Tuesday, August 30, 2011

Catatan Akhir Ramadhan


Oleh : Cahya Herwening


Di akhir Ramadhan ini, mari kita renungkan bersama. Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat, berkah, ampunan, pintu surga dibuka lebar, pintu neraka ditutup, pahala amal kebaikan dilipatgandakan serta ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Berarti, bahwa Ramadhan seharusnya menjadi waktu dimana kita bisa panen raya pahala dan juga diampuni dosa sebanyak-banyaknya. Namun sudahkah kita mengoptimalkan kesempatan tersebut?

Kita sepertinya telah biasa menyaksikan atau bahkan merasakan sendiri. Selama Ramadhan, ada yang pengeluaran untuk konsumsi justru meningkat daripada bulan-bulan biasa, alias lebih boros. Sholat-sholat jama'ah di masjid kian hari kian maju shaffnya. Ada yang masih berleha-leha tidak memanfaatkan waktu untuk ibadah, tapi hanya tidur-tiduran atau bermain-main. Atau bahkan ada yang tenang saja meninggalkan kewajiban puasa dan sholat lima waktu. Naudzubillah, semoga kita bukan golongan orang yang disebut terakhir tadi.

Bagi yang sudah berniat mengoptimalkan Ramadhan untuk beribadah pun tak luput dari cobaan. Mungkin masih sering kita rasakan rasa malas beribadah yang tiba-tiba datang, lemah semangat tiba-tiba terjadi, biasanya itu terjadi saat kita sampai di pertengahan Ramadhan. Misalnya, pada awal-awal Ramadhan kita sanggup tilawah Al-Qur'an sehari dua atau tiga juz, namun saat mulai memasuki pertengahan Ramadhan, semangat nge-drop. Kenapa bisa begitu? Padahal dalam suatu hadits dikatakan bahwa pada bulan Ramadhan, setan-setan dibelenggu. Tapi kenapa masih datang kemalasan? Maka kita perlu cari penyebabnya.

Saya teringat perbincangan dengan salah seorang murid sekaligus kawan tentang hal ini. Dia melontarkan pertanyaan serupa, dan saat itu pula saya baru sadar akan beberapa kemungkinan penyebab fenomena tersebut, yang kemudian saya sampaikan padanya. Faktor godaan setan memang masih ada, karena setan masih berkeliaran. Hanya kejahatannya saja yang dibatasi atau diminimalkan. Dan pada bulan Ramadhan, suasana memang sangat kondusif untuk beribadah dan mendekatkan diri pada Allah sehingga mempersulit gerak setan. Kalaupun setan benar-benar dibelenggu, hanya beberapa saja, misalnya pimpinan atau yang kejahatannya sudah berlebihan. Ada beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai hal ini, dan insya Allah sudah banyak artikel yang menjelaskannya.

Berikut akan dipaparkan pendapat sementara penulis, kenapa pada bulan Ramadhan kita masih bisa malas, bahkan mungkin lebih malas dari bulan biasanya. Pertama, karena semangat kita masih semangat 'proyekan'. Sifat proyek adalah pekerjaan dilakukan dalam suatu kurun waktu tertentu untuk mengerjakan tugas tertentu hingga selesai. Apabila tugas selesai maka berhentilah aktivitasnya, dan selesailah proyeknya. Contohnya, pada proyek pembangunan jembatan. Bila jembatan sudah jadi, maka proyek tersebut selesai dan pekerjaan berhenti. Nah, sangat boleh jadi kita rajin ibadah, atau mulai beribadah pada saat berada di bulan Ramadhan. Sedang di luar Ramadhan, kita tidak melaksanakannya. Istilahnya kita masih manusia ramadhani, bukan manusia Rabbani.

Pelaksanaan amalan-amalan secara lebih pol-polan saat Ramadhan tanpa persiapan di awal, akan berakibat kita akan merasa cepat kelelahan. Ibarat olahraga tanpa pemanasan terlebih dahulu, maka rentan cedera, terlebih lagi bila sebelumnya tidak pernah olahraga. Atau seperti mesin yang tidak pernah dipanasi, kemudian langsung dipakai kenceng. Ya pasti bodhol. Kalau kita sudah mulai kelelahan, pasti kemalasan akan datang, semangat akan kendur, meski di awal Ramadhan sudah berjalan baik.

Merenungkan itu, jadi teringat teladan dari Rasulullaah saw. Beliau bersama para shahabat telah melakukan persiapan sejak sebelas bulan sebelum Ramadhan, artinya sejak selesai Ramadhan sebelumnya, yakni bulan Syawal, mereka telah mengoptimalkan ibadahnya, sepanjang tahun. Dan persiapan mereka lebih dipertajam manakala menginjak bulan Rajab. Dengan begitu, kualitas ibadah mereka dapat terus meningkat karena semuanya telah terbangun sebagai kebiasaan. Dan ketika memasuki Ramadhan, mereka dapat meningkatkannya lagi. Berbeda sekali dengan kita yang 'proyekan'.

