Oleh : Cahya Herwening
Pernikahan adalah bagian dari ibadah dalam Islam, baik sebelum, saat proses maupun sesudahnya. Sehingga mulai dari niat, orientasi, cara dan metode yang ditempuh untuk menemukan sang jodoh serta cara yang digunakan untuk melaksanakan prosesnya pun hendaknya sesuai dengan aturan dan adabnya. Aturan ini tentu saja mengacu pada aturan dari Sang Pemilik Aturan, yakni Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam artian, segala hal yang berkaitan dengan pernikahan itu disesuaikan dengan nilai-nilai syari’at Islam.
Proses pernikahan para aktivis dakwah, analog, tak juga lepas dari bagian dakwah. Baik sebelum, selama proses dan sesudahnya. Maka orientasi itu harus lurus orientasi bervisi tinggi, visi ukhrawi, dan cara pelaksanaannya harus ditempatkan setepat mungkin dalam rangka melakukan syi’ar dakwah kepada masyarakat. Pernikahan adalah sarana strategis karena di sana terjadi interaksi banyak orang, mulai dari kedua mempelai, kedua keluarga mempelai, tetangga dan para tamu yang hadir dalam pesta pernikahannya (walimatul ‘ursy).
Dalam proses pernikahan, yang menjadi salah satu titik kritis adalah pelaksanaan syukuran atau pesta pernikahannya. Sering terjadi konflik batin di sana, antara keluarga, orang-orang yang membantu acara tersebut dan para tamu. Penulis yang sering menjadi petugas sinoman (penyaji minuman dan hidangan) di kampung sering merasakan hal-hal seperti ini. Misalnya, kita tidak memahami dengan jelas seperti apa maunya si empunya acara. Banyak hal yang tidak perlu dilakukan, tapi dengan alasan gengsi atau gaya, maka harus begini begitu. Tapi tetap saja komando sering tidak jelas, bahkan para petugas cenderung sering harus memikirkan sendiri tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Padahal sering juga, sarana yang ada tidak lengkap, mulai dari alat makan dan pelengkap lainnya. Gelas yang kurang, piring dan sendok yang tidak mencukupi. Padahal tamu sangat banyak dan belum terlayani dengan baik, terkadang makanan yang disediakan kurang. Para juru masak di belakang harus bergerak cepat untuk memenuhi kebutuhan. Itupun kadang para petugas tidak kebagian jatah. Bukan karena apa-apa, namun jika secara fisik sudah terbekali sumber energi yang cukup niscaya bisa bekerja dengan lebih baik. Itu saja.
Itu sekilas yang sering terjadi di kalangan umum yang pernah penulis rasakan. Sudah acaranya kurang bermakna, merepotkan banyak orang mulai dari keluarga besar hingga masyarakat sekitar, mengecewakan para tamu sehingga yang menjadi petugas pun harus ikut menanggung malu. Tapi demi profesionalitas, tetap saja kita bekerja dengan sebaik-baiknya. Namun dengan catatan, kalau pekerjaan sudah cukup beres maka segera melarikan diri untuk pulang ke rumah masing-masing. Hehehe…. soalnya sudah cukup menanggung malu dan menahan jengkel.
Pernikahan para ikhwah aktivis dakwah hendaknya jauh dari sekilas contoh di atas. Harus ada makna yang terkandung di sana, ada hikmah yang bisa diambil, memuaskan para tamu meski acara digelar dengan sederhana, tidak merepotkan banyak orang terutama para tetangga tapi justru mereka menjadi bagian dari tamu yang tinggal menikmati acara, meski mereka juga sedikit banyak membantu acara kita. Satu hal yang perlu diperhatikan, yakni adanya syi’ar dakwah yang harus terasa di sana sehingga memberikan pencerahan kepada masyarakat bagaimana prinsip perhelatan pernikahan dalam Islam.
Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada hari Ahad 29 Juni 2008, penulis cukup merasakan adanya suasana seperti ini. Sebuah pernikahan yang sederhana, tapi bermakna dan berlangsung khidmat. Tetangga juga tidak kerepotan karena hanya sedikit yang dilibatkan dalam acara tersebut sebagai bagian dari pembantu hajatan. Meski tamu yang hadir secara kuantitas lebih sedikit dari perkiraan penulis, tapi tetap tidak mengurangi makna acara. Saat itu penulis bertugas sebagai penjaga parkir, dan melihat tamu yang memarkirkan motor tidak seberapa dibandingkan luas area parkir yang disediakan. Harapannya sih, akan banyak anak-anak kampus yang datang. Tapi karena pada saat itu dilaksanakan juga pernikahan ikhwah yang juga dari fakultas yang sama dengan mempelai pria (Kehutanan) maka kemungkinan banyak juga yang ke sana.
