perzinaan. Merobohkan bangunan kepribadian, fikroh dan amal sholih. Dan beberapa bahaya yang lain.

Dari potensi bahaya yang sedemikian besar, maka istilah VMJ jelas tidak relevan. Sebagaimana ustadz tersebut juga menyampaikan demikian. Menurut beliau lagi, jauh lebih cocok manakala virus itu dinamakan VAN, Virus Api Neraka. Rasanya, memang nama itu jauh lebih pas.

Kenapa Virus Api Neraka? Ya gampang saja jawabannya. Virus tersebut berpotensi menggiring pengidapnya menuju jurang neraka. Dengan tidak lurusnya niat dan orientasi, maka masuk kategori riya', sedang riya' adalah bagian dari kesyirikan. Apabila virusnya sudah menimbulkan dampak penyakit yang parah, maka pintu ke arah zina semakin dekat, padahal zina termasuk kabair (dosa besar). Jadi, nama VAN, Virus Api Neraka, memang jauh lebih relevan daripada VMJ.

Maka, dengan ini mendeklarasikan nama VAN -- VIRUS API NERAKA sebagai pengganti nama VMJ -- Virus Merah Jambu.


GOOOONGGG!!!!
(bunyi gong dipukul, tanda peresmian ). [ ]




sumber gambar: http://www.poconomountainleather.com/

Sunday, May 10, 2009

Bangganya Pria Jika Dicinta


Oleh : Cahya Herwening


Helloo... ketemu lagi dengan saya di tulisan-tulisan iseng. Namun meski iseng semoga sedikit banyak jadi bahan renungan dan inspirasi. Semoga judul di atas cukup menarik minat bagi yang kebetulan melihatnya di inbox. Sebagaimana salah satu syarat judul yang baik memang harus menarik, di samping harus menggambarkan isi tulisannya. Yuk kita mulai...

Pengambilan tema dan judul dari tulisan ini berawal dari selayang renungan, terhadap apa yang pernah dilihat, didengar dan dirasakan penulis. Khususnya terkait hal-hal yang berhubungan dengan masalah pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Lebih khusus lagi kondisi hati dan orientasinya dalam menjalin interaksi. Ini ada kaitannya juga, bahkan erat, dengan fase PeDeKaTe. Entah itu terjadi saat pertama kali berkenalan, atau saat mencoba memperdalam tingkat kedalaman hubungan.

Huee... sampai di sini, tampaknya pembicaraan mulai menghangat ya . Tema-tema seperti ini tampaknya akan selalu menarik, hangat, dan tak pernah basi. Meski itu semua kembali kepada paradigma sosial, apakah masih relevan untuk membicarakan permasalahan cinta, padahal masih jauh lebih banyak masalah-masalah lain yang harus dipikirkan. Namun masalah cinta yang sebenarnya kecil, dapat menjadi sumber bagi masalah-masalah dan peristiwa lain yang lebih besar, bahkan jauh labih besar. Perlukah diberikan contoh? Penulis rasa tidak perlu, karena sudah terlalu banyak, baik di masa lalu maupun peristiwa yang masih aktual, hangat dan menjadi sajian di layar kaca di setiap harinya.

Kita kembali ke jalur semula . Secara umum, yang namanya laki-laki, cowok, pria manapun, melakukan pendekatan kepada sebuah obyek (baca: wanita) pastilah berdasarkan ketertarikan. Entah karena suka atau sekadar simpati. Bisa karena rupa, watak atau karakter, sifat dan sikap. Namun, tak jarang sepertinya, yang melakukan PDKT karena iseng saja dan coba-coba.

Kita kesampingkan laki-laki yang benar-benar serius PDKT karena memang pengen berproses dalam menjemput jodohnya. Ya jelas, karena tidak ada orientasi yang salah. Lha kalau memang sudah siap memiliki pendamping, kenapa tidak? Ya kan? Nah, untuk selanjutnya kita bicarakan lelaki yang PDKT karena sekadar iseng.