Kemungkinan penyebab kedua, yaitu bahwa mungkin kita 'berjalan' sendirian. Kita tidak punya komunitas ibadah yang bisa saling menyemangati, memotivasi, mengingatkan untuk terus rajin. Apabila kita sendirian, ketika kita lemah semangat tidak ada yang dapat menarik kita untuk kembali ke ritme awal. Terasa benar, ketika di rumah sendiri, semangat memang lebih mudah drop. Sebaliknya terasa benar ketika ada beberapa saudara seiman, misalnya di kala i'tikaf, semangat dapat lebih terjaga karena ada suasana kompetisi dalam ibadah dan ada kebersamaan.

Mungkin dua faktor itu yang berpengaruh terhadap keistiqomahan kita dalam beribadah dengan optimal di bulan Ramadhan. Semoga dengan mengetahui penyebab kenapa kita malas dan lemah semangat di pertengahan Ramadhan, kita dapat mengantisipasinya pada Ramadhan yang akan datang, insya Allah. Saya mengajak diri sendiri dan kita semua untuk mempersiapkan lebih dini dalam menyambut Ramadhan, sehingga dapat lebih optimal di dalamnya. Semoga Allah menyampaikan umur kita hingga Ramadhan yang akan datang dengan dipanjangkannya umur kita dan diberikan kesehatan yang prima. Aamiin.

Selasa, 30 Ramadhan 1432 H

Sunday, August 14, 2011

Menjadi Pahlawan Sejati


Oleh : Cahya Herwening


Wah, tanpa terasa sudah mau tujuh belasan lagi nih. Momen yang dapat mengingatkan kita akan keberhasilan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan indonesia. Di kepala kita, yang namanya pahlawan itu ya yang kayak Cut Nyak Dien, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Antasari, Nyi Ageng Serang, RA Kartini, Kapten Pattimura, Sultan Hasanuddin dan sebangsanya. Banyak banget tokoh pejuang masa lalu yang telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional.

Para pahlawan di atas adalah beberapa contoh pahlawan yang ‘resmi’ dan ‘legal’ menurut negara. Definisi pahlawan versi negara mengacu pada Peraturan Presiden No.33 tahun 1964. Dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pahlawan adalah;
a) warga Negara RI yang gugur dalam perjuangan – yang bermutu – dalam membela bangsa dan negara;
b) warga negara RI yang berjasa membela bangsa dan negara yang dalam riwayat hidupnya selanjutnya tidak ternoda oleh suatu perbuatan yang membuat cacat nilai perjuangannya.
Kedua poin di atas menjadi kriteria utama untuk menetapkan seseorang sebagai pahlawan nasional.


Hmm… setelah dipikir-pikir, berat juga ya syarat jadi pahlawan menurut versi negara itu. Kudu punya karya perjuangan di level negara. Kalau kita liat diri kita sekarang, boro-boro mau level nasional, level kabupaten atau bahkan kecamatan aja belum tentu bisa atau nggak. Liat aja, di pertandingan catur tingkat kampung aja keok! Hehehe…. emang lomba tujuh belasan??

Menurut kamus Oxford, yang disebut pahlawan (hero) adalah a person, typically a man, who is admired for their courage or outstanding achievements; atau seseorang, biasanya laki-laki, yang dikagumi karena keberaniannya atau pencapaian yang luar biasa. Nah, berdasarkan pengertian itu, seberapa pula pencapaian kita saat ini? So, bisa enggak sih, kita jadi pahlawan dengan kekuatan dan kemampuan kita saat ini?


Ada seorang tokoh mengatakan, bahwa di setiap zaman ada pahlawannya, di setiap generasi ada pahlawannya dan di setiap wilayah ada pula pahlawannya. Di zaman dulu kala, pada kaum Bani Israil diturunkan pahlawan, salah satunya Isa as. Beliau diturunkan kepada mereka untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan. Beliau pun punya pengikut yang juga para pahlawan, Hawariyyin. Pernah suatu ketika Nabi Isa as. membutuhkan penegasan komitmen mereka dengan menanyakan “siapakah yang akan menjadi penolong agama Allah?”, mereka dengan sigap menjawab; “kamilah para penolong agama Allah.”. Hal ini terekam dalam surah Ash-Shaff ayat terakhir, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.”

Kita pun mustinya bisa jadi pahlawan pula di wilayah kita dan zaman kita ini. Kita pasti bisa berperan dengan apa yang ada dalam diri kita saat ini, entah itu kekuatan yang kita telah miliki, atau potensi diri yang belum tergali dan terkembangkan. Cukuplah kita kembalikan makna pahlawan itu pada asal katanya, yakni “pahala” dan “-wan”. Pahalawan, artinya orang yang memiliki banyak pahala, orang yang gemar mencari pahala, atau orang yang beraktivitas dalam tugas dan peran yang penuh pahala dan kebaikan. Tentu kita mau banget lah, kalau punya banyak pahala. Itulah yang namanya pahalawan alias pahlawan. Hehehe…

Pahala itu dari Allah Ta’ala, dan untuk memperolehnya kita musti melakukan amalan-amalan sebagaimana yang Allah perintahkan. Maka ini akan menjadi relevan dengan ayat yang disebut di atas, bahwasannya Allah telah memerintahkan kepada kita: “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah…”. Perintah untuk menolong agama Allah itu ditujukan kepada semua yang mengaku beriman. Berimankah kita? Jika iya, yuk mari … menjadi penolong agama Allah. Itulah pahlawan sejati, the true hero.