Acara itu adalah akad nikah dan walimatul ‘ursy-nya salah satu senior penulis dalam urusan dakwah kampus. Beliau adalah Mbak Muawanah Fatmawati (Fatma), seorang sarjana Ilmu Keperawatan UGM yang dipersunting oleh Pak Arif Rahmanullah (Iip) seorang sarjana Kehutanan. Perhelatan dilaksanakan di rumah Mbak Fatma, di Muntilan, Jawa Tengah, yang penulis tiba di sana malam Ahadnya untuk ikut mempersiapkan untuk kebutuhan ketika hari H, keesokan harinya.
Akad nikah berlangsung pada pukul delapan lebih sedikit, dilaksanakan di dalam rumah Mbak Fatma. Prosesi ijab-qabul berlangsung cukup cepat. Beberapa saat kemudian sudah masuk ke persiapan acara walimatul 'ursy-nya. Saat walimah, kedua mempelai tidak berada dalam satu tempat sebagaimana biasa dilakukan. Tidak ada tempat duduk khusus seperti pernikahan pada umumnya yang memperlakukan kedua mempelai seperti raja sehari, didudukkan dalam semacam singgasana. Namun dalam perhelatan ini, si mempelai wanita ada dalam rumah, sedangkan mempelai pria duduk bersama para tamu. Di depan hanya ada mimbar, untuk para pengisi sambutan juga khatib khutbah nikahnya.
Setelah banyak yang memberikan sambutan, baik dari perwakilan keluarga masing-masing dan dari pemerintah desa setempat, berlanjut ke khutbah nikah yang diisi oleh Ustadz Syatori Abdurrouf tentang bingkai kehidupan rumah tangga. (Tulisan ulangnya bisa dibaca di sini). Sebuah khutbah nikah yang menarik dari segi isi dan penyampaian. Sayanganya tidak menggunakan slide presentasi sebagaimana yang biasa beliau lakukan saat mengisi kajian. ^_^
Setelah khutbah selesai, masuk ke acara pestanya yakni dikeluarkannya hidangan. Tidak ada sistem prasmanan di sini. Hidangan diantar oleh para petugas sinoman, dan disajikan kepada seluruh tamu. Setelah acara selesai bersamaan dengan berkumandangnya adzan sehingga para tamu segera menuju ke masjid yang letaknya beberapa langkah saja dari lokasi tersebut.
Dari semua perhelatan pernikahan ikhwah, baru kali ini saya menemukan yang sesederhana itu. Namun, justru di sana ada makna yang terkandung, ada ruh yang terasa. Karena memang seharusnya seperti itulah pernikahan aktivis dakwah, ada fungsi dakwah di sana. Bukan sekadar melaksanakan pesta dengan mewah beserta segala hidangan lezat yang tersedia dan ambil sendiri, tanpa ada makna atau ruh yang dapat di ambil dari sana. Wallaahu a'lam. [ ]
barakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fi khoir...
ReplyDeleteBarakallahu buat fatma.....
ReplyDeleteTitip salam dari saya ya...kalau ketemu.
Koreksii... ^_^
ReplyDeleteYang bener: WA JAMMA'A
Dengan dobel "M".
BTW, syukron Mbak...
kayaknya postingan Antum ditulis pada saat yang tepat Pak. tahun ini bakalan jadi musim nikah .. ane banyak mendapat undangan dari temen2 akhwat, Alhamdulillah...semoga menjadi keluarga samara_aaamiin!! tumben mosting topik yang beginian Pak.. hayooo ada apa nieh?? *pengentau.com
ReplyDeleteInsya Allah... tapi Mbak SMS aja deh. Kan dah tak kasih no HP beliau ^_^
ReplyDeleteYup.. banget!!
ReplyDeleteBulan2 ini masa-masa panennya ikhwah nikah. Banyak euy!!