Laki-laki, makhluk yang bisa jinak seperti domba, bisa juga liar seperti serigala. Terkadang, dia serigala berbulu domba. Hehehe.. ngeri memang. Sebagaimana serigala, ketika dia melihat mangsa, maka akan menyusun segala strategi untuk mendapatkan mangsa tersebut. Apakah dengan cara fair, atau kelicikan, segala cara ditempuh. Wah, lebay memang.

Intinya, jika ada sasaran yang menarik minat (faktanya, banyak sekali yang menarik minat), maka tentu menyusun strategi untuk melakukan pendekatan. Banyak sekali macam strateginya. Penulis mengupas tentang itu di tulisan yang lain, biar tidak buka-buka rahasia teknik PDKT cowok dan cogom (cowok gombal), hehe. Nah, tapi ya itu tadi, perlu diwaspadai bahwa tak sedikit PDKT yang hanya bersifat iseng saja!!

Hah?? Iseng!! Dasar, kurang kerjaan banget!! Yah, begitulah sebagian kenyataannya. Cowok itu merasa bangga, bila nantinya ada yang merespon dan kecantol dengan dia. Bangga jika nantinya ada yang benar-benar suka, atau sukses terkena jebakan gombalismenya. Penulis juga tidak tau, dari mana asal dari motivasi seperti ini, dan apa pula tujuannya. Yang jelas, rasa senang manakala ada yang terkena umpan di kailnya bisa jadi menjadi kenikmatan tersendiri.

Kemudian, setelah ada yang kecantol, lalu diapain? Ya penulis pun tidak begitu tahu. Semua bergantung dari jenis cowok itu. Ada yang kemudian mempermainkan untuk kesenangannya. Ada yang mendiamkan alias cuek dan meninggalkannya. Ada yang mencari sasaran-sasaran baru, agar makin banyak 'ikan' yang didapatnya. Memangnya mancing??

Begitulah. Di sini penulis hanya asal cerita saja. Mencoba share agar beberapa pihak terkait mewaspadai makhluk yang disebut cowok. Khususnya para cewek, agar semakin hati-hati. Dan terlebih, jangan memulai terlebih dahulu dengan memamerkan paras ayumu, tubuh seksimu, suara manjamu, tingkah centilmu. Semua bahaya akan kembali kepadamu. So, jaga diri dan hatimu. Waspada.. waspada!! [ ]

Saturday, May 9, 2009

Orang yang Terpuruk




Oleh : Cahya Herwening


Orang yang terpuruk bukanlah orang yang hidup miskin,
Bukan pula yang tadinya kaya raya dan konglomerat, kemudian jadi melarat.

Orang yang terpuruk itu bukanlah orang yang tidak lengkap anggota tubuhnya,
Atau pun tadinya lengkap kemudian cacat karena suatu sebab.

Orang terpuruk itu bukanlah orang yang gagal meraih keinginan,
Maupun juga yang gagal meraih cita-cita.

Orang terpuruk bukanlah orang yang....
...... belum bertemu jodoh padahal sudah berusia,
...... belum dikaruniai anak meski sudah lama menikah,
...... belum punya momongan dalam usia senja bahkan renta.



LALU??






















SIAPAKAH ORANG YANG TERPURUK ITU???





































Orang yang terpuruk adalah orang yang tak bisa memenuhi janji-janjinya,
Orang yang terpuruk adalah orang yang tak bisa menguasai nafsunya, bahkan mengumbarnya,
Orang yang terpuruk adalah yang menyia-nyiakan waktunya untuk kemaksiatan,
Orang yang terpuruk adalah yang tak bersemangat dan tak merasakan nikmat-manisnya ibadah.



Orang yang terpuruk adalah orang yang tak punya tujuan hidup...
Tak tahu mau ke mana....
Dan tidak pula tahu harus melakukan apa.........



Itu menurutku.
Kalau menurutmu??


Lalu.............sedang terpurukkah kamu???

