Tuesday, June 30, 2009

Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Daerah

oleh: Cahya Herwening *)

Kita mengenal slogan “Pemuda harapan bangsa” atau “Maju mundurnya suatu bangsa tergantung pada pemudanya”. Mahasiswa adalah bagian pemuda yang selalu ditunggu perannya dalam pembangunan. Apa sajakah peran itu?

Kita telah memaklumi bersama bahwasannya mahasiswa termasuk kalangan elit. Hanya segelintir saja dari jutaan orang pemuda di Indonesia, yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Tak semua memiliki kesempatan masuk ke dalam kelas ini. Terlebih realita yang ada saat ini manakala biaya kuliah semakin mahal. Makin sedikit pula yang dapat merasakan hidup di dunia perguruan tinggi. Dan yang sedikit itulah, yang memiliki potensi strategis sebagai iron stock para leader di negeri kita ini.

Mahasiswa adalah kalangan yang memiliki potensi besar melakukan mobilitas. Bahkan, hal itu sudah dilakukan semenjak mereka resmi memiliki status sebagai mahasiswa, karena status itu termasuk kelas menengah. Ke depan, selepas menyelesaikan proses pembelajaran dan pencarian jati diri mereka di kampus, pintu melakukan mobilitas itu semakin terbuka. Mobilitas secara vertikal maupun horizontal, menuju ke posisi strategis di berbagai sektor yang akan mereka geluti, baik public sector, private sector atau third sector.

Besarnya potensi mereka itu –logis, karena hampir tidak mungkin negeri ini akan dipimpin oleh para lulusan SMP apalagi SD– tak luput dari besarnya harapan yang disematkan ke pundak mereka. Mereka diharapkan oleh masyarakat untuk nantinya kembali dan membangun masyarakat khususnya di daerah dari mana mereka berasal. Mahasiswa yang merantau, seolah-olah menjadi perwakilan daerah untuk menyerap ilmu sebanyak mungkin kemudian diterapkan dalam pembangunan daerahnya suatu saat nanti. Dan ini memang menjadi salah satu peran yang harapannya bisa dijalankan oleh para mahasiswa, terlepas dari realita mahasiswa zaman sekarang yang tak sedikit menghabiskan masa studinya dengan hura-hura dan bersenang-senang.

Sebenarnya apa saja peran mahasiswa yang bisa dimainkannya dalam pembangunan daerah? Hal ini perlu dipahami bersama, karena ketidakjelasan peran akan menimbulkan kegamangan. Dan kegamangan akan mengakibatkan ketidakproduktifan. Maka tentang peran mahasiswa dalam pembangunan daerah ini perlu kita ulas lebih jauh. Namun, kita perlu terlebih dahulu melihat seberapa jauh potensi yang dimiiki oleh mahasiswa. Sehingga apa saja peran yang dapat dimainkan nanti, bisa kita lihat dari potensi yang ada dalam diri mereka.

Pertama, kita dapat melihat potensi mahasiswa dari aspek karakternya. Kita pahami bersama, bahwa mahasiswa memiliki karakter idealis. Semua hal dilihat dan ingin dibentuk dalam tataran ideal. Baik dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri, keorganisasian, berbagai sistem dan kebijakan dalam masyarakat maupun dalam kehidupan negara. Mahasiswa biasanya menjadi orang yang paling resah dengan ketidakberesan, benci dengan ketidakadilan, menginginkan tegaknya aturan dan norma kebaikan. Dengan begitu tepatlah manakala mahasiswa disebut sebagai social control, mengkritisi setiap ketidakberesan berjalannya sistem di masyarakat maupun negara.

Pemuda memiliki tipe pemikiran yang kritis dan kreatif. Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda tak lepas dari sifat ini. Sejarah mengatakan, bahwa perubahan-perubahan besar berawal dari para pemuda. Kita dapat melihat bagaimana peristiwa kebangkitan nasional, sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan Indonesia serta reformasi berawal. Semua tidak luput dari peran para pemuda. Pun begitu dengan berbagai peristiwa perubahan, revolusi dan pembaruan di beberapa belahan dunia.

Kaum muda memiliki frame berfikir yang khas. Berawal dari idealismenya dia kritis terhadap persoalan-persoalan, dan dengan kreativitasnya memberikan solusi-solusi dari persoalan yang ada. Tak jarang solusi yang mereka hasilkan merupakan hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya oleh generasi yang lebih tua. Banyak terobosan baru yang mereka lahirkan, karena mereka punya paradigma berpikir yang berbeda. Karena berbeda paradigma, maka biasanya antara generasi tua dan generasi muda terjadi konflik pemikiran, antara paradigma lama dan paradigma baru. Kita dapat ambil contoh pada salah satu persitiwa besar, proklamasi kemerdekaan. Terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda tentang kapan proklamasi harus dilakukan.