Mosting beginian.. ya buat bekal bagi yg mau panen dong... ^_^
Gak ada hal khusus kok. Hehehe.. santai aja...
loh, ada hal khusus juga gak papa koq Pak...santai aja ^___^
ReplyDeletebarakallahu laka wa baraka alaika wa jama'a bainakuma fi khoir...
ReplyDeleteyang belum mampu puasa dulu yaa heeeeee
kalau nggak salah Pak Iip adalah kakak angkatan saya waktu SMA. beliau angkatan 1998 (kalau nggak salah) dan tinggal di Jakarta. ada pengumuman jg di milis alumni SMA saya. ternyata nikahannya di Jogja ya.. sy pikir di Jakarta...
ReplyDeletepenen diundang makan2 ya.. ihihihhih.. asikkk.... :-D
ReplyDeleteOOo.. iyya.. tentulah... asal nggak disuruh ngado aja.
ReplyDeleteBokek nanti.. ^_^
"wa jamma'a" Pak, "M"-nya dobel lho. Soalnya artinya jadi beda.
ReplyDeleteYg belum mampu.. puasa dulu juga oke. Sunnahnya kan gitu.. hehehe.
Lhoh juga.... nyatanya enggak ada tuh. ^_____^
ReplyDeleteKlo nggak salah memang iya. Setahu saya.... angkatan 1999 sih tp gak tau ding. Yup, tinggal dan kerja di Jakarta. Nikahnya nggak di Jogja, tapi di Magelang.
ReplyDeleteoh iya... 1999 kok... hehehee.. :-D
ReplyDeletehihihi.. biasanya kan klw ngado patungan .. ngadonya patungan, makan2nya sendiri2 ehehehhe :D
ReplyDeleteWoo... nggak cuma patungan.
ReplyDeleteLebih seringnya cuma nitip nama doang. Hahaha... :D
Hmmm... ternyata bener yg 1999 ya? Oke deh... ^_^
ReplyDeleteooo... kirain walimahan yang di purwokerto? ternyata...
ReplyDeletebtw, tumben pake foto sendiri? kayaknya kemarin ada yang bilang g blh naruh foto di mp ya?hmmm...
ReplyDeleteDasar. Yg di purwokerto itu bukan acara walimahan. Tapi temu wilayah *****.
ReplyDeleteapa tuh yang pake bintang?maksudnya?
ReplyDeleteSiapa bilang gitu? Boleh aja kok ... asal nggak terlalu close up.
ReplyDeleteBTW, ikhwan beda dong. Klo yg dipasang foto wanita kan biasanya bisa 'dinikmati'.
Lha klo laki2.. kan nggak. Ya to?? ^_^
kata siapa?
ReplyDeleteKataku dong... :D
ReplyDeleteAda deh... pokoknya nama sebuah lembaga. ^___^
ReplyDeletebuktinya? memang antum bisa menyelami pemikiran wanita? hingga bisa berkata demikian? hmmm... gini ya, wanita juga menyukai keindahan, layaknya laki2 menyukai kecantikan. so, .... ? ambil kesimpulan sendiri yak. :D
ReplyDeleteWadhuh... ane blm bisa buktiin. Klo ditanya ttg menyelami pikiran... nggak bisa. Ane bkn Professor Xavier-nya X-Men :).
ReplyDeleteHmm... apakah memang begitu?
Tapi.. apanya yg indah dari laki2?? Kayaknya nggak ada deeh... :D
cari aja sendiri jawabannya.:p
ReplyDeleteOke deeh... Gampang lah. :)
ReplyDeletehuhuhu..
ReplyDeletekmaren jg br dateng k walimahannya senior.. standing party, susah cr tmp duduk, euy! >.<
tp keren dah walimahannya tmen antum ntu.. can i do it too?? hmmm.. ^ngawang jauh ke depan..
Standing party? Wadhuh... parah juga tuh Ukht...
ReplyDeleteYg sederhana tapi bermakna memang keren.
Insya Allah kita semua bisa mengusahakannya. Asal ada strategi u/ melakukan antisipasi, sesuai kondisi. ^_^
hua............... haru bacanya.... ada rasa yang gimana........... githu...
ReplyDeleteindah banget ya..... seandainya******** ( hush...hush... jd mikir yg nggak2...)