Tuesday, May 5, 2009

"One Step to Japan" *)

 

Oleh: Firman Alamsyah, M. Si. **)

 

Judul itu saya tulis di papan tulis Edwartech, ketika saya belajar bahasa Jepang dan persiapan untuk tes dan wawancara beasiswa Monbusho. Saya tulis "one step", karena masih ada beberapa langkah lainnya untuk bisa sekolah ke Jepang. Untuk satu langkah saja (one step), harus mempersiapkan diri ekstra keras. Apalagi langkah-langkah berikutnya. Berikut ini ceritanya ....

Alhamdulillah, saya lolos seleksi beasiswa Monbusho Research Student tahun 2008. Itu adalah nikmat dan anugerah Allah yang selalu ditunggu-tungu para pejuang pencari beasiswa. Sebagaimana para pejuang pencari beasiswa lainnya, untuk memulai perjuangan, harus punya modal yang bagus terlebih dulu, seperti:

  1. CV yang memperlihatkan track record akademis

  1. TOEFL >550

Untuk memperoleh TOEFL >550, saya sendiri harus 4 kali mengikuti ITP TOEFL. Pertama 520, terus 530, 553, terakhir 570. Untuk mendapatkan TOEFL seperti itu, bisa diperoleh dengan belajar rutin 1-2 jam selama 4 bulan. Untuk belajar mandiri bias beli bukunya di toko buku.

 

  1. Jaringan

Untuk mendapatkan profesor di Jepang, saya sendiri dikenalkan oleh dosen UGM dan dosen ITB. Jadi. berbaik-baiklah dengan dosen-dosen Anda di kampus.

 

  1. Proposal yang menarik

Sebelum proposal saya dikirim ke profesor di Jepang, sudah direvisi oleh dosen UGM tersebut sebanyak 2 kali, terus sama profesor di Jepang direvisi 2 kali juga. Jadi proposal yang saya kirim untuk apply monbusho sudah oke. Ada kasus yang menarik dialami dosen peternakan UNDIP yang lolos wawancara. Waktu apply, TOEFL-nya tidak lolos sebenarnya, tapi karena proposalnya menarik ia ditelpon staf kedubes Jepang untuk mendapatkan TOEFL 550, bukan ITP juga gak apa-apa. Tapi jangan coba-coba kirim aplikasi dengan TOEFL dibawah standar. Ini cuma kasuistik saja, mungkin memang rezeki yang bersangkutan.

 

  1. Pengecekan form aplikasi

Form aplikasi sebelum dikirim, minta dicek dulu sama teman yang alumni Jepang, agar tahu selera orang Jepang. Thanks banget buat DR. Edi Sukur yang sudah mengobrak-abrik form aplikasi saya. Makan sushi-nya nanti kalau sudah di Jepang ya. Tapi gak janji ya…

 

  1. Penyusunan semua dokumen dengan rapi dan sesuai urutannya. Jepang sangat ketat dengan administrasi.

  1. Mengantar dokumen

Dokumen diantar langsung ke kedubes, karena jika ada kesalahan susun, langsung bisa diperbaiki di kedubes. Kadang yang tidak tertera di peraturan di website, ternyata di kedubes berlaku. Dan application form yang diterima di Jepang cuma yang asli dari kedubes, bukan yang download di website. Formnya berbeda dan harus dikirim yang asli, bukan hasil print. Ini saya alami sendiri. Mungkin kalau dikirim via pos, dokumen saya sudah masuk tong sampah kedubes.

 

  1. Berdoa

Yang namanya mendapat beasiswa merupakan rezeki masing-masing. Sepintar apapun seseorang, kalo bukan rezekinya, belum tentu dapet beasiswa. Meski gak pinter-pinter amat kayak saya, kalau sudah rezekinya, ya bakal dapet. Alhamdulillah…

 

  1. Satu hal lagi, bagi yang punya tampang mujahidin Afghanistan, sebaiknya jenggotnya dicukur dulu yang rapi, baru kemudian difoto. Jangan sampai gara-gara foto, orang Jepang udah takut duluan. Ada teman yang tampangnya kayak mujahidin Afghan, belum pernah lolos seleksi beasiswa, padahal track record akademisnya jauh lebih bagus dari saya. Dari beasiswa monbusho, ADS, Fullbright, IDB dan banyak lagi, sudah dicobanya. Ya mungkin memang belum rezekinya ya.