Beberapa kelebihan yang bersifat alami di atas, yakni idealis, kritis dan kreatif membuat arus perubahan dapat diciptakan, menuju yang lebih baik sebagaimana idealita yang ada dalam benak mereka. Dipadu dengan sifat semangat, dan didukung oleh kekuatan fisik yang masih prima, maka arus perubahan semakin besar. Mereka tak akan kenal lelah dalam bekerja dan menggerakkan perubahan itu, sehingga dalam waktu yang tak terlampau lama apa yang mereka inginkan akan segera dicapai.

Kedua, potensi mereka dilihat dari aspek intelektualitas, kecerdasan dan penguasaan wawasan keilmuan. Ilmu dan wawasan yang dimiliki selain akan memperluas cakrawala pandangan, juga memberikan bekal teoritis maupun praktis dalam pemecahan masalah. Seorang mahasiswa akan dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang ada yang pada masa dahulu pernah ditemui manusia dan dirumuskan dalam berbagai teori pemecahannya. Atau, jika hal yang ada belum pernah ditemui sebelumnya, maka mereka sudah memiliki bekal yang metodologis dan sistematis tentang bagaimana cara menemukan pemecahan problem-problem yang ada. Tiada lain dengan riset, baik riset di bidang eksak maupun noneksak.

Potensi dari dua aspek yang ada itulah yang akan membuat mahasiswa dapat melakukan perannya. Syaratnya, kedua potensi itu benar-benar dikembangkan secara optimal oleh mereka baik secara personal maupun komunal sehingga dapat menjadi senjata yang siap digunakan untuk memberikan kemanfaatan terbesar bagi masyarakat. Potensi dari aspek karakter dikembangkan dengan berbagai aktivitas yang mengasah softskill, baik melalui kegiatan organisasi, pelatihan-pelatihan maupun aktivitas keseharian mahasiswa di luar kegiatan akademik. Sedangkan potensi intelektualitas dibangun melalui semua kegiatan yang mengasah hardskill, yakni kegiatan belajar mengajar, pengkajian, penelitian dan juga pelatihan. Dengan begitu mereka memiliki kualifikasi dan kompetensi menuju profil mahasiswa ideal, yakni mahasiswa yang memiliki integritas moral, kredibilitas sosial dan profesionalitas keilmuan.

Pada era sekarang ini, rasanya sudah tidak relevan lagi manakala implementasi peran mahasiswa hanya sekadar seperti apa yang dilakukan pada masa-masa lalu. Sebagian besar yang telah dilakukan mahasiswa untuk menjalankan peran sebagai agent of change dan social control dilakukan melalui aksi-aksi turun ke jalan. Aksi untuk menuntut perubahan kebijakan, penyebaran wacana dan opini ke publik, namun belum bisa memberikan solusi konkrit. Sudah saatnya hal itu diubah, sudah tiba waktunya bagi mahasiswa untuk memaksimalkan peran sebagai aktor intelektual yang dapat memberikan jawaban-jawaban dan solusi yang konkrit, membumi, aplikatif dan bermutu. Bukan sekadar wacana yang mengawang, atau alternatif solusi dari hasil analisis yang serampangan. Namun semuanya berbasis penguasaan keilmuan pada bidang masing-masing, melalui proses pengkajian yang mendalam dan komprehensif, dilihat dari berbagai sudut pandang secara interdisipliner sehingga menghasilkan solusi yang solutif.

Peran yang bisa dimainkan mahasiswa di daerah tentu tak terkungkung pada daerahnya masing-masing, namun bisa berperan di daerah lain. Juga tidak melulu yang bersifat konseptual, namun juga yang bersifat praktikal dengan terjun langsung di masyarakat. Yang jelas semuanya didasari oleh kerangka berpikir ilmiah. Mahasiswa dapat memulai aksinya berpijak dari masalah-masalah yang ada pada suatu daerah, maupun potensi besar yang belum terkembangkan atau teroptimalkan yang dapat menjadi senjata bagi daerah tersebut. Baik dalam bidang pangan, pendidikan, kesehatan, iptek, pertanian, sosial, budaya, pemerintahan dan lain sebagainya.

Di bidang pangan misalnya, suatu daerah memiliki keunggulan komparatif sebagai penghasil salak. Di setiap musim panen, produksi salak melimpah dan dapat mensuplai produk ke beberapa daerah lain yang membutuhkan. Permasalahannya adalah seringkali jumlah produksi salak melebihi permintaan yang ada, sehingga ada sisa yang setiap periode terbuang percuma, karena sifat produk pertanian yang cepat rusak. Berdasarkan permasalahan itu, seorang mahasiswa yang baik akan dapat mengubah permasalahan seperti itu menjadi potensi besar. Dia akan melakukan riset untuk menciptakan produk olahan dari salak, sehingga salak yang tidak termanfaatkan dalam bentuk mentah setelah menjadi produk olahan lain akan memiliki nilai jual lebih tinggi, disamping dapat meningkatkan daya tahan produk itu sendiri. Implikasi positif lain dari hal ini adalah membuka peluang usaha baru yang nantinya dapat menyerap tenaga kerja, dengan begitu pengangguran dapat dikurangi. Kripik salak dan selai salak merupakan contoh produk sebagai wujud nyata dari usaha semacam ini.

