Tuesday, January 6, 2009

MENDINGAN AKU DIAM AJA AH!!


Oleh : Cahya Herwening


Seringkali kita menemukan beberapa orang yang pilih diam daripada bicara, entah itu di kelas waktu jam pelajaran sekolah atau kuliah, pas forum rapat, dalam pergaulan, di kehidupan organisasi atau pula di dalam hidup bermasyarakat. Kita ketika menemui hal seperti itu, dan jika kebetulan kita yang menjadi komunikator (pihak pertama), bisa jadi kita menjadi bingung dibuatnya. Kita bertanya-tanya, mau kuapakan ini? Gini diem, gitu tetep diem, digimanain apa aja tetep aja diem. Lalu, mau diapain tuh si komunikan (pihak kedua, yang diajak berkomunikasi)?

Mungkin sih, si orang itu begitu menghayati sebuah kalam hikmah: “Diam itu emas.” Jadi daripada ngomong buang-buang tenaga gak dapet apa-apa, kan mending diam dan dapet emas. Gitu kali ya. So ya, diajak gimana aja tetep diem. Kayak patung aja gitu, diajak ngomong gak responding. Kita lihat ilustrasi berikut…..

Sore itu, jarum jam telah menunjuk ke angka empat dan lima untuk jarum pendek dan panjang, pukul empat lebih dua puluh lima menit. Si pemimpin rapat, mengalihkan pandangan dari jam yang melingkar di pergelangannya.
    “Gimana, tentang usulan tadi? Apakah ada yang memberikan tanggapan atau masukan?” tanyanya. Suasana sunyi senyap.
    “Atau kalau tidak ada, bisakah kita sepakati?” Kembali sunyi.
    “Gimana, sepakat nggak?” Masih belum ada suara terdengar.
    Setelah beberapa lama ditunggu dan ditanya belum juga ada suara, dengan kesal sang pemimpin rapat berkata, “Gimana sih ini?? Diam dalam forum rapat adalah sebuah penghianatan, karena kewajiban anggota rapat adalah memberikan segala usulan dan pandangan mengenai semua hal yang dibahas. Jika seperti ini, sebaiknya bubarkan aja rapat ini!!” seraya berdiri dan meninggalkan ruangan.

Hehe… mungkin pembaca akan berpendapat bahwa ilustrasi di atas terlalu berlebihan. Terlalu aneh memang jika dalam sebuah rapat tidak ada satupun yang mau bersuara, apalagi mengemukakan pendapat. Namun bisa saja kan hal yang seperti itu pernah atau akan terjadi, terutama jika ternyata sang pemimpin rapat hanya rapat sendirian, alias tidak ada peserta rapat yang lain. Hahaha… don’t take it so serious…

Adalagi contoh manakala kita bertemu dengan seorang teman, dia terlihat murung dan kita melihat guratan beban pikiran di wajahnya. Ketika kita bertanya, “Ada apa? Bolehkah aku tahu apa yang sedang terjadi? Barangkali aku bisa sedikit membantu…” Namun teman kita itu tetap diam seribu bahasa, enggan untuk bercerita tentang apa saja yang sedang menjadi bebannya.

Diam, meskipun secara umum itu baik, namun jika tidak tepat pelaksanaannya ya jadinya akhirnya tidak baik. Kita memang seharusnya diam daripada nge-gosip sana sini, diam daripada bicara hal sia-sia, diam daripada membuka rahasia yang harus disimpan, dan diam saat tidur daripada ngelindur… hehe. Tetapi sebaliknya, pantaskah kita diam dalam forum rapat, diskusi atau debat? Pantaskah kita diam manakala melihat kemunkaran terjadi? Pantaskah diam manakala dibutuhkan peran kita untuk bersuara? Pantaskah kita diam padahal perlu mencitrakan diri ketika on mission dalam dakwah? Baikkah kita diam manakala banyak masalah yang terjadi yang perlu dipecahkan? Nah, jika diam itu emas, maka berbicara yang baik dan bermanfaat itu adalah intan.

Kita perlu menganalisis faktor penyebab mengapa seseorang lebih memilih diam daripada berbicara. Ketika kita menemukan sumber penyebabnya, maka tentu akan lebih terbuka untuk menemukan solusinya. Maka menurut pengalaman penulis yang tidak berbasis keilmuan teoritis ini, ada beberapa alternatif penyebab kediaman seseorang, yakni sebagai berikut.