Lolos seleksi dokumen, merupakan anugerah yang luar biasa, karena hanya kurang dari 100 orang (sekitar 90-an) yang dipanggil tes bahasa dan wawancara monbusho. Untuk persiapan tes bahasa, saya belajar bahasa Jepang 1 bulan sebelum pengumuman lolos dokumen. Walau ini sebenarnya juga gak nolong banget, paling gak bisa baca hiragana dan katakana, walau belum tentu tau artinya. Paling gak saat tes, kelihatan serius ngerjainnya soalnya orang Jepang senang dengan orang yang (kelihatannya) pantang menyerah. Antara pengumuman lolos dokumen dengan  tes bahasa, bedanya hanya 1 minggu, jadi lumayan mepet kalau gak ada persiapan sejak awal.

Selain tes bahasa jepang, ada tes bahasa Inggris (klasik) juga. Asli susah, lebih susah dibandingkan TOEFL. Kabarnya, di antara tes bahasa Jepang dan tes bahasa Inggris, nanti diambil nilai yang terbaik.

Saya sarankan ambil kedua tes tersebut, walau gak bisa mengerjakan tes bahasa Jepang. Yang menarik dari tes bahasa tersebut, ternyata dari 4 meja terdepan, 2 meja terdepan yang masing-masing berisi 3 orang, termasuk saya, lolos semua. Mungkin ada baiknya, jika Anda lolos seleksi dokumen terus di tes bahasa, ambil meja terdepan. Tapi gak tahu juga, berpengaruh apa tidak. Tapi ya, tidak salah juga kan, kalau duduk di depan. Lalu jangan coba-coba buka soal sebelum ujian dimulai dan nyontek. Watch out, ada kamera yang mengintai (katanya). Ada teman di meja belakang saya yang ketahuan membuka soal sebelum ujian dimulai, akhirnya tidak lulus.

Untuk tes wawancara harus berhadapan dengan 5 orang panelis, 3 dari Jepang dan 2 dari Indonesia. Ini pengalaman kedua, diwawancara oleh orang asing untuk mendapatkan beasiswa. Sewaktu dapet beasiswa S2 dari Austria, diwawancarai oleh 3 orang dari Austria dan 1 Indonesia. Satu hal yang penting dari wawancara adalah first impression. First impression bisa dilihat dari cara berpakaian, cara bersikap ketika masuk ruang dan jawaban dari pertanyaan pertama. Setiap wawancara beasiswa, saya selalu mengenakan jas. Jangan lupa sikat gigi dan mandi yang bersih. Kalau ini sih harus ya ....


Pengalaman ketika wawancara, 1 orang Jepang ngomong Inggrisnya gak jelas, kayak orang lagi kumur-kumur. Setelah dicerna, baru tahu saya, apa yang dimaksudkannya. Wawancara berlangsung sekitar 30 menit. Yang penting nyerocos terus. Alhamdulillah hampir semua pertanyaan dari panelis, sudah saya siapkan jawabannya. Jadi panelis tampaknya puas dengan semua jawaban saya. Sempat juga disuruh ngomong dalam bahasa Jepang. Untuk menghadapi wawancara, saya menyiapkan waktu 1 minggu full, sampai menginap di lab Edwartech.

 

Waktu saya wawancara, ada 4 orang peserta lainnya yang masuk dalam jadwal yang berurutan. Ada yang alumni UI dan ITB, yang mahasiswa ITB juga ada. Kebetulan saya mendapat urutan yang terakhir. Ada peserta yang keluar ruang, matanya berkaca-kaca, karena gak bisa jawab pertanyaan teknis keilmuan dari panelis. Ada yang cerah ceria, karena wawancaranya santai dan cuma ketawa-ketawa di dalam ruang. Ada yang mau nangis karena dibantai sama panelis. Intinya, kita harus persiapkan betul semua jawaban dari pertanyaan yang mungkin ditanyakan panelis, terutama ketika kita mempresentasikan proposal riset dan menjawab keilmuan yang berkaitan dengan riset kita. Jangan sampai gagap, nyerocos aja terus. Paling juga orang Jepangnya gak ngerti, kali.... Oh ya, bagi yang pernah riset di Jepang, sangat membantu saat wawancara.