Contoh lainnya, manakala pada suatu daerah memiliki permasalahan pada banyaknya sampah padat yang tidak tertangani dan akhirnya menumpuk di beberapa tempat. Selain dari segi estetika tidak sedap bagi pemandangan, menimbulkan bau tidak sedap, dari aspek kesehatan dapat menjadi sumber beberapa penyakit, selain memberikan potensi ancaman banjir apabila menyumbat beberapa saluran air. Mahasiswa atau kelompok mahasiswa dapat memberikan solusi dengan program pemberdayaan masyarakat pengolahan sampah organik. Dampaknya pada pengurangan jumlah sampah yang ada secara signifikan, dihasilkannya produk olahan sampah organik misalnya menjadi pupuk organik yang memiliki kegunaan dan bernilai jual, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sampah.

Mahasiswa tidak harus terjun sendiri ke masyarakat secara swadaya, karena hal itu akan sangat berat. Alangkah sangat baiknya mahasiswa dapat merangkul berbagai pihak yang dapat diajak kerja sama dalam membuat proyek-proyek yang lebih besar untuk memberikan pencerdasan pada masyarakat dan memberdayakan mereka. Pemerintah daerah, pihak kampus (universitas) dan pihak swasta adalah pihak-pihak yang sangat bertanggung jawab dalam kemajuan masyarakat. Pemerintah daerah tentu saja pelaku utama yang bertanggung jawab penuh terhadap kemajuan masyarakat di daerahnya. Universitas memiliki kewajiban dalam pendidikan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana tertuang dalam salah satu poin Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pihak swasta memiliki kewajiban untuk melaksanakan program-program CSR (Corporate Social Responsibility). Peran ketiga elemen besar itu harus dapat dioptimalkan, dan disinergikan. Dan hal ini dapat diinisiasi oleh mahasiswa.

Pihak pemerintah berperan dalam pendanaan sebagaimana telah dianggarkan, juga SDM pakar dengan adanya para petugas penyuluh lapangan dari departemen-departemen tertentu. Pihak universitas memberikan sumbangan dari sisi keilmuan, program (misalnya dengan priogram KKN) dan SDM pelaksana, yakni mahasiswa itu sendiri. Aspek dana juga didukung oleh pihak swasta, selain perannya dalam memenuhi kebutuhan akan instrumen berupa peralatan maupun perlengkapan. Sinergitas yang saling melengkapi dari ketiga pihak ini akan memberikan signifikansi sangat tinggi dalam upaya melaksanakan pembangunan daerah. Karena dengan sinerginya beberapa pihak tersebut, masing-masing tidak bekerja sendiri melalui program yang bisa jadi overlap satu sama lain sehingga tidak efektif dan efisien, bahkan kontraproduktif.

Ke depan, kesadaran akan pentingnya sinergitas antara beberapa pihak perlu semakin ditingkatkan, dan ini harus dimulai semenjak sekarang. Tak ketinggalan, penyiapan diri mahasiswa, yang ke depan juga akan menempati ruang-ruang strategis di pemerintah, swasta maupun kampus harus dilakukan semenjak dini, dengan cara:
1.    Pengembangan potensi diri dari aspek hardskill maupun softskill sebagai upaya memaksimalkan potensinya sebagai iron stock,
2.    Melakukan kontrol kebijakan pemerintah terhadap penentuan arah dan karakteristik pembangunan daerah,
3.    Berupaya untuk senantiasa memenuhi kebutuhan akan perbaikan dari kehidupan masyarakat dan berbagai permasalahan yang terjadi di sana melalui penerapan dan implementasi ilmu yang telah diperoleh di bangku perguruan tinggi,
4.    Mengembangkan jaringan (networking) dengan berbagai pihak, khususnya yang memiliki peran dan potensi dalam pembangunan daerah.

Semua itu tak dapat terwujud manakala tidak diawali oleh kepedulian serta sikap kritis terhadap peristiwa sosial yang melahirkan niat dan kemauan untuk turut berperan serta memperbaiki masyarakat. Sehingga nantinya cita-cita untuk mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang berkedaulatan, berkeadilan, maju dan mandiri dapat diraih. [ ]



*) Penulis adalah pengurus MITI-Mahasiswa
sebagai Kepala Bidang Pembinaan Wilayah