1. Sudah menjadi karakter bawaannya
Orang bertipe intovert memang cenderung suka menyimpan sesuatu sendiri, tidak mau membaginya dengan orang lain, terutama pada orang yang belum dekat dengannya. Semua masalah dan beban disimpannya. Orangnya juga tertutup dan tidak suka menampakkan dirinya. Ada juga yang tertutup terhadap pergaulan jika introvertnya cukup parah. Orang seperti ini tidak suka bila orang mengetahui sesuatu yang disembunyikannya, sehingga banyak hal benar-benar dia simpan rapat.

Tidak PD-an dan minderan juga faktor penyebab diamnya seseorang dari aspek karakter. Banyak yang sebenarnya punya pikiran dan gagasan bagus terhadap suatu tema pembahasan, namun karena terhalang kepercayaan diri, maka hal-hal itu tak mampu terungkapkan. Dia berpikir bahwa gagasannya jelek, tidak bermutu dan tak layak disampaikan. Underestimate terhadap diri sendiri dan overestimate terhadap orang lain, merasa orang lain lebih hebat dan lebih pandai dari dirinya.

Antara tidak PD dan introvert bisa terdapat hubungan, yakni orang menjadi introvert karena tidak PD. Atau juga karena ada faktor eksternal yang pernah menimpanya dan menorehkan bekas yang dalam, menjadi trauma. Trauma akan sesuatu hal dapat menyebabkan seseorang menjadi introvert dan atau tidak PD bin minderan. Beberapa faktor itu bisa terkait satu sama lain.

Ada juga karakter bawaan yang bersifat sosial, bukan hanya personal. Mari kita lihat dan bandingkan beberapa masyarakat suku di Indonesia. Kita ambil contoh saja dua masyarakat yang punya karakter cukup kontras, yakni Jawa dan Sumatera. Orang Sumatera biasanya lebih suka tegas, blak-blakan, to the point, jujur. Sedangkan orang Jawa, bukannya tidak jujur sih, namun lebih suka basa-basi terlebih dahulu, ngalor ngidul ngetan ngulon dulu baru kemudian mengatakan intinya. Ketika dijamu makanan ketika bertamu akan mengatakan “wah mbok boten sah repot-repot…” (“wah tidak usah repot-repot…”), dan ketika dipersilahkan makan bilang “nggih, matur nuwun” (“ya, terima kasih”) tapi tak kunjung makan pula. Baru beberapa saat kemudian setelah beberapa kali ditawarin mulai makan, dan akhirnya habis banyak juga, hahaha… Orang Jawa juga sering ngedumel di belakang, padahal di depan bilang ya..ya.. Sifat seperti itu digambarkan oleh blangkon orang Jawa (khususnya Yogyakarta .. hehe…) yang rata di bagian depan, namun bagian belakangnya ada benjolannya.

2. Adanya kondisi psikis tertentu saat itu
Pada suatu saat tertentu, karena peristiwa tertentu seseorang mengalami kesedihan yang mendalam, atau ketakutan yang sangat maupun kekhawatiran yang berlebihan. Keadaan psikis yang tertekan seperti ini bisa mengubah orang menjadi introvert dan pendiam, baik hanya temporer atau bisa juga permanen. Hal seperti ini membutuhkan terapi kejiwaan agar kondisi psikisnya menjadi pulih.

3. Kondisi otak atau pemikirannya
Ada tipe orang yang benar-benar DDR, bukan Double Density RAM lho, namun Daya Dong Rendah! Oon bin tulalit bener deh, dah dijelasin tentang sesuatu berulang-ulang dengan beragam cara tetap saja gak ngerti. Wah repot kalau yang ini, setelan sinyalnya aja beda frekuensi, mana bisa nyambung??

Di samping yang ekstrim seperti itu, kadang kala seseorang menemukan saat dimana dia cukup susah untuk memahami sesuatu. Tidak ngerti, nggak nyambung. Mau menganalisis sesuatu, yang dianalisis saja belum dipahami, maka tentu tidak bisa dilakukan. Penyebab dari hal seperti ini bisa karena kurang jelasnya input informasi yang diterima dari komunikator, informasi tidak lengkap atau ambigu yang menimbulkan penafsiran ganda. Atau si komunikan sendiri belum memahami pengetahuan dasar tentang bidang yang sedang dibicarakan. Maka kemudian si komunikan akan merasa blank, tidak tahu apa yang sedang dibicarakan dan tidak mengerti apa yang akan dikatakan. Maka, jelas dia akan diam.

4. Sedang memiliki ‘kendala teknis’
Kendala teknis di sini maksudnya adalah sesuatu yang kata Meggie Z. lebih mending daripada sakit hati. Apa tuh? Ya sakit gigi lah… hehe. Padahal sakit gigi kan sakit banget kan, sehingga yang sakit jadi malas untuk ngomong. Selain sakit gigi, bisa juga sakit gusi, sariawan, sakit kepala baik sebelah atau kedua belah, sakit perut dan lain sebagainya yang menyebabkan si penderita lebih suka diam. Bagian tulisan yang ini sebagai intermezo saja, hehe….