Sebelum berangkat ke Padang, untuk mengisi acara MITI-Mahasiswa di Sumatra, ketika di bandara Soekarno-Hatta sambil menunggu pesawat, saya ditelpon kedubes Jepang, bahwa saya lulus primary screening. Alhamdulillah, itu 2 minggu setelah saya tes wawancara. Jadi ke Padang dalam kondisi bahagia, walau disambut lampu padam, gak masalah.

 

Alhamdulillah saya sudah mendapat letter of acceptance (LA) dari profesor di University of Tokyo (Todai). Untuk mendapat LA dari profesor tersebut, saya harus mengirimkan berkas aplikasi Monbusho ke Graduate School yang kita tuju, nanti akan diproses oleh staf di sana. Saya kirim juga copy berkas aplikasi ke profesor. Untuk amannya, kirim berkas melalui jasa kiriman yang sudah terpercaya. Selain aman juga lebih murah dibandingkan jasa pengiriman lokal. Dari cerita beberapa teman yang lolos Monbusho juga, untuk mendapatkan LA, ternyata prosesnya berbeda di tiap universitas dan profesor. Ada yang gampang banget, sampai dapet 3 profesor seperti di Nagoya, ada yang harus test dulu seperti di TIT (Tokyo Institute of Technology) dan SOKENDAI, ada yang cuma kirim soft copy via email ke profesor, tanpa harus mengirim berkas aplikasi ke Jepang, dan profesornya yang mengurus pendaftaran di kampusnya. Memang rezeki masing-masing. Sebelumnya di Todai, saya sudah dapat profesor di SOKENDAI (Graduate School of Advanced Studies), sekolah khusus S3. Tapi karena profesornya tahu, saya cari profesor lain, akhirnya beliau menolak saya masuk labnya. Hal ini memang cukup sensitif. Tapi ada temen yang dapat 3 profesor, dan profesornya sama-sama tahu, ternyata tidak masalah. Memang rezeki masing-masing.

 

Untuk masuk program S2 dan S3 di Todai, saya harus lolos tes GRE dulu. Tesnya bisa diambil di Indonesia. Untuk masuk program S2 dan S3 di universitas Jepang, pada umumnya ada tes masuk terlebih dulu. Tesnya bisa berbeda-beda di tiap universitas. Jadi peraih beasiswa Monbusho, baru berstatus research student, jadi di Jepang harus berjuang lagi untuk bisa masuk program S2 dan S3. Makanya tulisan ini berjudul "One step to Japan". Setelah berbagai proses yang telah dilalui. Insya Allah saya dan teman-teman peraih beasiswa Monbusho, akan berangkat 1 April 2009.

 

Sebagai penutup, saya ingin berpesan kepada yang ingin mendapatkan beasiswa, bahwa berjuang mendapatkan beasiswa itu, bukan menunggu durian runtuh, jatuh terus dibelah (bahkan kadang sudah belah sendiri) dan dimakan. Istilahnya gratisan gitu. Tapi take it for granted. Berjuang mendapatkan beasiswa itu, seperti memanjat pohon kelapa. Penuh dengan effort. Ketika di atas pun, harus berusaha menjatuhkan kelapanya, itu pun dengan usaha. Jadi kalo ada orang yang menawari beasiswa, bukan serta merta gratisan. Semuanya ada mekanisme standar yang harus dipenuhi dan dilewati oleh para pejuang pencari beasiswa. Oke sementara ini dulu cerita saya, raih masa depan Anda dan masa depan negeri ini. [ ]

 

 

*) Ditulis oleh Firman Alamsyah, M.Si. dengan editing seperlunya.