Bagaimana caranya? Kita nggak bakalan bisa jadi penolong agama Allah (Islam) manakala kita sendiri gak tau gimana sih Islam itu. Seorang bodyguard atopun satpam yang disuruh ngejaga sesuatu kudu tau barang yang dijaga apa. Jika tidak, apabila terjadi sesuatu pada barang yang dijaga maka tidak akan tahu. So, kita pun kudu tau tentang apa yang kita jaga, yakni Islam, dengan cara mempelajarinya dari semua sarana.

Setelah mempelajari Islam, terus apa lagi? Yang dilaksanakan lah. Supaya jadi kebiasaan dan lama kelamaan mendarah daging, menjadi akhlak. Kalau cuman kita pelajari doang secara teoritis, so bakal cepet ilang. Percaya deh. Makanya kudu diamalkan. Terlebih lagi, mengamalkan itu menjadi kewajiban klo kita dah punya ilmunya, karena amal adalah buah dari pohon ilmu.

Lalu setelah mengamalkan, lalu apa dong? Hmm.. jangan sampai cuma kita doang yang ngamalin, tapi kudu bersama-sama orang yang lain agar memiliki dampak luas, dalam memperbaiki masyarakat. Makanya kita yang dah tau duluan, kudu ngasih tau yang lain, alias menyampaikan, atau istilah kerennya sih berdakwah gitu choy! Idih berdakwah, berat amat istilahnya ya?? Hehe.. gak juga kok, soalnya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah sesuatu dariku meski hanya satu ayat.” Nah, apapun yang kita tau, itu bisa didakwahkan.

Setelah dakwah, apalagi? Belajar, beramal dan berdakwah itu musti dikerjakan dengan berkelanjutan alias istimror. Supaya istiqomah, so kudu punya kesungguhan (jiddiyah). Nah kita emang musti berjihad (bersungguh-sungguh) klo pengen apa yang telah kita lakukan dapat bertahan dan konsisten. Sungguh-sungguh dalam belajar, beramal maupun berdakwah, juga dalam kondisi yang diperlukan bisa berjihad untuk berjuang membela apa yang musti kita jaga. Empat hal itulah, menuntut ilmu, mengamalkannya, mendakwahkannya dan berjihad atasnya, yang disebut dengan menolong agama Allah. Simpel kan?

Trus, apa keuntungan buat kita? Ya jelas lah, kita bukan golongan orang yang lalai dan ingkar dari keimanan, karena kita membuktikan keberimanan kita itu. Lebih jauh lagi, kita pun bakal dapet keuntungan dunia akhirat Bro. Di dunia, kita yang menolong agama Allah juga bakal ditolong oleh-Nya dalam segala urusan hidup kita, dan juga ada jaminan kemenangan (kesuksesan) yang dekat. Sedangkan di akhirat, kita bakal diampuni dosa kita yang segunung itu, serta kita akan dimasukkan ke dalam syurga Allah swt yang luar biasa kerennya. Kita perhatikan nih firman Allah dalam beberapa ayat Qur’an berikut:

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. ” (Qs. Ash-Shaff: 10-13)

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Qs. Muhammad: 7)

Nah, itulah balasan bagi sang pahlawan, yakni pahala yang besar dan kebaikan, di dunia maupun di akhirat. Jadi, berani jadi pahlawan sejati? [ ]

Diambil dari blog lama, dengan beberapa editing

Thursday, August 11, 2011

Polling Tentang Alamat MP Saya

Hallo Saudara-saudara, apa kabar?
Lama sekali tak bersua ya.
Semuanya sehat??
Semoga masih ingat tentang saya.
Hehehe...

Begini, saya kepikiran tentang ID MP saya yang menurut saya sendiri sulit diingat bagi orang umum. Teringat akan kuliah manajemen pemasaran pada 'jaman bahulak', merk atau nama yang dipilih paling tidak harusnya unik, mudah dihapal, mudah diingat.

Terkait dengan hal tersebut, maka saya ingin bertanya ke teman-teman semuanya:
1. Apakah alamat MP saya ini memenuhi kriteria di atas? (terutama mudah aspek mudah diingatnya)
2. (Bila jawaban no 1: Tidak) Apakah sebaiknya saya bikin account baru dengan nama yang lebih sederhana?

Mohon masukannya ya. Btw, saya belum tahu apakah di MP kita bisa import blog. Soalnya kalau bikin account baru dan yang ini dihapus, sayang posting-posting lama yang sudah eksis. Hehehe...