^___^
ReplyDeleteSeandainya apaan May? :D
Subhanallah,keren,
ReplyDeleteane jg pngen walimahan bertema pengajian,amìn,
oya,antum kuliah di jurusan ap?
Hmm... dalam setiap walimahan tuh memang ada pengajiannya kan?
ReplyDelete(Di khutbah nikahnya maksudnya....:D )
Sy kuliah di jurusan Teknologi Industri Pertanian.
Klo Anti di mana?
wah jadi ingat ketika ngurus walimahn saudaraa plus tetangga, ikhwan..jadi ane repot dari ngurus mahar, seserahan, cari nasyid, nyambut tamu ikhwah2..maklum blm umum didesaku..
ReplyDeleteYa begitulah memperjuangkan terjaganya nilai-nilai.
ReplyDeleteDan itu harus dilakukan untuk mengenalkan kpd masyarakat.
Maka, pernikahan aktivis dakwah harus: ON MISSION!!!
kirain cahyo yang nikah...:D
ReplyDeleteEhmm... pengennya sih gitu.... :D
ReplyDeletesubhanalloh, blognya pak cahya bisa dibukukan jd kado pernikahan nih. monggo pak diterbitkan
ReplyDeleteWah.. iya kah? Tapi sepertinya belum layak soalnya belum cukup secara kuantitas, dan kayaknya kualitas juga hehehe.
ReplyDeleteBisa membantu? ^__^
waktu di mb fatma saya juga datang
ReplyDeleteSubhanallah...
baru 2 kali ini saya mendatangi pernikahan ikhwah yang 'ideal'
pengantin putra dan putrinya tidak dipajang
ada lagi pernikahan yang juga sederhana...
pernikahan mb Siti Ma'rufah, Bio 02 dengan akh M. Qomari
di dalam masjid dan ada hijabnya, yang taujih juga Ust. Syathori Abdurr Ra'uf
Subhanallah... sangat khidmat
Wah.... Anti yang mana ya? :D
ReplyDeleteWah.. keren ya...
ReplyDeleteNanti pengen juga seperti itu. Usadh sederhana, nggak repot, lumayan hemat, tapi mengena dan ada ruhnya.
Semoga nanti bisa terlaksana... :)
wa...wa...almost everyone surrounds me said the same thing...Tamen yao jie hun ^____^!
ReplyDeleteDangran, wo ye yao jie hun...It's fitrah, deshou ^o^ !
En, Ditunggu undangannya, minna-san...
O-kekkon shite omedetou gozaimasu! Tebrik edler mutluluklar.....
Waaah... ora ngedhongi iki...
ReplyDeleteDuuh...
Saya mah yang sederhana saja... Lagipula saya nggak terlalu suka keramaian...
ReplyDeleteDiskusinya seru nih.
ReplyDeleteSaya jadi pengamat aja deh.
Waah... sama juga laah.
ReplyDeleteSederhana tapi mengena.
Walimahan tuh salah satu momen dakwah yang gak boleh disia-siakan.
OK deh... Kalo buat dakwah, akan saya lakukan walau pun harus beramai-ramai...
ReplyDeleteRame boleh juga, makin rame makin oke ^___^
ReplyDeleteTapi yang diundang bukan cuma yang akeh duite,
harus juga yang kere...
Hehehehe....
huhuhu...
ReplyDeletebaca tulisan nie buat ana berfikir...
klu ana nikah nanti dapat ke buat mcm tu...
subhanallah..
klu tempat ana ni, sanding dr pagi ke malam...
ada band lagi...
tukar baju paling kurang 4 pasang... kadang sampai 7 pasang...
kenduri 7 hari 7 malam...
erm...
Wuaahh.. pasti luar biasa borosnya itu.
ReplyDeleteMending untuk menyantuni anak yatim dan fakir miskin, ato buat dana dakwah.
Mending yang sederhana saja, seperti sunnah Rasululllah SAW.
yup.. maunya jg seperti itu..
ReplyDeletekami pernah di marah dgn org tua bila kami katakan mau buat yg sedehana saja...
org di sini ada satu persepsi..
bila majlisnya x dibuat meriah...
pasti ada sesuatu yg x kena..
hamil misalnya..
huhuhu...
tp, doakan saja... minta2 persepsi itu bisa berubah...
mungkin akak pencetusnya mungkin...
insyaAllah...