5. Reaksi terhadap kondisi lingkungan
Ada sebuah kondisi lingkungan yang benar-benar bikin bete, dan ini masih sering terjadi di masyarakat kita. Masyarakat masih sering melihat siapa orang yang berbicara daripada apa yang dikatakan. Maka perkataan dari yang lebih tua, lebih kaya, lebih menokoh, lebih tinggi kedudukannya akan jauh lebih didengar daripada perkataan orang biasa, apalagi anak muda. Perkataan mereka-merekalah yang biasanya lebih dipakai, meski secara kualitas bisa jadi kalah dengan yang lain. Anak muda, yang sering punya gagasan dan ide yang fresh dan inovatif pun sering tidak digubris, karena dianggap hanya omongan anak kemarin sore. Maka reaksi yang muncul dari orang-orang yang tidak dianggap seperti itu jelaslah memilih diam. Karena kalau ngomong pun juga tak ada gunanya.

Itulah beberapa telaah kasar tentang penyebab mengapa seseorang lebih suka diam daripada berbicara. Nah, kadang ada pula orang yang memilih diam karena pertimbangan kemashlahatan. Misalnya dalam suatu percakapan atau forum diskusi, seseorang memilih diam. Dia diam bukan karena tidak memahami permasalahan, namun karena menghindari perdebatan yang tidak berguna yang bisa menimbulkan benih pertentangan dan permusuhan. Apalagi kalau melihat bahwa lawan bicara adalah orang yang asal ngotot dan asal ngeyel, tidak menggunakan otaknya. Maka, diam seperti inilah salah satu contoh kecil diam yang emas. Wallaahu a’lam. [ ]

20 comments:

  1. Hehehe..sepakat. Tapi cocok buat dikolaborasikan seperti me and my husband...hehehe... gak nyambung ya. ?

    ReplyDelete
  2. ^___^ Walaah...
    Bisa kok disambung-sambungin. Hehehe... kayaknya memang jadi kolaborasi yang saling mengisi dan melengkapi, seperti amal jama'i. Hihihi...

    ReplyDelete
  3. Hee... kayak menggali sumur aja deh. Berapa meter dalemnya?? :D

    ReplyDelete
  4. Dasar tiyang jawi nggih kados menika..xixixi.. Banyakan basa-basi yo mas. Hehe.

    ReplyDelete
  5. Dasar tiyang jawi nggih kados menika..xixixi.. Banyakan basa-basi yo mas. Hehe.

    ReplyDelete
  6. Iyo je... nggak tau juga kenapa bisa gitu. Gak tau apa orang Jawa punya gen khusus, yang membawa sifat seperti itu. Hehe...
    Perlu penelitian DNA dan kromosom kayake... ^___^

    ReplyDelete
  7. bacanya ntar aaah.. mau belajar dolo.. hehe...

    NB: eh ya, mbak arum (Ariwina) dah pulang ya? :D mau dong oleh2nya... hihi..

    ReplyDelete
  8. Oke.. selamat belajar. Selamat menghadapi ujian. Moga lancar, dan dimudahkan serta tentu saja sukses!!
    Arum dah pulang, tapi gak bawa oleh-oleh kyknya. Hehe.... ^__^

    ReplyDelete
  9. kl diem berati ada yang aneh...kl ana sih..

    ReplyDelete
  10. bicara kebenaran, kebaikan, dan dzikrullah





































    atau.....










































































    diam...




























    *hallah, lagi2 berteori...prakteknya....suliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttt.................tapi, InsyaAllah BISA!!!
    SEMANGAT!!!!

    ReplyDelete
  11. Memang sulit.
    Tapi bisa lah...

    *Eh.. headshotnya makin krn euy!!* ^__^

    ReplyDelete
  12. diam itu berkata-kata (dg fikirannya sendiri)

    diam itu bergerak..

    diam itu sendiri pun suatu pekerjaan..

    jd menurutku (sekaligus menurut dosen filsafatku) ndak ada itu yg namanya diam :D

    gmn??..

    ReplyDelete
  13. Ini bukan pelajaran filsafat, tapi bahasa Indonesia. Konteksnya beda.

    ReplyDelete
  14. owh bgtu. Trimakasih sdh di luruskan. Hanya sdikit beda persepsi sj. Sy melihatnya lbh pd tataran hakikat, itu saja.

    ReplyDelete