*) Penulis adalah Ketua Biro Pelajar dan Mahasiswa MITI

Dan Awardee of Research Student Monbukagakusho Scholarship 2008 at University of Tokyo Japan.

Sunday, May 3, 2009

Gak Produktif Menulis, Salahkan Siapa?




Oleh : Cahya Herwening


Sudah sekian lamanya saya tidak mengisi blog multiply tercinta ini. Apabila dilihat postingan terakhir, saya lakukan pada 30 Maret 2009. Itupun artikel hasil copas, alias copy-paste. Padahal, kalau diingat-ingat saya pernah punya keinginan menjadi penulis, atau bahkan sudah mengaku menjadi penulis. Terlebih lagi, mengaku pula kalau cinta menulis. Tapi kok akhir-akhir ini tak lagi sering menulis? Apa pasal?

Bukan sulap bukan sihir, hanya sekadar alasan, komputer saya rusak . Memang apa hubungannya antara komputer dengan menulis? Emang ada?? Kalau tidak ada, ya perlu diadakan. Kan memang hanya alasan. Sah-sah saja kan? Hehehe...

Begini. Selama ini saya menulis langsung di komputer, tidak ditulis dahulu di buku tulis atau kertas (kecuali memang mendesak dan tidak ada perangkat). Boleh dikatakan, saya anggota forum lingkar keyboard (FLK), hehehe... Dengan begitu, jika komputer rusak maka aktivitas menulis pun bisa berantakan. Terang saja, ketika komputer masih utuh saja jarang menulis kok.

Beberapa waktu lalu, sudah cukup lama sebenarnya, hardisk komputer saya 'ambyar'. Hardisknya memang tua, pabrikan Samsung dengan kapasitas sekitar 3 GHz. Kecil sekali dibandingkan kapasitas hardisk sekarang yang mencapai 500 GHz atau lebih. Tapi meski kecil dan tua, telah banyak jasanya dalam membantu aktivitas dan menyelesaikan tugas-tugas. Penyebab kerusakannya sendiri, tampaknya bukan berasal dari hardisk itu sendiri, namun entah dari mainboard atau power supply yang sudah tidak akurat dalam mengatur tegangan atau arus.

Yah, tapi tidak tahu juga kenapa rasanya tidak ada rasa sedih hati, padahal banyak sekali dokumen penting di sana yang belum sempat terselamatkan. Setelah kejadian rusak itu ... praktis aktivitas menulis menjadi jarang. Produktivitas menjadi merosot. Blog pun jauh lebih jarang terisi tulisan.

Namun, apakah memang harus seperti itu?? Menulis hanya bergantung pada punya tidaknya komputer??

Tampaknya akan sangat naif manakala sampai seperti itu. Berhenti menulis gara-gara tidak punya komputer?? Jhaaahh!! J.K. Rowling saja mulai menulis novel fenomenal Harry Potter hanya dengan lembaran-lembaran kertas, kalau tak salah bahkan kertas bekas. Namun akhirnya buah penanya mampu menggetarkan dunia novel fantasi. Ingat, hanya dari menulis di lembaran kertas, belum punya komputer apalagi yang punya spec Core2Duo berkelas hi-end.

Sedangkan saya??

Hahah... hanya karena komputer sendiri rusak sedikit saja, sudah loyo. Katanya mau jadi penulis? Katanya cinta menulis? Mana buktinya?? Seharusnya masih tetap rajin menulis. Dengan keterbatasan sarana apapun. Sesibuk apapun. Tiada alasan untuk berhenti menulis. Dan selalu luangkan waktu untuk terus menulis. Menulis .. menulis .. menulis... tidak bergantung apapun, termasuk mood.

Yeah, tampaknya ke depan, itulah yang harus diusahakan. Terus menulis, tanpa kenal henti. Tiada alasan untuk berhenti menulis. Lagian, terlepas dari itu semua, masih ada beberapa unit komputer juga di rumah kakak. Tetanggaan di kampung yang sama bahkan!! Ya Rabb, malu aku!!  [ ]